Menteri Israel Benny Gantz pada Sabtu mengancam akan mengundurkan diri dari kabinet darurat pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu jika rencana operasi militer di Jalur Gaza gagal diadopsi pada 8 Juni.
"Kita sekarang berada di simpang jalan yang fatal, ketika pemimpin negara harus melihat gambaran yang lebih besar, mengetahui risiko dan peluang, dan merumuskan strategi nasional yang diperbarui," katanya dalam sebuah jumpa pers.
"Agar bisa berjuang bahu-membahu, kabinet perang ini mesti merumuskan dan menyetujui rencana aksi sampai 8 Juni, yang akan menerapkan enam tujuan strategis yang berdampak secara nasional," kata Grantz, menambahkan.
Menteri tanpa departemen itu menekankan bahwa dirinya akan meninggalkan pemerintahan jika kabinet gagal menyetujui rencana aksi sampai waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
Tujuan-tujuan strategis yang disebut Gantz mencakup pembebasan sandera, menumbangkan pemerintah Hamas di Gaza, demiliterisasi di wilayah kantong Palestina itu.
Israel juga berencana mengambil kendali keamanan di Gaza dan membentuk pemerintahan sipil di wilayah itu dengan melibatkan Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan Arab, serta warga Palestina.
Ancaman mundur Gantz itu telah memicu kecaman dari menteri-menteri Israel lain yang meminta agar dia dipecat sebagai menteri, menurut laporan Times of Israel.
Pada 7 Oktober 2023, kelompok perlawanan Palestina Hamas meluncurkan roket besar-besaran ke Israel dan menerobos perbatasan. Hampir 1.200 orang di Israel tewas dan sekitar 240 lainnya diculik dalam serangan itu, menurut Tel Aviv.
Israel kemudian melancarkan serangan balasan ke Gaza, memblokade wilayah itu secara total, dan memulai serangan darat untuk melenyapkan pejuang Hamas dan menyelamatkan para sandera.
Serangan-serangan Israel itu telah menewaskan lebih dari 35.200 warga Palestina di Jalur Gaza, menurut otoritas setempat. Lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan oleh Hamas di Gaza.
Sumber: Sputnik
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024
"Kita sekarang berada di simpang jalan yang fatal, ketika pemimpin negara harus melihat gambaran yang lebih besar, mengetahui risiko dan peluang, dan merumuskan strategi nasional yang diperbarui," katanya dalam sebuah jumpa pers.
"Agar bisa berjuang bahu-membahu, kabinet perang ini mesti merumuskan dan menyetujui rencana aksi sampai 8 Juni, yang akan menerapkan enam tujuan strategis yang berdampak secara nasional," kata Grantz, menambahkan.
Menteri tanpa departemen itu menekankan bahwa dirinya akan meninggalkan pemerintahan jika kabinet gagal menyetujui rencana aksi sampai waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
Tujuan-tujuan strategis yang disebut Gantz mencakup pembebasan sandera, menumbangkan pemerintah Hamas di Gaza, demiliterisasi di wilayah kantong Palestina itu.
Israel juga berencana mengambil kendali keamanan di Gaza dan membentuk pemerintahan sipil di wilayah itu dengan melibatkan Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan Arab, serta warga Palestina.
Ancaman mundur Gantz itu telah memicu kecaman dari menteri-menteri Israel lain yang meminta agar dia dipecat sebagai menteri, menurut laporan Times of Israel.
Pada 7 Oktober 2023, kelompok perlawanan Palestina Hamas meluncurkan roket besar-besaran ke Israel dan menerobos perbatasan. Hampir 1.200 orang di Israel tewas dan sekitar 240 lainnya diculik dalam serangan itu, menurut Tel Aviv.
Israel kemudian melancarkan serangan balasan ke Gaza, memblokade wilayah itu secara total, dan memulai serangan darat untuk melenyapkan pejuang Hamas dan menyelamatkan para sandera.
Serangan-serangan Israel itu telah menewaskan lebih dari 35.200 warga Palestina di Jalur Gaza, menurut otoritas setempat. Lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan oleh Hamas di Gaza.
Sumber: Sputnik
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024