Jakarta (ANTARA Bengkulu) - Putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara atas permohonan Agusrin dalam sengketa melawan Presiden RI dan Mendagri yang mengabulkan permohonan Gubernur nonaktif Bengkulu tersebut tidak menganggu upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Selama ini upaya memerangi korupsi ada dalam koridor hukum, kata Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi kepada wartawan saat mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka rakornas Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) 2012 di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan selama ini upaya pemberantasan korupsi dilakukan pemerintah dalam koridor hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Tetap berjalan tetapi kita tidakk bisa menabrak hukum. Memberantas korupsi tetapi tetap dalam koridor hukum. Yakinlah, siapapun itu, kalau melakukan korupsi, tidak akan dilindungi, tidak akan diintervensi," kata Sudi.
Ia mengatakan semua pihak mengetahui kasus terkait Agusrin M Najamudin namun ketika memasuki proses hukum, tidak ada yang bisa mengintervensi termasuk Presiden.
"Kita tahu kasusnya seperti apa, tetapi kalau sudah masalah hukum, kita harus taat hukum. Kalau hakim sudah memutuskan itu, apakah Presiden bisa tidak mau taat putusan hukum?. Itulah kemerdekaan kita. Itulah hasil reformasi kita. Zaman dulu apa bisa begitu? Presiden sama sekali tidak bisa mengintervensi putusan hakim. Kalau hakim memutuskan ya, Presiden tidak bisa (bilang-red) "tidak bisa begitu'. Tidak bisa," katanya.
Mensesneg mengatakan pemerintah menghormati proses hukum dan menunggu berlangsungnya proses hukum tersebut.
"Sudah. Putusan sudah kita terima dan sudah kita proses agar Mendagri menunda sementara sehingga proses hukum berjalan," katanya.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Senin (14/5) mengabulkan permohonan putusan sela yang diajukan oleh Agusrin dalam sengketa melawan Presiden RI dan Mendagri.
Putusan sela itu menyatakan bahwa Keputusan Presiden No.48/P Tahun 2012 tanggal 2 Mei 2012 yang mengesahkan pengangkatan H Junaidi Hamsyah SAg yang kini menjabat Wakil Gubernur/Plt Gubernur Bengkulu menjadi gubernur definitif menggantikan Agusrin, ditunda pelaksanaannya sampai sengketa tata usaha negara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Selain menunda pelaksanaan Keppres tersebut, Putusan PTUN Jakarta juga memerintahkan Tergugat I (Presiden RI), Tergugat II (Menteri Dalam Negeri RI) dan Tergugat III (Wagub/Plt Gubernur Bengkulu) untuk menaati putusan sela tersebut.
Agusrin M Najamudin, gubernur nonaktif Bengkulu yang kini dipidana namun sedang menunggu Putusan PK Mahkamah Agung, melalui Kuasa Hukumnya, Yusril Ihza Mahendra dan kawan-kawan menggugat dua Keputusan Presiden yakni Keppres No 40/P Tahun 2012 dan Keppres No 48/P Tahun 2012, yang masing-masing memberhentikan Agusrin dari jabatannya dan mengesahkan pengangkatan Junaidi sebagai gubernur definitif.
Dengan putusan sela PTUN Jakarta itu, Mendagri yang sedianya akan melantik Junaidi pada Selasa, 15 Mei 2012, harus menundanya sampai perkara TUN ini mempunyai kekuatan hukum tetap. (T.P008/N002)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
Selama ini upaya memerangi korupsi ada dalam koridor hukum, kata Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi kepada wartawan saat mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka rakornas Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) 2012 di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan selama ini upaya pemberantasan korupsi dilakukan pemerintah dalam koridor hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Tetap berjalan tetapi kita tidakk bisa menabrak hukum. Memberantas korupsi tetapi tetap dalam koridor hukum. Yakinlah, siapapun itu, kalau melakukan korupsi, tidak akan dilindungi, tidak akan diintervensi," kata Sudi.
Ia mengatakan semua pihak mengetahui kasus terkait Agusrin M Najamudin namun ketika memasuki proses hukum, tidak ada yang bisa mengintervensi termasuk Presiden.
"Kita tahu kasusnya seperti apa, tetapi kalau sudah masalah hukum, kita harus taat hukum. Kalau hakim sudah memutuskan itu, apakah Presiden bisa tidak mau taat putusan hukum?. Itulah kemerdekaan kita. Itulah hasil reformasi kita. Zaman dulu apa bisa begitu? Presiden sama sekali tidak bisa mengintervensi putusan hakim. Kalau hakim memutuskan ya, Presiden tidak bisa (bilang-red) "tidak bisa begitu'. Tidak bisa," katanya.
Mensesneg mengatakan pemerintah menghormati proses hukum dan menunggu berlangsungnya proses hukum tersebut.
"Sudah. Putusan sudah kita terima dan sudah kita proses agar Mendagri menunda sementara sehingga proses hukum berjalan," katanya.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Senin (14/5) mengabulkan permohonan putusan sela yang diajukan oleh Agusrin dalam sengketa melawan Presiden RI dan Mendagri.
Putusan sela itu menyatakan bahwa Keputusan Presiden No.48/P Tahun 2012 tanggal 2 Mei 2012 yang mengesahkan pengangkatan H Junaidi Hamsyah SAg yang kini menjabat Wakil Gubernur/Plt Gubernur Bengkulu menjadi gubernur definitif menggantikan Agusrin, ditunda pelaksanaannya sampai sengketa tata usaha negara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Selain menunda pelaksanaan Keppres tersebut, Putusan PTUN Jakarta juga memerintahkan Tergugat I (Presiden RI), Tergugat II (Menteri Dalam Negeri RI) dan Tergugat III (Wagub/Plt Gubernur Bengkulu) untuk menaati putusan sela tersebut.
Agusrin M Najamudin, gubernur nonaktif Bengkulu yang kini dipidana namun sedang menunggu Putusan PK Mahkamah Agung, melalui Kuasa Hukumnya, Yusril Ihza Mahendra dan kawan-kawan menggugat dua Keputusan Presiden yakni Keppres No 40/P Tahun 2012 dan Keppres No 48/P Tahun 2012, yang masing-masing memberhentikan Agusrin dari jabatannya dan mengesahkan pengangkatan Junaidi sebagai gubernur definitif.
Dengan putusan sela PTUN Jakarta itu, Mendagri yang sedianya akan melantik Junaidi pada Selasa, 15 Mei 2012, harus menundanya sampai perkara TUN ini mempunyai kekuatan hukum tetap. (T.P008/N002)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012