Komnas HAM meminta aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut kasus peretasan pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Surabaya, Jawa Timur.
"Meminta aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan kasus ini secara transparan dengan mengedepankan jaminan perlindungan bagi warga yang terdampak dan/atau menjadi korban," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.
Atnike menjelaskan bahwa peretasan yang berdampak pada 282 layanan kementerian/lembaga itu berisiko merugikan warga negara dalam tiga aspek. Aspek pertama adalah pelanggaran kerahasiaan, yakni adanya risiko pengungkapan yang tidak sah atau tidak disengaja terhadap data pribadi.
Baca juga: Tips cegah serangan "ransomware" pada Pusat Data Nasional
Aspek kedua adalah pelanggaran integritas, yakni adanya risiko perubahan data yang tidak sah atau tidak disengaja. Aspek terakhir adalah pelanggaran akses, yakni adanya kehilangan akses yang tidak sah, tidak disengaja, atau perusakan data.
Atas kondisi tersebut, lanjut dia, Komnas HAM menilai adanya risiko pelanggaran terhadap sejumlah hak asasi manusia, salah satunya terkait dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia yang pada Pasal 29 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
Baca juga: Menko Hadi tinjau pusat kendali sistem pemantauan data di BSSN
Oleh karena itu, selain meminta kepada APH, Komnas HAM juga meminta Pemerintah, termasuk Kemenkominfo, Badan Siber Sandi Negara (BSSN), dan kementerian/lembaga terkait lainnya untuk segera melakukan langkah dan prosedur serta membuka layanan pengaduan publik untuk menjamin pelindungan dan pemulihan bagi warga yang terdampak.
"Meminta Pemerintah dan kementerian/lembaga terkait untuk menyediakan mekanisme pengaduan publik atas dampak dari peretasan yang terjadi, baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun panjang, mengingat adanya risiko penyalahgunaan data pribadi," ujarnya.
Komnas HAM turut mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi tata kelola pelaksanaan dan pengembangan Pusat Data Nasional (PDN), termasuk melalui proses konsultasi dengan pemangku kepentingan, baik kementerian/lembaga, pemerintah daerah, swasta, maupun masyarakat.
Baca juga: BSSN garda depan audit dan forensik terkait keamanan siber
Sementara itu, Menko Polhukam Hadi Tjahjanto pada hari Senin (1/7) memastikan layanan PDNS 2 pulih pada bulan ini.
Upaya yang dilakukan Hadi dan jajaran Kementerian Komunikasi dan Informatika serta BSSN dengan mem-back up atau mencadangkan PDNS 2 dengan cold site yang akan ditingkatkan dengan hot site di Batam.
Tidak sampai di situ, pihak Menko Polhukam juga mengupayakan perlindungan data yang berlapis dari di PDNS 2 dengan cloud yang dipantau langsung oleh BSSN.
"Setiap pemilik data center juga memiliki backup sehingga paling tidak ada tiga lapis sampai empat lapis backup tersebut, kemudian juga akan kami backup dengan cloud cadangan," tutur Hadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024
"Meminta aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan kasus ini secara transparan dengan mengedepankan jaminan perlindungan bagi warga yang terdampak dan/atau menjadi korban," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.
Atnike menjelaskan bahwa peretasan yang berdampak pada 282 layanan kementerian/lembaga itu berisiko merugikan warga negara dalam tiga aspek. Aspek pertama adalah pelanggaran kerahasiaan, yakni adanya risiko pengungkapan yang tidak sah atau tidak disengaja terhadap data pribadi.
Baca juga: Tips cegah serangan "ransomware" pada Pusat Data Nasional
Aspek kedua adalah pelanggaran integritas, yakni adanya risiko perubahan data yang tidak sah atau tidak disengaja. Aspek terakhir adalah pelanggaran akses, yakni adanya kehilangan akses yang tidak sah, tidak disengaja, atau perusakan data.
Atas kondisi tersebut, lanjut dia, Komnas HAM menilai adanya risiko pelanggaran terhadap sejumlah hak asasi manusia, salah satunya terkait dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia yang pada Pasal 29 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
Baca juga: Menko Hadi tinjau pusat kendali sistem pemantauan data di BSSN
Oleh karena itu, selain meminta kepada APH, Komnas HAM juga meminta Pemerintah, termasuk Kemenkominfo, Badan Siber Sandi Negara (BSSN), dan kementerian/lembaga terkait lainnya untuk segera melakukan langkah dan prosedur serta membuka layanan pengaduan publik untuk menjamin pelindungan dan pemulihan bagi warga yang terdampak.
"Meminta Pemerintah dan kementerian/lembaga terkait untuk menyediakan mekanisme pengaduan publik atas dampak dari peretasan yang terjadi, baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun panjang, mengingat adanya risiko penyalahgunaan data pribadi," ujarnya.
Komnas HAM turut mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi tata kelola pelaksanaan dan pengembangan Pusat Data Nasional (PDN), termasuk melalui proses konsultasi dengan pemangku kepentingan, baik kementerian/lembaga, pemerintah daerah, swasta, maupun masyarakat.
Baca juga: BSSN garda depan audit dan forensik terkait keamanan siber
Sementara itu, Menko Polhukam Hadi Tjahjanto pada hari Senin (1/7) memastikan layanan PDNS 2 pulih pada bulan ini.
Upaya yang dilakukan Hadi dan jajaran Kementerian Komunikasi dan Informatika serta BSSN dengan mem-back up atau mencadangkan PDNS 2 dengan cold site yang akan ditingkatkan dengan hot site di Batam.
Tidak sampai di situ, pihak Menko Polhukam juga mengupayakan perlindungan data yang berlapis dari di PDNS 2 dengan cloud yang dipantau langsung oleh BSSN.
"Setiap pemilik data center juga memiliki backup sehingga paling tidak ada tiga lapis sampai empat lapis backup tersebut, kemudian juga akan kami backup dengan cloud cadangan," tutur Hadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024