Bengkulu (Antara) - Bagi masyarakat Tionghoa di Bengkulu, perayaan Imlek 2567 ini banyak harapan yang baik untuk tahun-tahun berikutnya.

Salah satunya terselip harapan pada pemimpin baru Provinsi Bengkulu periode 2016--2021, pasangan Gubernur-Wakil Gubernur, Ridwan Mukti-Rohidin Mersyah.

Perayaan Tahun Baru Imlek 2567 tahun 2016 Masehi ini menjadi momentum khusus, menyusul gubernur dan wakil gubernur terpilih Bengkulu telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bengkulu yang diumumkan pada paripurna DPRD Bengkulu pada Selasa (2/2) lalu.

Pembina umat Buddha Provinsi Bengkulu sekaligus Pembina Wihara Buddhayana Kota Bengkulu, Biksu Suhu Nyana Sukha di Bengkulu, mengatakan, harapan dari warga yang merayakan Imlek adalah adanya perhatian khusus bagi etnis Tionghoa.

"Kalau bisa, tokokh-tokoh diundang gubernur untuk membicarakan keberadaan warga maupun peemukiman Tionghoa yang saat ini seperti terabaikan," kata dia lagi.

Bagaimana pun juga, warga Tionghoa tidak lepas dari unsur masyarakat Bengkulu. Begitu juga permukimannya, merupakan salah satu aset wisata daerah ini.

"Bengkulu pantainya indah, menjadi salah satu yang bernilai komersial sebagai objek wisata andalan, dan permukiman warga Tionghoa termasuk dalam destinasi wisata daerah ini," ujar dia.

Di kawasan wisata pantai Bengkulu berdiri bangunan bersejarah, yakni benteng peninggalan Inggris, Benteng Marlborough.

Di samping benteng itu, berdiri megah gerbang China Town yang menjadi gerbang permukiman warga Tionghoa di sini.

Namun, keberadaan permukiman tidak semegah gerbangnya, belum ada sisi yang bisa menarik minat turis.

Padahal jika permukiman ini tertata bersih dan lebih bernuansa oriental, kawasan wisata Bengkulu dipastikan akan menjadi lebih mempesona.



Lampion Merah

Pada perayaan Imlek 2567, warga keturunan Tionghoa yang bermukim di kawasan China Town di Bengkulu memasang lampion berwarna merah.

Tidak hanya berbentuk bulat, tetapi juga berbentuk menarik lainnya, seperti serupa bunga atau tabung.

Lampion dipasang di depan beranda rumah toko di kawasan itu. Jumlahnya bervariasi, dari tiga sampai enam lampion yang dipasang berjejeran.

"Warna merah dari lampion melambangkan keberanian, kemegahan, semangat dan ceria," kata salah satu warga keturunan Tionghoa, A Liang.

Pemasangan lampion, kata A Liang, juga bertujuan agar perayaan Imlek lebih semarak dan meriah, untuk menarik minat warga maupun pengunjung wisata Bengkulu ikut bersuka cita.

"Ada surat edaran Dinas Pariwisata untuk memasang lampion," ujarnya lagi.

Sedangkan makna lampion itu sendiri, kata Biksu Suhu Nyana Sukha, merupakan salah satu bentuk penerangan.

"Kita berdoa kehidupan tahun-tahun berikutnya lebih terang, lebih baik," katanya pula.

Pilihan warna merah menjadi lambang perwujudan semangat untuk mengarungi kehidupan tahun-tahun berikutnya. Begitu juga dengan keberanian dalam memecahkan berbagai masalah.

"Semua orang berharap kemakmuran serta hidup yang lebih ceria, lepas dari beban masalah," ujarnya.

Ketika mendengar nama China Town yang ada di benak salah seorang warga Bengkulu, Hermi Ningsih, adalah kawasan yang tidak jauh berbeda dari yang digambarkan pada film-film Tiongkok bertajuk suasana oriental.

China Town itu dibayangkan menjadi kawasan dengan arsitektur bangunan yang khas dan berkarakter layaknya permukiman dan pasar tradisional di negara Tiongkok.

Kawasan yang berhiaskan pernak-pernik seperti lampion serta dekorasi khas lainnya itu, sehingga membuat pengunjung yang datang merasa seperti sedang berada di Tiongkok.

"Coba rumah toko yang berada di kawasan China Town ditata rapi dengan gaya bangunan seperti di film-film Jackie Chan," kata dia lagi.

Semua itu akan menarik minat pengunjung untuk datang ke kawasan permukiman warga keturunan Tionghoa di Bengkulu.

Diharapkan hal itu akan berimbas pada pariwisata Bengkulu juga akan terasa lebih hidup.

"Apalagi masyarakat sekarang mudah tertarik dengan sesuatu yang unik dan berkarakter," kata dia pula.

Lebih lanjut Hermi menjelaskan, banyak contoh diberitakan berbagai media massa bahwa kawasan-kawasan yang unik selalu diserbu pengunjung.

"Diberitakan, kebun bunga yang mempesona, banyak yang datang ke sana, juga pondok unik di pinggir pantai, mereka datang ke sana walaupun hanya untuk berfoto, bahkan kebun bunga dan pondok tersebut sampai rusak karena karena pengunjung melebihi kapasitas," ujarnya pula.

Kawasan China Town dikelilingi oleh destinasi wisata Bengkulu. Pada bagian barat diapit Pantai Malabero, di bagian timur ada Tugu View Tower Tsunami dan rumah dinas gubernur Bengkulu.

Sebelah utara atau gerbang China Town saling berhadapan dengan Benteng Marlborough, dan di selatan merupakan salah satu jalan masuk ke Pantai Panjang Bengkulu.



Asal Muasal Tionghoa

Sekitar tahun 1700 Masehi, etnis Tionghoa datang ke sejumlah daerah di Tanah Air, termasuk datang ke Pulau Sumatera.

Etnis Tionghoa masuk ke daerah pesisir Sumatera yang memiliki dermaga, seperti Sumatera Barat, Palembang, Lampung serta daerah di bagian utara Pulau Sumatera.

"Salah satunya warga Tionghoa masuk ke Sumatera Barat atau Riau pegunungan. Dari sana asal etnis Tionghoa di Bengkulu," kata pakar sejarah yang juga akademisi Universitas Bengkulu, Agus Setiyanto MHum

Dari Sumatera Barat sebagian warga etnis Tionghoa pindah ke Kota Bengkulu. Migrasi tersebut diperkirakan terjadi sekitar tahun 1800 Masehi.

"Dulu mereka hidup berpindah-pindah karena miskin, dan masuklah ke Bengkulu lewat jalur perdagangan," katanya.

Sampai di Bengkulu, usaha perdagangan etnis Tionghoa dan pekerjaan di bidang lainnya membuahkan hasil.

Kesejahteraan mereka meningkat dan menjadi salah satu etnis yang diperhitungkan pemerintah penjajah Inggris yang berkuasa di Bengkulu saat itu.

Menurut Agus, dalam dokumen sejarah dari Kolonel Nawis yang ditugaskan untuk persiapan pertukaran wilayah jajahan dari pemerintah Inggris ke Kolonial Belanda tergambar kondisi tersebut.

"Itu terjadi pada tahun 1823," kata dia pula.

Bahkan berdasarkan dokumen sejarah, juga dijelaskan dua orang etnis Tionghoa mendapatkan jabatan penting di Pemerintahan Inggris di Bengkulu.

"Saat itu mereka menyebutnya Kapten Cina. Dua orang mendapatkan jabatan kapten, hal itu diberikan Inggris untuk mengawasi etnis Tionghoa," kata Agus lagi.

Keberhasilan tersebut mendorong warga etnis Tionghoa di Bengkulu mulai membangun permukiman. Salah satunya, yakni bernama China Town atau dikenal dengan Kampung Cina.

"Permukiman itu berseberangan dengan benteng Inggris, Benteng Marlborough," ujarnya pula.

Tidak hanya tinggal di permukiman, warga keturunan Tionghoa itu sampai sekarang hidup berdampingan dengan masyarakat pribumi.

Hidup damai bersama masyarakat asli Bengkulu.***4***

Pewarta: Boyke LW

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016