Fanny Soegi, mantan vokalis grup musik Soegi Bornean, akhirnya angkat bicara terkait pengalamannya selama berada di grup musik asal Semarang tersebut.

Melalui serangkaian kicauan di platform media sosial X, Fanny mengungkapkan berbagai permasalahan internal yang membuatnya muak dan kecewa. Ia membongkar berbagai kebobrokan yang terjadi, mulai dari ketidaktransparanan royalti hingga kurangnya empati dari mantan rekan-rekannya.

Salah satu hal yang menjadi sorotan Fanny adalah kurangnya transparansi dalam hal pembagian royalti. Selain itu, ia juga mengungkapkan bagaimana mantan grupnya tidak memiliki empati ketika dirinya sedang dalam masa berkabung.

Fanny menceritakan bahwa saat ia berduka karena kepergian ibunya, pihak manajemen dan anggota grup tetap memaksanya untuk tampil di atas panggung. Pengalaman ini membuatnya semakin merasa tertekan dan tidak dihargai.

Baca juga: Rayakan 15 tahun di industri musik, The Virgin luncurkan album Full Circle
Baca juga: Dhira Bongs keluarkan lagu baru "porak poranda"

“Rasanya sakit banget dan harus kehilangan Ibuk di waktu yang bersamaan. Pernah ada di satu titik aku mau mengakhiri hidup karena betul-betul sendirian, tanpa Bapak dan Ibuk. Perlakuan kalian nggak akan aku lupakan seumur hidup. Kalian laki-laki patriarki, korup, betah isin,” tulis Fanny.

Yang lebih mengejutkan lagi, setelah memutuskan untuk keluar dari grup, Fanny harus menghadapi tuntutan terkait penggunaan nama “Soegi” yang selama ini dikenal publik sebagai identitasnya.

Pihak yang berwenang atas kekayaan intelektual grup tersebut meminta Fanny membayar sejumlah biaya jika ingin tetap menggunakan nama yang sebenarnya adalah nama aslinya. “Padahal itu nama saya sendiri, bukan nama panggung yang dibuat oleh grup,” tegas Fanny dengan nada kesal.

Dalam kicauannya, Fanny juga merespons salah satu pengguna akun X yang mengaku menjadi korban dari salah satu pihak terkait di Soegi Bornean.

“MBA aku pernah sama lelaki tua itu dijanjikan dinikahin, udah sampai ngasih hadiah ultah, mau ke rumah ketemu ortu dll. Terus kita VC kebetulan aku lagi jerawatan, eh dia ngomong ‘kok jadi gitu mukanya.’ Sakit banget. Habis itu dia ngejauh, wkwk. Masih ada lagi buktinya. Sekarang dia sudah nikah, ya semoga istrinya nggak digituin dah,” kata pengguna X dengan nama akun “@sarimiisigu**.

Akun tersebut mengungkapkan pengalaman buruknya, yang kemudian ditanggapi oleh Fanny dengan pesan penuh semangat. “Maafkan kalau kamu harus mengalami itu, peluk!,” tulis Fanny, menunjukkan solidaritasnya terhadap korban yang merasakan ketidakadilan serupa.

Penyanyi berusia 25 tahun ini juga membeberkan kondisi hidup salah satu pencipta lagu hit mereka, “Asmaralibrasi.” Meskipun lagu tersebut sempat viral di awal tahun 2020-an dan dikenal luas oleh publik, pencipta lagunya justru hidup dalam kesulitan finansial.

Baca juga: Hoobastank memanaskan panggung konser The Script di Indonesia 2025
Baca juga: Terkait wacana cukai tiket konser dan ponsel, ini klarifikasi DJBC

Fanny mengungkapkan bahwa di balik popularitas lagu itu, penciptanya harus berjuang keras hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, bahkan sampai meminjam uang untuk biaya pendidikan anak.

"Bayangin aja, lagu Asma ini yang kalian dengar di mana-mana, penciptanya sampai minjem uang untuk bayar sekolah anaknya. Nominal dari royalti lagu ini nggak main-main, setengah miliar lebih ada, tapi justru orang-orang yang nggak punya hak dapat paling banyak dan nggak transparan," tulis Fanny dalam salah satu kicauannya di X, Selasa (8/9).

Diketahui bahwa pencipta lagu “Asmaralibrasi” adalah Fanny Soegi bersama Dhimas Tirta Franata, yang lebih dikenal sebagai Dimectirta. Keduanya adalah sosok di balik lagu yang kini menjadi anthem bagi banyak pendengar, namun ironisnya, mereka justru tidak mendapatkan hak yang semestinya.

Fanny mengaku geram melihat orang-orang yang tidak berhak atas uang tersebut justru hidup mewah, sementara mereka yang berjasa menciptakan lagu-lagu hits justru hidup dalam keterbatasan.

Ia menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya tentang uang, tetapi juga tentang hati nurani dan keadilan. Baginya, hal yang paling menyakitkan adalah melihat karya yang sudah mereka perjuangkan justru tidak membawa kesejahteraan bagi penciptanya.

Ungkapan Fanny ini pun memancing berbagai reaksi dari netizen. Banyak yang merasa simpati dan mendukungnya, menganggap bahwa ketidakadilan dalam industri musik harus segera diatasi.

Baca juga: Putri Ariani memukau penonton di pergelaran Powerful Indonesia
Baca juga: Keluarga korban meninggal pertunjukan JKT48 keberatan makam dibongkar

“Kak semangat, makin bersuara makin banyak yang tahu, orang juga pasti bisa nilai,” ujar @gin**.

“Makasih, Mbak Fanny, sudah bersuara tentang hal ini. Kami bersamamu, Mbak, nggak sendirian,” tambah @boredmomsdail**, yang memberikan dukungan atas tindakan Fanny.

Saat ini, Fanny tetap teguh pada pendiriannya untuk mengungkap kebenaran demi keadilan bagi pencipta lagu yang selama ini terpinggirkan.

Fanny berharap agar suaranya dapat menjadi pemicu perubahan dalam industri musik Indonesia, khususnya terkait transparansi royalti dan penghargaan terhadap para kreator di balik layar.
 

Menteri Parekraf kaji ulang urgensi tarif cukai tiket konser

 

Pewarta: Vonza Nabilla Suryawan

Editor : Anom Prihantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024