Jakarta (Antara) - Pembebasan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata di wilayah perairan Filipina patut diapresiasi, kata pengamat intelijen Susaningtyas N.H. Kertopati.

"Kita harus apresiasi pembebasan 10 WNI ini meski masih tersisa empat WNI yang belum dibebaskan," kata Susaningtyas ketika dikonfirmasi di Jakarta, Minggu malam.

Pemerintah Indonesia, lanjut dia, masih dilema apakah perlu menebus sandera dengan uang sesuai dengan permintaan atau dengan lobi, baik aktivitas senyap intelijen maupun terbuka.

"Ini tidak mudah karena masalah nyawa WNI. Saya yakin pemerintah dalam memulangkan sandera ini adalah dengan tim kerja beranggotakan Kemenlu, TNI, Polri, dan BIN yang menggunakan proses diplomasi," kata Nuning sapaan Susaningtyas.

Mantan anggota Komisi I DPR RI ini berharap pembebasan sandera ini dalam pelaksanaannya tak dipolitisasi oleh berbagai pihak.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengapresiasi keberhasilan membebaskan 10 WNI itu. Namun, mengingat ada dugaan perusahaan membayar tebusan yang diminta, pemerintah perlu bersikap.

Pemerintah harus menegaskan bahwa pemerintah tidak melakukan pembayaran apa pun kepada para penyandera. Kalaupun ada pembayaran, hal tersebut dilakukan oleh perusahaan tanpa sepengetahuan pemerintah.

"Pemerintah perlu melakukan klarifikasi ini agar publik paham bahwa pemerintah tidak kalah ketika berhadapan dengan para penyandera," katanya.

Hal yang sama perlu disampaikan ke negara-negara yang warganya turut disandera. Hal ini karena tindakan perusahaan yang membayar tebusan akan memengaruhi upaya negara tersebut dalam membebaskan para warga yang disandera.

"Pemerintah harus tetap memikirkan empat sandera yang belum dibebaskan. Dalam pembebasan sandera ini pemerintah menghadapi dilema jika perusahaan keempat warga ini tidak mau melakukan pembayaran tebusan," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah perlu mengumumkan dan mengimbau agar kapal-kapal berbendera Indonesia ataupun ABK WNI yang bekerja di kapal berbendera asing untuk tidak melewati jalur-jalur laut yang masih dikuasai oleh pemberontak Abu Sayyaf.

Hal itu karena pembayaran dari perusahaan menjadikan kapal berbendera Indonesia atau ABK WNI menjadi sasaran empuk bagi para pemberontak Abu Sayyaf untuk mendapatkan uang tebusan.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016