Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah merampungkan pemantauan kasus meninggalnya Vina dan Eki di Cirebon, Jawa Barat, dengan menghasilkan tiga kesimpulan dan sejumlah poin rekomendasi bagi empat kementerian/lembaga.
"Pemantauan telah dilakukan dengan meminta keterangan saksi-saksi, kuasa hukum para terdakwa, ahli digital forensik, ahli forensik, dokter forensik, para terpidana di rutan/lapas di Bandung, para penyidik di Polresta Cirebon dan Polda Jawa Barat, dan melakukan tinjauan lapangan di Bandung dan Cirebon," ucap Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Dari hasil pemantauan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM menyimpulkan ada tiga jenis pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Pertama, pelanggaran hak atas bantuan hukum.
Baca juga: Saka Tatal penuhi panggilan Bareskrim, bongkar dugaan kesaksian palsu pembunuhan Vina
Menurut Komnas HAM, berdasarkan keterangan dari para terpidana dan kuasa hukumnya, para terdakwa tidak didampingi advokat pada tingkat pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan di Polresta Cirebon pada akhir Agustus–Oktober 2016.
"Absennya hak atas bantuan hukum juga terkonfirmasi berdasarkan Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar dan Sie Propam Polresta Cirebon pada sekitar Maret 2017," imbuh Uli.
Kedua, pelanggaran hak atas bebas dari penyiksaan. Komnas HAM mendapat pengakuan dari para terpidana bahwa mereka mengalami penyiksaan atau perlakuan lainnya ketika penahanan dan penangkapan di Polresta Cirebon.
Baca juga: Kuasa hukum: Saka Tatal diperiksa Bareskrim besok Selasa 13 Agustus
"Hal tersebut terkonfirmasi berdasarkan Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar Sie Propam Polres Cirebon pada sekitar Maret 2017," kata Uli menjelaskan.
Selain itu, Komnas HAM menyebut foto yang beredar di media sosial pada awal tahun 2016 yang memperlihatkan kondisi para terdakwa telah dikonfirmasi keasliannya oleh ahli digital forensik.
Ketiga, pelanggaran hak terdakwa bebas dari tindakan penangkapan sewenang-wenang. Menurut Komnas HAM, para terdakwa tidak mendapatkan surat penangkapan dan pemberitahuan kepada keluarga ketika proses penangkapan oleh Unit Narkoba Polresta Cirebon pada akhir Agustus 2016.
"Para terdakwa ditangkap bukan dalam konteks tertangkap tangan. Keluarga pada terdakwa tidak mengetahui penangkapan pada terdakwa tersebut," ucap Uli.
Atas dasar itu, Komnas HAM merekomendasikan sejumlah poin kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat.
Kepada Kapolri, Komnas HAM merekomendasikan untuk mengevaluasi dan memeriksa jajaran Polda Jawa Barat dan Polres Cirebon terkait dugaan proses penangkapan terpidana tewasnya Vina dan Eki yang tidak sesuai prosedur.
Selain itu, Komnas juga merekomendasikan agar Kapolri mengevaluasi dan memeriksa jajaran Polda Jawa Barat dan Polres Cirebon terkait dugaan penyiksaan dan kekerasan yang menimbulkan luka-luka terhadap terpidana.
Baca juga: Lemkapi minta semua pihak tahan diri terkait kasus Vina
Kemudian, Komnas HAM merekomendasikan Kapolri untuk menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana mendapatkan pendampingan dan bantuan hukum, serta jaminan akses untuk bertemu pihak keluarga maupun kuasa hukumnya.
Turut direkomendasikan pula kepada Kapolri untuk menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana terbebas dari segala tindakan penyiksaan, penghukuman atas perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
Terakhir, Komnas HAM merekomendasikan Kapolri untuk memastikan pelindungan dan pemenuhan hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap keluarga Vina dan Eki dalam upaya hukum.
Lebih lanjut, Komnas HAM merekomendasikan LPSK untuk menjamin terpenuhinya hak-hak perlindungan terhadap para saksi, korban, dan memberikan layanan penyembuhan trauma kepada keluarga korban maupun saksi, serta memberikan perlindungan keamanan.
"Menjamin terpenuhinya hak-hak atas rasa aman terhadap para saksi dan pihak-pihak lainnya yang berkaitan dengan peristiwa ini," sambung Uli mengenai rekomendasi kepada LPSK.
Baca juga: Dedi Mulyadi jadi saksi dalam sidang PK Saka Tatal
Sementara itu, Komnas HAM merekomendasikan Kompolnas untuk mengawasi dan mengevaluasi seluruh proses upaya hukum terkait kasus ini, baik yang sudah berjalan pada tahun 2016 maupun yang saat ini masih berjalan.
Di sisi lain, kepada Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, Komnas HAM merekomendasikan untuk memastikan terpenuhinya hak-hak para terpidana mendapatkan bantuan hukum, serta jaminan akses bertemu dengan pihak keluarga maupun kuasa hukumnya.
"Menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana untuk terbebas dari segala tindakan penyiksaan, penghukuman atas perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya selama menjalani masa tahanan," pungkas Uli terkait rekomendasi Kanwil Kemenkumham Jawa Barat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024
"Pemantauan telah dilakukan dengan meminta keterangan saksi-saksi, kuasa hukum para terdakwa, ahli digital forensik, ahli forensik, dokter forensik, para terpidana di rutan/lapas di Bandung, para penyidik di Polresta Cirebon dan Polda Jawa Barat, dan melakukan tinjauan lapangan di Bandung dan Cirebon," ucap Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Dari hasil pemantauan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM menyimpulkan ada tiga jenis pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Pertama, pelanggaran hak atas bantuan hukum.
Baca juga: Saka Tatal penuhi panggilan Bareskrim, bongkar dugaan kesaksian palsu pembunuhan Vina
Menurut Komnas HAM, berdasarkan keterangan dari para terpidana dan kuasa hukumnya, para terdakwa tidak didampingi advokat pada tingkat pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan di Polresta Cirebon pada akhir Agustus–Oktober 2016.
"Absennya hak atas bantuan hukum juga terkonfirmasi berdasarkan Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar dan Sie Propam Polresta Cirebon pada sekitar Maret 2017," imbuh Uli.
Kedua, pelanggaran hak atas bebas dari penyiksaan. Komnas HAM mendapat pengakuan dari para terpidana bahwa mereka mengalami penyiksaan atau perlakuan lainnya ketika penahanan dan penangkapan di Polresta Cirebon.
Baca juga: Kuasa hukum: Saka Tatal diperiksa Bareskrim besok Selasa 13 Agustus
"Hal tersebut terkonfirmasi berdasarkan Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar Sie Propam Polres Cirebon pada sekitar Maret 2017," kata Uli menjelaskan.
Selain itu, Komnas HAM menyebut foto yang beredar di media sosial pada awal tahun 2016 yang memperlihatkan kondisi para terdakwa telah dikonfirmasi keasliannya oleh ahli digital forensik.
Ketiga, pelanggaran hak terdakwa bebas dari tindakan penangkapan sewenang-wenang. Menurut Komnas HAM, para terdakwa tidak mendapatkan surat penangkapan dan pemberitahuan kepada keluarga ketika proses penangkapan oleh Unit Narkoba Polresta Cirebon pada akhir Agustus 2016.
"Para terdakwa ditangkap bukan dalam konteks tertangkap tangan. Keluarga pada terdakwa tidak mengetahui penangkapan pada terdakwa tersebut," ucap Uli.
Atas dasar itu, Komnas HAM merekomendasikan sejumlah poin kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat.
Kepada Kapolri, Komnas HAM merekomendasikan untuk mengevaluasi dan memeriksa jajaran Polda Jawa Barat dan Polres Cirebon terkait dugaan proses penangkapan terpidana tewasnya Vina dan Eki yang tidak sesuai prosedur.
Selain itu, Komnas juga merekomendasikan agar Kapolri mengevaluasi dan memeriksa jajaran Polda Jawa Barat dan Polres Cirebon terkait dugaan penyiksaan dan kekerasan yang menimbulkan luka-luka terhadap terpidana.
Baca juga: Lemkapi minta semua pihak tahan diri terkait kasus Vina
Kemudian, Komnas HAM merekomendasikan Kapolri untuk menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana mendapatkan pendampingan dan bantuan hukum, serta jaminan akses untuk bertemu pihak keluarga maupun kuasa hukumnya.
Turut direkomendasikan pula kepada Kapolri untuk menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana terbebas dari segala tindakan penyiksaan, penghukuman atas perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
Terakhir, Komnas HAM merekomendasikan Kapolri untuk memastikan pelindungan dan pemenuhan hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap keluarga Vina dan Eki dalam upaya hukum.
Lebih lanjut, Komnas HAM merekomendasikan LPSK untuk menjamin terpenuhinya hak-hak perlindungan terhadap para saksi, korban, dan memberikan layanan penyembuhan trauma kepada keluarga korban maupun saksi, serta memberikan perlindungan keamanan.
"Menjamin terpenuhinya hak-hak atas rasa aman terhadap para saksi dan pihak-pihak lainnya yang berkaitan dengan peristiwa ini," sambung Uli mengenai rekomendasi kepada LPSK.
Baca juga: Dedi Mulyadi jadi saksi dalam sidang PK Saka Tatal
Sementara itu, Komnas HAM merekomendasikan Kompolnas untuk mengawasi dan mengevaluasi seluruh proses upaya hukum terkait kasus ini, baik yang sudah berjalan pada tahun 2016 maupun yang saat ini masih berjalan.
Di sisi lain, kepada Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, Komnas HAM merekomendasikan untuk memastikan terpenuhinya hak-hak para terpidana mendapatkan bantuan hukum, serta jaminan akses bertemu dengan pihak keluarga maupun kuasa hukumnya.
"Menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana untuk terbebas dari segala tindakan penyiksaan, penghukuman atas perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya selama menjalani masa tahanan," pungkas Uli terkait rekomendasi Kanwil Kemenkumham Jawa Barat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024