Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Kapolda NTT) Inspektur Jenderal Daniel Tahi Monang Silitonga membeberkan lima pelanggaran yang dilakukan oleh mantan Kaur Bin Ops (KBO) Reskrim Polresta Kupang Kota Ipda Rudy Soik hingga akhirnya dijatuhi sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

"Itu lah yang disidangkan dan diputuskan untuk Ipda Rudy Soik, tidak layak dipertahankan menjadi anggota Polri," kata Daniel Tahi Monang Silitonga dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Dia menuturkan bahwa kejadian bermula saat dilakukannya penertiban terhadap polisi dan polwan yang diduga melakukan pelanggaran etik, yakni memasuki tempat hiburan karaoke saat jam kerja pada 25 Juni 2024.

Dari tindakan Operasi Tangkap Tangan (OTT), Propam menemukan empat anggota Polri saat kejadian tersebut, yakni Ipda Rudy Soik, eks Kasat Reskrim Polresta Kupang AKP Yohanes Suardi, Ipda Lusiana Lado, dan Brigpol Jean E. Reke

"Ketika ditangkap mereka sedang duduk berpasangan melaksanakan hiburan, kemudian minum-minuman beralkohol," ujarnya.

Baca juga: Pemecatan Rudy Soik jadi sorotan DPR, Rahayu Saraswati siap angkat kasus ke Presiden Prabowo

Atas kejadian tersebut, dia mengatakan tiga anggota yang disidangkan menerima putusan sidang berupa permintaan maaf kepada institusi dan penempatan khusus selama tujuh hari. Namun, Ipda Rudy Soik tidak menerima dan mengajukan banding.

"Atasannya, Kasat Reskrim yang sama-sama di OTT mengakui bahwa itu perbuatan salah, tetapi Ipda Rudy Soik melawan, bahkan dengan sebut 'Siapa pun akan saya lawan termasuk Tuhan', itu saya dengar," tuturnya.

Ipda Rudy Soik, kata dia, lalu dijatuhi putusan yang memberatkan dan menambah putusan sebelumnya karena hakim menilai memori banding yang diberikan menyimpang dan tidak kooperatif, yakni berupa permintaan maaf dan penempatan khusus selama 14 hari, serta demosi selama tiga tahun.

Ipda Rudy Soik, lanjut dia, kembali mengajukan banding, dan hukumannya justru kembali ditambah, yakni berupa penambahan hukuman demosi dari tiga tahun menjadi lima tahun.

Baca juga: Polri tegaskan tak menolak laporan rumah judi jadi sponsor klub

Dia menyebut setelah peristiwa OTT di tempat karaoke tersebut, Ipda Rudy Soik pun dengan sengaja menciptakan kondisi dan situasi untuk melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga mafia BBM.

"Jadi pagi tertangkap, sore langsung inisiatif sendiri mengajukan kepada Kapolres Surat Perintah penyelidikan terhadap mafia BBM," tuturnya.

Dia lantas berkata, "Menjadi lucu dalam penelitian para hakim dan pemeriksa bahwa tindakan yang dilakukan oleh Ipda Rudy Soik ini hanya untuk mem-framing bahwa dia tidak bersalah, dan selalu mengakui bahwa tindakan yang di karaoke ini adalah dalam rangka anev (analisa dan evaluasi) kasus BBM."

Kemudian, dia menyebut Ipda Rudy Soik memfitnah pula anggota Propam yang menangani perkara tersebut, yaitu menerima uang setoran dari pelaku BBM.

"Anggota Propam ini juga tidak menerima dan membuat laporan polisi, mengadukan Ipda RS dan itu diproses juga, setelah diproses disidangkan bahwa Ipda Rudy Soik tidak mengakui menyebutkan itu, tetapi itu ada rekaman-nya dan akhirnya didisiplinkan dengan hukumannya adalah perbuatan itu perbuatan tercela," katanya.

Saat proses pemeriksaan perkara tersebut, dia mengatakan bahwa Ipda Rudy Soik pun ditemukan meninggalkan tugas dan tidak berada di Kupang, NTT, melainkan dari pengecekan yang dilakukan berada di Jakarta.

Baca juga: Aktivis laporkan Uya Kuya-Kamaruddin terkait "Polisi Pengabdi Mafia"

Dia lantas menuturkan Ipda Rudy Soik hengkang dari pemeriksaan Propam dengan tidak masuk berturut-turut selama tiga hari, sehingga menyulitkan kelanjutan perkara tersebut.

"Dan diperiksa lagi dibuat laporan lagi pelanggaran disiplin karena tidak masuk dinas selama tiga hari berturut-turut, dan diputuskan itu merupakan pelanggaran hukum disiplin, merupakan perbuatan tercela," ucapnya.

Adapun pelanggaran terakhir, tambah dia, Ipda Rudy Soik dianggap melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur dengan melakukan pemasangan garis polisi (Police Line) terhadap sejumlah drum kosong di tempat yang diduga penampungan BBM ilegal di Kupang, NTT.

"Itulah kasus yang kelima, pelanggaran SOP yang melakukan tindakan penyidikan tanpa administrasi penyidikan dan tanpa prosedur yang dikenakan tindakan KKEP (Komisi Kode Etik Profesi Polri )," ucap dia.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024