Memiliki kulit putih dan badan sehat saat ini menjadi dambaan setiap insan. Berbagai perawatan dengan biaya mahal pun dilakoni seperti oleh para artis atau pesohor kaya lainnya. Bagi selebritas, hal ini wajar karena tubuh mereka adalah modal kerja agar bisa tetap mendulang pundi-pundi rupiah.
Namun, bagi masyarakat pemilik kantong dengan isi pas-pasan yang ingin kulitnya putih dan sehat, hal itu seolah hanya menjadi menjadi cita-cita semata mengingat biaya perawatan berikut obat-obatan, vitamin, dan kosmetik pendukung lainnya tak kenal kompromi.
Imbas dari itu, kini marak iklan produk kosmetik ataupun obat-obatan, yang menjanjikan bisa mengubah kulit menjadi mulus atau badan bugar, kini beredar di berbagai platform media sosial atau situs jual beli daring.
Bagi produsen kosmetik atau obat-obatan nakal, kondisi ini seolah menjadi peluang bisnis menjanjikan karena peluang untungnya besar, dengan modal sedikit tapi bisa untung selangit. Mereka memproduksi berbagai produk tersebut dengan bahan-bahan kimia berbahaya ilegal dan tanpa izin edar sehingga harga jualnya pun jauh lebih murah.
Bagi konsumen dengan duit pas-pasan dan maunya instan untuk mendapatkan badan sehat, produk obat maupun kosmetik dengan harga murah itu membuat mereka tergiur, termasuk di Riau yang masyarakatnya juga mengikuti perkembangan tren terkini.
Kolaborasi
Banyaknya produsen obat dan pangan nakal dan tidak bertanggungjawab tersebut membuat BBPOM di Pekanbaru serta aparat terkait lainnya geram.
Belum lama ini, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Pekanbaru menyelenggarakan grup diskusi terarah (FGD) dengan Kepolisian, Bea Cukai, Karantina Pertanian, Aviation Security (Avsec), Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dan instansi terkait lain guna meningkatkan sinergi kolaborasi pengawasan serta pemberantasan obat dan makanan ilegal.
"Obat dan makanan memiliki peran penting dan strategis terkait aspek kesehatan, ekonomi, ketahanan nasional dan daya saing bangsa," kata Kepala BBPOM di Pekanbaru Alex Sander.
Provinsi Riau memiliki letak geografis yang strategis, berada di jalur perdagangan Selat Malaka serta berdekatan dengan Malaysia dan Singapura. Tentunya, selain dampak positif pada geliat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau juga terdapat sisi negatif dengan potensi masuknya produk obat dan makanan ilegal yang berisiko terhadap kesehatan, termasuk kerugian negara dari sektor pajak dan lainnya.
Tentunya, untuk mewujudkan ketersediaan obat dan makanan yang aman, bermutu, dan berkhasiat atau bermanfaat, Badan POM tidak dapat bekerja sendiri (single player) sehingga dibutuhkan peran aktif dan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan.
Terlebih lagi, permintaan masyarakat yang masih tinggi terhadap produk obat dan makanan ilegal membuat modus masuknya produk ilegal menjadi semakin kompleks dan beragam, termasuk penjualan secara daring yang susah dibendung.
Oleh karena itu, perlu penyamaan persepsi bahwa kejahatan di produk obat dan makanan merupakan sebuah tindak kriminal luar biasa yang membutuhkan sinergi dan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan dalam pemberantasannya.
BBPOM di Pekanbaru sendiri mengakui mereka memiliki keterbatasan melakukan pengawasan ataupun penindakan kejahatan di bidang obat dan makanan, utamanya pada wilayah perbatasan (pelabuhan laut dan udara). Selain harus diimbangi dengan penguatan kompetensi sumber daya manusia, juga harus mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan di jalur pintu masuk perbatasan, seperti Bea Cukai, Karantina, Kepolisian, Avsec, KKP, dan lainnya.
Dalam pertemuan tersebut akhirnya menghasilkan sejumlah rekomendasi, antara lain, pembentukan seaport/airport interdiction (gugus tugas pelabuhan laut/udara). Untuk langkah awal akan dilakukan penempatan petugas BBPOM di Pekanbaru di Bandara Udara Sultan Syarif Kasim (SSK) II di Pekanbaru yang tergabung bersama Bea Cukai.
Selanjutnya, adanya tukar-menukar data atau informasi terkait masuknya obat dan makanan ilegal atau barang bawaan penumpang atau dikenal dengan jasa titip yang jumlahnya di luar batas kewajaran.
Kemudian, kegiatan joint investigation/joint operation (investigasi/operasi terpadu dengan kepolisian, pihak karantina, bea cukai. Sebagai bentuk sinergitas tersebut kemudian melakukan penyidikan bersama dengan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada kementerian/lembaga lain sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.
Berbagai langkah di atas diharapkan bisa mengurangi peredaran obat, kosmetik, atau produk pangan ilegal yang masuk ke wilayah Provinsi Riau. Hal ini diharapkan pula bisa disikapi serius dengan mengesampingkan ego sektoral demi mencapai tujuan bersama, yakni antara lain melindungi konsumen dari produk ilegal serta meningkatkan pendapatan negara.
Penggerebekan pabrik jamu ilegal
Hasil dari diskusi grup terfokus tersebut membuahkan hasil. Sore itu, pada 10 Oktober 2024, Tim Gabungan dari PPNS BBPOM di Pekanbaru bersama Polda Riau, Kejaksaan Tinggi Riau, Dinas Kesehatan Provinsi Riau, dan Satpol PP menggerebek sebuah rumah di Jalan Swadaya, Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, yang diduga kuat memproduksi jamu tradisional ilegal.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Pekanbaru Alex Sander mengatakan rumah tersebut selama dijadikan sebagai tempat produksi obat tradisional tanpa izin edar Badan POM dan juga mengandung bahan kimia obat. Hasil produksi selama ini didistribusikan di berbagai wilayah Provinsi Riau.
Ratusan botol jamu dan obat ilegal bernilai miliaran rupiah disita petugas gabungan dari rumah tipe 36 itu.
Sejumlah barang bukti berupa bahan baku dan peralatan yang digunakan untuk membuat jamu oplosan yang mengandung bahan kimia obat ini diamankan. Produk jamu dan obat ilegal tanpa izin edar ini diduga mengandung bahan kimia seperti parasetamol dan deksametason.
Pabrik rumahan ini ternyata sudah memproduksi jamu ilegal selama 9 bulan, dan dalam sebulan mampu memproduksi 2.400 sampai 4.800 botol jamu. Dari hasil penjualan jamu ilegal ini nilainya bisa mencapai Rp2,4 miliar.
Produsen obat-obatan ilegal itu bisa dijerat dengan Undang-Undang Kesehatan atau Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Berkaca dari temuan dan penyitaan produk obat dan makanan ilegal di berbagai daerah, masyarakat seharusnya lebih berhati-hati dalam memilik produk untuk dikonsumsi atau digunakan agar tidak membahayakan diri.
Konsumsi secara terus-menerus obat bahan alam tanpa izin edar atau mengandung bahan kimia sangat berisiko bagi kesehatan, bisa mengakibatkan kerusakan organ tubuh, seperti gagal ginjal, kerusakan hati, dan gangguan kesehatan lainnya hingga menyebabkan kematian.
Oleh karena itu, masyarakat selaku konsumen jangan pernah tergiur dengan produk berharga murah yang akhirnya menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Bahkan, justru membutuhkan biaya mahal untuk perawatan dan penyembuhan.
Masyarakat juga harus jeli dan berani melaporkan jika mendapati suatu produk yang mencurigakan ke pihak berwenang agar pelakunya ditindak sekaligus membuat jera produsen nakal lainnya.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024
Namun, bagi masyarakat pemilik kantong dengan isi pas-pasan yang ingin kulitnya putih dan sehat, hal itu seolah hanya menjadi menjadi cita-cita semata mengingat biaya perawatan berikut obat-obatan, vitamin, dan kosmetik pendukung lainnya tak kenal kompromi.
Imbas dari itu, kini marak iklan produk kosmetik ataupun obat-obatan, yang menjanjikan bisa mengubah kulit menjadi mulus atau badan bugar, kini beredar di berbagai platform media sosial atau situs jual beli daring.
Bagi produsen kosmetik atau obat-obatan nakal, kondisi ini seolah menjadi peluang bisnis menjanjikan karena peluang untungnya besar, dengan modal sedikit tapi bisa untung selangit. Mereka memproduksi berbagai produk tersebut dengan bahan-bahan kimia berbahaya ilegal dan tanpa izin edar sehingga harga jualnya pun jauh lebih murah.
Bagi konsumen dengan duit pas-pasan dan maunya instan untuk mendapatkan badan sehat, produk obat maupun kosmetik dengan harga murah itu membuat mereka tergiur, termasuk di Riau yang masyarakatnya juga mengikuti perkembangan tren terkini.
Kolaborasi
Banyaknya produsen obat dan pangan nakal dan tidak bertanggungjawab tersebut membuat BBPOM di Pekanbaru serta aparat terkait lainnya geram.
Belum lama ini, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Pekanbaru menyelenggarakan grup diskusi terarah (FGD) dengan Kepolisian, Bea Cukai, Karantina Pertanian, Aviation Security (Avsec), Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dan instansi terkait lain guna meningkatkan sinergi kolaborasi pengawasan serta pemberantasan obat dan makanan ilegal.
"Obat dan makanan memiliki peran penting dan strategis terkait aspek kesehatan, ekonomi, ketahanan nasional dan daya saing bangsa," kata Kepala BBPOM di Pekanbaru Alex Sander.
Provinsi Riau memiliki letak geografis yang strategis, berada di jalur perdagangan Selat Malaka serta berdekatan dengan Malaysia dan Singapura. Tentunya, selain dampak positif pada geliat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau juga terdapat sisi negatif dengan potensi masuknya produk obat dan makanan ilegal yang berisiko terhadap kesehatan, termasuk kerugian negara dari sektor pajak dan lainnya.
Tentunya, untuk mewujudkan ketersediaan obat dan makanan yang aman, bermutu, dan berkhasiat atau bermanfaat, Badan POM tidak dapat bekerja sendiri (single player) sehingga dibutuhkan peran aktif dan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan.
Terlebih lagi, permintaan masyarakat yang masih tinggi terhadap produk obat dan makanan ilegal membuat modus masuknya produk ilegal menjadi semakin kompleks dan beragam, termasuk penjualan secara daring yang susah dibendung.
Oleh karena itu, perlu penyamaan persepsi bahwa kejahatan di produk obat dan makanan merupakan sebuah tindak kriminal luar biasa yang membutuhkan sinergi dan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan dalam pemberantasannya.
BBPOM di Pekanbaru sendiri mengakui mereka memiliki keterbatasan melakukan pengawasan ataupun penindakan kejahatan di bidang obat dan makanan, utamanya pada wilayah perbatasan (pelabuhan laut dan udara). Selain harus diimbangi dengan penguatan kompetensi sumber daya manusia, juga harus mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan di jalur pintu masuk perbatasan, seperti Bea Cukai, Karantina, Kepolisian, Avsec, KKP, dan lainnya.
Dalam pertemuan tersebut akhirnya menghasilkan sejumlah rekomendasi, antara lain, pembentukan seaport/airport interdiction (gugus tugas pelabuhan laut/udara). Untuk langkah awal akan dilakukan penempatan petugas BBPOM di Pekanbaru di Bandara Udara Sultan Syarif Kasim (SSK) II di Pekanbaru yang tergabung bersama Bea Cukai.
Selanjutnya, adanya tukar-menukar data atau informasi terkait masuknya obat dan makanan ilegal atau barang bawaan penumpang atau dikenal dengan jasa titip yang jumlahnya di luar batas kewajaran.
Kemudian, kegiatan joint investigation/joint operation (investigasi/operasi terpadu dengan kepolisian, pihak karantina, bea cukai. Sebagai bentuk sinergitas tersebut kemudian melakukan penyidikan bersama dengan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada kementerian/lembaga lain sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.
Berbagai langkah di atas diharapkan bisa mengurangi peredaran obat, kosmetik, atau produk pangan ilegal yang masuk ke wilayah Provinsi Riau. Hal ini diharapkan pula bisa disikapi serius dengan mengesampingkan ego sektoral demi mencapai tujuan bersama, yakni antara lain melindungi konsumen dari produk ilegal serta meningkatkan pendapatan negara.
Penggerebekan pabrik jamu ilegal
Hasil dari diskusi grup terfokus tersebut membuahkan hasil. Sore itu, pada 10 Oktober 2024, Tim Gabungan dari PPNS BBPOM di Pekanbaru bersama Polda Riau, Kejaksaan Tinggi Riau, Dinas Kesehatan Provinsi Riau, dan Satpol PP menggerebek sebuah rumah di Jalan Swadaya, Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, yang diduga kuat memproduksi jamu tradisional ilegal.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Pekanbaru Alex Sander mengatakan rumah tersebut selama dijadikan sebagai tempat produksi obat tradisional tanpa izin edar Badan POM dan juga mengandung bahan kimia obat. Hasil produksi selama ini didistribusikan di berbagai wilayah Provinsi Riau.
Ratusan botol jamu dan obat ilegal bernilai miliaran rupiah disita petugas gabungan dari rumah tipe 36 itu.
Sejumlah barang bukti berupa bahan baku dan peralatan yang digunakan untuk membuat jamu oplosan yang mengandung bahan kimia obat ini diamankan. Produk jamu dan obat ilegal tanpa izin edar ini diduga mengandung bahan kimia seperti parasetamol dan deksametason.
Pabrik rumahan ini ternyata sudah memproduksi jamu ilegal selama 9 bulan, dan dalam sebulan mampu memproduksi 2.400 sampai 4.800 botol jamu. Dari hasil penjualan jamu ilegal ini nilainya bisa mencapai Rp2,4 miliar.
Produsen obat-obatan ilegal itu bisa dijerat dengan Undang-Undang Kesehatan atau Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Berkaca dari temuan dan penyitaan produk obat dan makanan ilegal di berbagai daerah, masyarakat seharusnya lebih berhati-hati dalam memilik produk untuk dikonsumsi atau digunakan agar tidak membahayakan diri.
Konsumsi secara terus-menerus obat bahan alam tanpa izin edar atau mengandung bahan kimia sangat berisiko bagi kesehatan, bisa mengakibatkan kerusakan organ tubuh, seperti gagal ginjal, kerusakan hati, dan gangguan kesehatan lainnya hingga menyebabkan kematian.
Oleh karena itu, masyarakat selaku konsumen jangan pernah tergiur dengan produk berharga murah yang akhirnya menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Bahkan, justru membutuhkan biaya mahal untuk perawatan dan penyembuhan.
Masyarakat juga harus jeli dan berani melaporkan jika mendapati suatu produk yang mencurigakan ke pihak berwenang agar pelakunya ditindak sekaligus membuat jera produsen nakal lainnya.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024