Indonesia dinilai sangat layak menjadi rujukan utama bagi seluruh negara di dunia untuk mengembangkan sistem peringatan dini bencana tsunami yang berbasis teknologi dan kearifan masyarakat lokal.
Pernyataan tersebut diungkapkan Temily Isabella Baker, selaku praktisi dari Divisi Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Pengurangan Risiko Bencana UN ESCAP saat ditemui disela acara "Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium" di Balee Meuseuraya Kota Banda Aceh, Minggu.
Menurut Temily, pengalaman Indonesia dalam menerapkan inovasi teknologi peringatan bencana yang sesuai dengan kondisi masyarakat sangat bernilai bagi dunia, seperti Ina-TEWS (Indonesia Early Warning System) dan beberapa inovasi lainnya yang diciptakan peneliti muda Indonesia.
Bagi Temily, inovasi teknologi tersebut tidak hanya dikaguminya karena menjadi andalan untuk menunjang kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana tsunami di wilayah Indonesia dan negara sekitarnya, tapi karena masyarakat yang tersebar di berbagai pulau juga dilatih untuk merespons informasi potensi bencana yang disiarkan oleh sistem.
Hal itu dapat dibuktikan melalui pembentukan banyak komunitas masyarakat desa siaga tsunami di berbagai daerah, khususnya pesisir barat Aceh, daerah yang termasuk paling terdampak tsunami Samudera Hindia pada tahun 2004.
"Ini termasuk kemampuan adaptasi yang baik, karena memungkinkan peringatan tetap berfungsi di wilayah yang kekurangan akses internet atau listrik," kata dia.
Oleh karena itu praktisi organisasi nirlaba engineers without borders Australia itu menilai bagi negara yang baru mau mengembangkan ataupun mau untuk menyempurnakan sistem peringatan bencana tsunami yang sudah ada, dapat belajar dari Indonesia.
“Saya menilai banyak yang bisa kita pelajari dari teknologi dan pengetahuan di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun lokal. Simposium ini juga membawa saya mengunjungi Aceh yang mengajarkan pentingnya menghormati budaya lokal dan ketangguhan menghadapi bencana,” ujarnya.
Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium merupakan acara yang diinisiasi UNESCO-IOC bersama Pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memperingati 20 tahun peristiwa tsunami Aceh 2004.
Sebanyak 1.000 peserta, termasuk ilmuwan, ahli kebencanaan dari 54 negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Spanyol, Italia, India, Bangladesh, China, India, dan komunitas masyarakat sadar bencana nasional, berkumpul dan terlibat aktif membahas penguatan strategi mitigasi bencana tsunami berbasis teknologi dan masyarakat dalam simposium yang digelar di Banda Aceh, Aceh, pada 10-14 November 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024
Pernyataan tersebut diungkapkan Temily Isabella Baker, selaku praktisi dari Divisi Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Pengurangan Risiko Bencana UN ESCAP saat ditemui disela acara "Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium" di Balee Meuseuraya Kota Banda Aceh, Minggu.
Menurut Temily, pengalaman Indonesia dalam menerapkan inovasi teknologi peringatan bencana yang sesuai dengan kondisi masyarakat sangat bernilai bagi dunia, seperti Ina-TEWS (Indonesia Early Warning System) dan beberapa inovasi lainnya yang diciptakan peneliti muda Indonesia.
Bagi Temily, inovasi teknologi tersebut tidak hanya dikaguminya karena menjadi andalan untuk menunjang kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana tsunami di wilayah Indonesia dan negara sekitarnya, tapi karena masyarakat yang tersebar di berbagai pulau juga dilatih untuk merespons informasi potensi bencana yang disiarkan oleh sistem.
Hal itu dapat dibuktikan melalui pembentukan banyak komunitas masyarakat desa siaga tsunami di berbagai daerah, khususnya pesisir barat Aceh, daerah yang termasuk paling terdampak tsunami Samudera Hindia pada tahun 2004.
"Ini termasuk kemampuan adaptasi yang baik, karena memungkinkan peringatan tetap berfungsi di wilayah yang kekurangan akses internet atau listrik," kata dia.
Oleh karena itu praktisi organisasi nirlaba engineers without borders Australia itu menilai bagi negara yang baru mau mengembangkan ataupun mau untuk menyempurnakan sistem peringatan bencana tsunami yang sudah ada, dapat belajar dari Indonesia.
“Saya menilai banyak yang bisa kita pelajari dari teknologi dan pengetahuan di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun lokal. Simposium ini juga membawa saya mengunjungi Aceh yang mengajarkan pentingnya menghormati budaya lokal dan ketangguhan menghadapi bencana,” ujarnya.
Second UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium merupakan acara yang diinisiasi UNESCO-IOC bersama Pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memperingati 20 tahun peristiwa tsunami Aceh 2004.
Sebanyak 1.000 peserta, termasuk ilmuwan, ahli kebencanaan dari 54 negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Spanyol, Italia, India, Bangladesh, China, India, dan komunitas masyarakat sadar bencana nasional, berkumpul dan terlibat aktif membahas penguatan strategi mitigasi bencana tsunami berbasis teknologi dan masyarakat dalam simposium yang digelar di Banda Aceh, Aceh, pada 10-14 November 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024