Bengkulu (Antara) - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu menyoroti ketimpangan penguasaan lahan antara pemilik modal dengan warga yang semakin melebar sehingga potensi konflik agraria di wilayah ini diperkirakan semakin tinggi.

"Selama ketimpangan penguasaan lahan ini masih terjadi, maka konflik lahan di Bengkulu akan terus terjadi," kata Direktur Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah, di Bengkulu, Senin.

Ia mengatakan hal itu terkait eksekusi lahan Sahrul Iswandi, warga Desa Lunjuk atas keputusan Pengadilan Negeri (PN) Tais Kabupaten Seluma.

Eksekusi lahan seluas 5,29 hektare itu, setelah PN Tais memenangkan tuntutan PT Sandabi Indah Lestari, perusahaan perkebunan sawit yang mendapatkan lelang hak guna usaha (HGU) perkebunan PT Way Sebayur.

Beni mengatakan eksekusi lahan yang digelar setelah peringatan 17 Agustus 2016 tersebut membuktikan kelalaian pemerintah melindungi hak masyarakat atas tanah atau lahannya.

"Konflik antara masyarakat petani dengan PT Sandabi Indah Lestari sudah berlangsung sejak 2011, dan tidak ada niat pemerintah daerah untuk menuntaskan persoalan ini," kata Beni lagi.

Persoalan lahan antara warga dengan PT Sandabi Indah Lestari (SIL) berawal saat perusahaan itu memenangkan lelang HGU PT Way Sebayur yang sudah telantar.

Lebih 1.000 hektare areal eks HGU PT Way Sebayur tersebut sudah dikuasai masyarakat dengan menanam karet dan kelapa sawit yang saat ini sudah memasuki usia panen.

Menurut Beni, konflik lahan akan terus berlanjut, mengingat penguasaan lahan antara pemilik modal dengan masyarakat semakin timpang.

Ia menjelaskan, luas wilayah Provinsi Bengkulu mencapai 1,9 juta hektare dengan 900 ribu hektare di antaranya merupakan kawasan hutan.

Menurutnya lagi, dari seluas 1 juta hektare tersebut seluas 463 ribu hektare sudah dikuasai pemilik modal dalam bentuk HGU dan kuasa pertambangan.

Karena itu, katanya lagi, dengan jumlah penduduk Provinsi Bengkulu sebanyak 2 juta jiwa, berarti setiap warga hanya mampu mengakses kurang dari 0,8 hektare lahan per jiwa.

"Karena itu, pemerintah harus segera meninjau kembali perizinan HGU dan konsesi pertambangan yang berkonflik dengan masyarakat," kata dia pula.***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016