Bengkulu (Antara) - Akademisi program studi hukum Universitas Hazairin Dwikari Nuristiningsih meminta generasi muda di Provinsi Bengkulu untuk menjauhi dan tidak terlibat tindakan pelecehan simbol negara.

Dwikari Nuristinningsih dalam sebuah seminar di Kota Bengkulu, Kamis, mengatakan belakangan ini, orang dengan mudahnya melakukan tindakan berbahaya seperti pelecehan simbol negara.

"Ini membahayakan kedaulatan negara kita, memecah belah NKRI (Negara Kesatuan republik Indonesia), dan merusak wibawa bangsa di mata dunia," kata dia.

Kurun waktu terakhir banyak yang melakukan pelecehan simbol negara, bahkan tidak hanya masyarakat biasa, publik figur seperti artis pun juga ikut terlibat. Hal itu banyak terjadi terutama di media sosial.

Sementara generasi muda merupakan segmen yang paling rentan ikut terbawa tindakan-tindakan berbahaya, sebab pada periode remaja, mereka secara emosional mudah terprovokasi maupun lemahnya menganalisa dampak dari tindakannya sendiri.

"Ini tidak bisa dibiarkan, jika ada isu yang berkembang harus disikapi dengan etika yang baik bukan dengan melakukan hal berbahaya seperti itu," kata dia lagi.

Apalagi masyarakat saat ini menilai di masa reformasi, setiap orang memiliki hak dan kebebasan untuk bertindak sesuai kehendak mereka sehingga menjadi kebebasan yang kebablasan.

Ditambah lagi, media sosial berkembang pesat, masyarakat menilai berhak mencurahkan apa saja yang dirasakan termasuk melakukan tindakan pelecehan simbol negara.

"Pelecehan simbol negara termasuk tindakan pidana, seperti yang diatur dalam Undang Undang KUHP dan Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 2009," ujarnya.

Dalam undang undang tersebut, yang termasuk simbol negara adalah bendera Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang merupakan jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. ***2***

Pewarta: Boyke LW

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016