Bengkulu (Antara) - Masyarakat adat Rejang di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu, mengusulkan pengelolaan hutan adat seluas 9.000 hektare yang terbagi dalam 11 wilayah pengelolaan setingkat desa yang disebut Kutei di daerah itu.

"Kami tengah mendorong penerbitan peraturan daerah tentang Masyarakat Hukum adat dan Peraturan Bupati tentang tata kelola wilayah adat sebagai persyaratan administrasi penetapan hutan adat," kata Direktur Yayasan Akar Foundation Bengkulu, Erwin Basrin di Bengkulu, Rabu.

Ia mengatakan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Rejang di Kabupaten Lebong sudah masuk dalam prioritas legislasi daerah yang disahkan pada 2017.

Peraturan daerah itu merupakan payung dalam pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Lebong. Peraturan itu akan dilanjutkan dengan penyusunan Peraturan Bupati yang mengatur lebih teknis tentang pengelolaan sumber daya alam.

Di tingkat tapak, Yayasan Akar telah melakukan pemetaan sosial dan praktik tenurial serta pemetaan wilayah adat hingga muncullah unit sosial masyarakat hukum adat lebih dikenal sebutan Kutei itu.

"Kutei ini setingkat desa kalau dalam sistem pemerintahan. Mereka memiliki struktur adat, sistem pengelolaan wilayah adat dan sumber daya di dalamnya," kata Erwin.

Untuk percontohan, Akar mendorong pengakuan masyarakat hukum adat pada 11 Kutei yakni Kutei Embong, Kutei Embong Uram, Kutei Koto Baru, Kutei Plabai, Kutei Talang Donok, Kutei Baru Santan, Kutei Talang Donok I, Kutei Bajak, Kutei Suko Sari, Kutei Talang Ratu dan Kutei Teluk Diyen.

Kawasan hutan yang masuk dalam wilayah hutan adat 11 kutei tersebut saat ini berada dalam wilayah Taman Wisata Alam (TWA) Danau Tes, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dan Cagar Alam Menghijau.

Erwin menambahkan dalam sruktur masyarakat adat Rejang kawasan hutan disebut Imbo. Mereka membagi pengelolaan hutan dalam beberapa istilah seperti, Imbo Lem yang berarti hutan belantara atau hutan larangan.

Dikenal pula istilah Imbo Cadang atau hutan cadangan, Imbo Bujang yakni hutan yang sudah pernah dikelola namun ditinggalkan atau ditelantarkan lebih dari 15 tahun.

Berikutnya Tebo, hutan dengan kemiringan 40 derajat dan berada di bawah bukit, Jamai atau ladang yang telah menghasilkan, Jamai Imbo ladang yang sudah berubah menjadi kebun.***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017