Jakarta (Antara) - Pengamat politik dari Universitas Indonesia Boni Hargens memandang radikalisme saat ini sebagai musuh terbesar masyarakat di Tanah Air.

"Sekarang perang kita bukan lagi melawan Malaysia atau Singapura, melainkan perang melawan ideologi-ideologi yang mengacuhkan kemanusiaan, seperti radikalisme," ujarnya, dalam diskusi bertema Merawat Kebangsaan, digelar di Jakarta, Senin.

Menurut dia, kekuatan asing tidak hanya membawa pengaruh pada aspek ekonomi dan politik di Indonesia.

Namun, Boni juga menilai bahwa radikalisme yang saat ini menyebar di Indonesia, merupakan sebuah ajaran yang ditularkan dari luar negeri.

"Khusus dalam Pilkada DKI Jakarta ini, kami amati banyak sekali propaganda di rumah ibadah dan berbagai komunitas yang terus meneriakkan anti terhadap nonmuslim yang merupakan suatu perlakuan radikal," katanya lagi.

Tindakan tersebut, lanjutnya, merupakan pembelajaran yang sangat buruk untuk generasi ke depan.

"Karena itu, saya menganggap ini ancaman serius bagi eksistensi suatu bangsa," ujar Boni pula.

Karena itu, ia mengajak publik untuk mulai meninggalkan budaya "silent majority", dengan sebagian besar masyarakat hanya memilih diam, walaupun menyadari banyak tindakan radikal.

"Antiradikalisme ini harus kita suarakan. Kalau dari 250 juta penduduk Indonesia, sekitar lima hingga 10 juta merupakan kaum radikal dengan mereka setiap hari berpikir sistematis untuk membuat kekacauan, maka kita 240 juta itu hanya akan tidur nyenyak hingga 'tumbang' semua," kata dia pula.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017