Bengkulu (Antara) - Jalur kereta lori, transportasi umum warga Desa Lebong Tandai menuju Desa Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, tertimbun longsor di kilometer lima dari Desa Lebong Tandai, Jumat (28/4) siang, yang membuat transportasi antar-desa itu terhenti selama dua jam.

"Ada titik longsor di wilayah Gunung Tinggi kalau penamaan masyarakat yang menimbun jalur kereta setinggi tiga meter dan lebar lima meter," kata Zulkifli, sopir motor lori di Lebong Tandai, Jumat.

Ia mengatakan titik longsor itu ditemukan dua sopir motor lori yang hendak menuju Desa Napal Putih. Dua motor lori itu membawa sejumlah penumpang dan puluhan tabung gas untuk diisi ulang di Desa Napal Putih.

Material longsoran berupa tanah dan bongkahan batu besar membuat sopir dan penumpang secara manual memindahkan material dari jalur kereta sehingga perjalanan dapat dilanjutkan.

Pemindahan material longsoran tersebut berlangsung dua jam, kemudian jalur itu dapat dilintasi lagi oleh alat transportasi umum yang merupakan jalur kereta peninggalan kolonial Belanda saat membuka tambang emas di Lebong Tandai.

Irman, seorang sopir lainnya mengatakan ada empat titik longsor yang cukup sering menimbun jalur rel di sepanjang jalur Lebong Tandai-Napal Putih berjarak 33 kilometer.

Tiga titik longsor tersebut antara lain di Gunung Tinggi, Sumpit, Air Klaung dan Jembatan Ronggeng. Satu Longsoran di jembatan ronggeng yang paling parah yang hingga kini belum diperbaiki.

"Longsor di jembatan ronggeng dekat perkebunan PT Alno sudah hampir satu tahun tanpa penanganan. Rencananya akan dibangun oleh perusahaan perkebunan itu," kata Irman.

Di lokasi longsor yang berkisar setengah perjalanan dari Desa Napal Putih menuju Lebong Tandai, penumpang harus turun dan berjalan kaki melintasi tebing longsor untuk berganti lori.

Para sopir dan warga berharap pemerintah memperhatikan akses transportasi satu-satunya warga desa yang berada di pinggir Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) itu.

Desa Lebong Tandai Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara merupakan pusat penambangan emas sejak masa pendudukan kolonial Belanda.

Kejayaan pertambangan emas masih berlanjut sebelum PT Lusang Mining perusahaan dalam negeri berhenti beroperasi pada 1990-an.

Kini, penambangan emas secara tradisional menjadi tumpuan hidup sekitar 310 kepala keluarga warga desa itu.***1***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017