Bengkulu (Antara) - Kelompok masyarakat sipil menyoroti kebijakan pemerintah mengembangkan pembangkit listrik renaga uap batu bara untuk pembangkit listrik, mengingat dampak negatif berupa pencemaran udara dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sektor ini dari hulu hingga hilir.

"Pengembangan energi fosil PLTU mulut tambang masih dominan sehingga komitmen pemerintah mengurangi emisi karbon dari sektor energi sangat layak dipertanyakan," kata Direktur Yayasan Kanopi Bengkulu, Ali Akbar di Bengkulu, Jumat.

Ia mengatakan hal itu terkait rencana usaha pemenuhan tenaga listrik (RUPTL) 2016-2025 di mana wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) khususnya Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan menjadi lokasi sasaran pengembangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara mulut tambang.

Rencana pembangunan PLTU mulut tambang di wilayah Sumbagsel mencapai 6.000 Megawatt (MW) dengan daya terbesar berasal dari Sumatera Selatan mencapai 3.890 MW yang dikembangkan di tujuh lokasi.

"Bisa dibayangkan daya rusak di sektor hulu dimana batu bara itu dikeruk dan di hilir tempat pembakaran akan mendapat udara tercemar," kata dia.

Di wilayah Bengkulu, PLTU batu bara akan dibangun di Pulau Baai, Kota Bengkulu dengan daya 200 MW dan Provinsi Jambi dengan daya 1.200 MW di dua lokasi.

Menurut Ali, ambisi pemerintah menambah 35 ribu MW listrik pada 2019, sebesar 60 persen sumbernya masih berasal dari energi fosil batu bara.

Karena itu, Yayasan Kanopi menggandeng masyarakat sipil di Jambi dan Sumatera Selatan akan menggelar riset dampak pembangunan PLTU batu bara terhadap masyarakat.

Riset yang dilakukan berupa komparasi atau perbandingan kondisi masyarakat di lokasi di mana PLTU berdiri dan di lokasi rencana pembangunan PLTU.

"Kami akan meneliti dampak PLTU batu bara terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan, termasuk kesehatan warga terdampak," katanya.

Pemerintah memprogramkan penambahan daya listrik sebesar 35 ribu MW pada 2019 untuk menjangkau daerah yang belum terang sekaligus menopang pertumbuhan ekonomi.

Namun, dalam dokumen RUPTL 2016-2025, pemenuhan energi listrik tersebut sebesar 60 persen masih berasal dari energi fosil PLTU batu bara. ***1***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017