Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu mengecam polisi hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang membakar rumah warga masyarakat adat Semende Lembak, Dusun Banding Agung, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, Bengkulu, Selasa.

"Kami mengecam tindakan tidak beradab itu karena menghina eksistensi masyarakat adat yang sudah bermukim di sana jauh sebelum Indonesia terbentuk," kata Ketua Pengurus AMAN wilayah Bengkulu Haitami Sulani setelah  mendapat informasi pembakaran rumah-rumah warga Banding Agung oleh tim gabungan yang dikoordinir TNBBS.

Ia mengatakan sangat ironis ketika sejumlah warga Dusun Banding Agung tengah menghadiri Musyawarah Wilayah (Muswil) AMAN Bengkulu di Kota Bengkulu, tempat hidup mereka justru dibumihanguskan oleh pemerintah.

Menurutnya, tindakan polhut TNBBS ini tidak dapat didiamkan sebab masyarakat Dusun Banding Agung memiliki sejumlah dokumen asli tentang kepemilikan lahan di kawasan itu.

"Bahkan masih ada dokumen asli tentang surat menyurat tertanggal 22 Agustus 1891 saat daerah itu diperintah depati," katanya.

Bukti-bukti kuat yang dipegang masyarkat adat setempat membuat AMAN Bengkulu mendampingi tokoh adat Semende Lembak Banding Agung untuk mendaftarkan tanah ulayat mereka ke Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).

Muhammad Kamel dan Hartawi, dua warga Dusun Banding Agung yang tengah mengikuti muswil AMAN di Kota Bengkulu mendapat kabar pembakaran rumah warga dalam penertiban yang dimulai pada Senin (9/10) itu.

Kamel mengatakan saat sosialisasi penertiban perambah di Kantor Polres Kaur pada 23 Juni 2012 penertiban hanya dilakukan terhadap perambah di TNBBS yang mencapai 900 kepala keluarga (KK).

"Kami tidak diundang saat sosialisasi karena disebut tidak masuk dalam target operasi penertiban, tapi ternyata sudah puluhan rumah dibakar" katanya.

Rapat koordinasi terakhir pada 6 Juli 2012 di Kantor Polres Kaur juga tidak disinggung tentang warga Dusun Banding Agung yang merupakan pemukiman tua di dalam TNBBS.

Namun, selama penertiban perambah yang direncanakan berlangsung 10 hari, warga Dusun Banding Agung yang mencapai 380 KK diminta meninggalkan dusun dan pondok-pondok demi menghindari konflik.

"Penduduk sudah turun ke Desa Lalang Lebar dan sekitarnya, karena sudah kesepakatan untuk menghindari bentrok dengan aparat yang rencananya diturunkan 300 personil, tapi kami tidak menyangka rumah kami ikut dibakar," katanya menjelaskan.

Terkait perambah TNBBS yang mencapai 900 KK, Kamel mengatakan setuju mereka ditertibkan karena sudah membuka hutan dengan sembarangan.

Dalam praktik perambahan kata dia, sempadan sungai dan bukit dengan kemiringan 90 derajat ikut dibabat.

"Padahal warga Dusun Banding Agung sudah sepakat melindungi kawasan hutan dengan motto hutan lestari masyarakat sejahtera," katanya.

Kepala Bidang Pengelolaan TNBBS Wilayah II Bengkulu-Lampung Edi Susanto saat dikonfirmasi membenarkan ada aktivitas penertiban perambah di hutan konservasi itu.

"Kami menertibkan seluruh akses perambah TNBBS, termasuk dusun Banding Agung karena dalam peta TNBBS dusun itu tidak termasuk enclave artinya aktivitas di dalamnya adalah ilegal," katanya.

 Penertiban perambah, kata dia, ditargetkan berlangsung 10 hari hingga suasana kondusif dan tidak ada lagi aktivitas ilegal di dalam kawasan hutan itu.

Meski tidak mengetahui jumlah para perambah di dalam kawasan hutan, ia mengatakan berdasarkan citra satelit sekitar 5.000 hektare lebih sudah dirambah menjadi kebun kopi. (ANT)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012