Bengkulu (Antara) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung menggandeng masyarakat adat yang mendiami Pulau Enggano untuk mengelola bentang alam pulau terluar itu berbasis konservasi.

"Kami mengajak masyarakat adat untuk bersama-sama mengelola dan melestarikan bentang alam Pulau Enggano secara berkelanjutan," kata Kepala BKSDA Bengkulu-Lampung, Abu Bakar di Bengkulu, Rabu.

Kerja sama antara BKSDA dengan lembaga adat Pulau Enggano ditetapkan dalam musyawarah adat besar Enggano dengan tema kerja sama untuk konservasi Pulau Enggano yang digelar akhir pekan lalu.

Menurut Abu, kerja sama itu ditetapkan dalam nota kesepahaman yang disepakati antara BKSDA dengan lembaga adat diwakili Koordinator Kepala Suku Enggano yang disebut Pa`abuki.

"Masyarakat adat Enggano punya kearifan dalam mengelola sumber daya alam di sekitar mereka, ini yang akan dikuatkan ke depan," ucapnya.

Pengelolaan wilayah yang dimaksud tambah Abu adalah area peruntukan lain atau kawasan non-konservasi yang masih berupa hutan alam agar dikelola berbasis konservasi, mengingat daya dukung Pulau Enggano bergantung pada kelestarian hutannya.

Rumah sakit lapang di Pulau Enggano.

Pulau Enggano seluas 39 ribu hektare, terdiri dari kawasan hutan seluas 36 persen, di mana 22 persen di antaranya merupakan kawasan konservasi di bawah pengelolaan BKSDA.

Abu menambahkan, pengelolaan kawasan konservasi di pulau terluar itu dioperasikan Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Pulau Enggano.

Ada enam unit kawasan konservasi di Pulau Enggano, yaitu Cagar Alam Tanjung Laksaha, Cagar Alam Sungai Bahewo, Cagar Alam Teluk Klowe, Cagar Alam Kioyo I dan II serta Taman Buru Gunung Nanu`ua.

Kepala Suku Kaitora Pulau Enggano, Raffli Zen Kaitora mengatakan kerja sama itu akan meningkatkan kolaborasi pengelolaan bentang alam pulau terluar itu berbasis pelestarian alam.

"Pulau Enggano dibentuk batu karang sehingga pengelolaan tidak bisa sama dengan daratan Pulau Sumatera. Pulau kami ini rapuh sehingga pengelolaan harus berbasis pelestarian alam," tuturnya.

Ia mencontohkan aktivitas pembukaan hutan untuk berbagai kepentingan dikhawatirkan akan mengganggu sumber air bersih yang sangat terbatas di pulau itu.

Pulau Enggano berada di tengah Samudera Hindia yang didiami enam suku yakni Kaitora, Kaharuba, Kaharubi, Kauno, dan Kaahua serta satu suku bagi masyarakat pendatang yang disebut Kamay.***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2017