Jakarta, (ANTARA Bengkulu) - Indonesia sudah banyak menciptakan varietas kedelai unggul yang bisa memenuhi target swasembada kedelai, antara lain varietas kedelai buatan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) seperti Mitani, Rajabasa, dan Mutiara I.
        
"Secara teknologi kita mampu membuat kedelai unggul. Tapi mengapa tak bisa memenuhi kebutuhan nasional, karena petani kedelai tak dilindungi pemerintah misalnya dengan menetapkan Harga Patokan Pemerintah (HPP)," kata pemulia kedelai dari Batan Harry Is Mulyani di Jakarta.
        
Tanpa HPP, ujar dia, petani dipermainkan tengkulak dan hanya bisa menjual kedelai seharga Rp4.000 per kg, padahal tengkulak menjual ke pasar Rp6.500 per kg, sehingga membuat petani tak berminat menanam kedelai.
         
Dari sisi teknologi, urai dia, varietas kedelai lokal yang dibuat Batan dengan teknik iradiasi lebih unggul dibanding kedelai impor, misalnya dalam hal rasa dan rendemennya.
        
Dari rasa, kedelai lokal Batan lebih enak rasanya daripada kedelai impor, karena kadar lemaknya dan kadar proteinnya lebih tinggi, apalagi  kedelai impor  dari mulai proses distribusi dari negara asal hingga penyimpanan di gudang bisa makan waktu sampai dua tahun membuat kedelai impor tidak lagi segar seperti kedelai lokal, ujarnya.
        
"Sedangkan dari rendemen, jika 1 kg kedelai kita bisa menjadi tahu 4 kg, rendemen impor 1 kg hanya bisa jadi tahu 3 kg, tentu pedagang tahu lebih senang dengan kedelai varietas lokal," katanya.
        
Ia membantah jika biji kedelai lokal kecil-kecil dibanding kedelai impor sehingga tidak bagus untuk dijadikan tempe, karena biji kedelai Batan varietas Mutiara I berukuran besar mencapai 23 gram per 100 butir, tak kalah dengan yang impor.
        
Mutiara I selain berbiji besar  juga memiliki keunggulan produktivitasnya tinggi, mencapai rata-rata 2,3 ton per hektare, bahkan potensinya di daerah tertentu bisa sampai 4 ton per hektare, ujarnya.
        
Mutiara I dengan umur genjah (umur dari tanam sampai panen) 82 hari itu juga tahan penyakit penggerek pucuk dan karat daun, tambahnya.  
   
Tapi karena Mutiara I baru diperkenalkan pada 2012 dimana kala itu Batan menyebarkan 500 kg benih ke berbagai daerah seperti Jember, Blitar hingga Tabanan, jadi Mutiara I baru ditanam di luas lahan ratusan ha saja, itupun kebanyakan baru ditanam sebagai benih, ujarnya. (ant)

Pewarta:

Editor : Triono Subagyo


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012