Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Aktivis Yayasan Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak Bengkulu mencatat sepanjang tahun 2017, pemerkosaan masih mendominasi kasus kekerasan pada perempuan di Provinsi Bengkulu.

"Ada 165 kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat sepanjang tahun 2017 dan 41 persen adalah kasus pemerkosaan," kata Direktur Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu, Susi Handayani di Bengkulu, Selasa.

Ia mengatakan, 165 kasus yang terdata tersebut diperoleh dari pendokumentasian berita dan informasi tentang kekerasan terhadap perempuan dari media massa.

Selain kasus pemerkosaan, kasus pelecehan seksual juga tinggi mencapai 31,5 persen, kasus kekerasan dalam rumah tangga 17 persen dan penganiayaan 6,1 persen dan sisanya adalah kekerasan dalam berpacaran, penelantaran hingga "femicide" atau kasus kekerasan yang berakhir pada kematian.

"Sedangkan bentuk kekerasan psikis tidak terdata secara spesifik," katanya.

Dari sejumlah kasus tersebut, PUPA mendampingi delapan kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam bentuk layanan bantuan hukum.

Ironisnya, kata dia, 87 persen pelaku dikenal oleh korban dan memiliki relasi personal dengan korban seperti suami, ayah kandung, ayah tiri, saudara kandung, saudara tiri, paman, pacar, tetangga hingga kakek.

"Hanya 13 persen dari jumlah pelaku yang tidak dikenal korban," ujarnya.

Hal ini menunjukkan bahwa rumah atau lingkungan yang selama ini kita anggap adalah tempat paling aman justru sudah tidak aman bagi perempuan.

Kondisi ini melatarbelakangi gerakan PUPA untuk mendorong pemerintah dan masyarakat membangun mekanisme perlindungan berbasis komunitas atau masyarakat.

Selain itu, penting juga memprioritaskan pembangunan mekanisme perlindungan perempuan berbasis sekolah.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018