Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Sejumlah pemuda yang tergabung dalam grup instrumental Kaganga di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, terus menyuarakan pengangkatan identitas kultural masyarakat adat melalui industri musik.
"Kami bermain pada idiom musik instrumental untuk mengangkat berbagai kebudayaan lokal masyarakat Bengkulu," kata pentolan grup musik Kaganga, Ari Kantuak, saat dihubungi di Bengkulu, Selasa.
Grup ini mengusung corak "world music" yang memadukan musik etnik dalam kebudayaan tabot dengan musik modern era postkolonial. Benang merahnya adalah modernisasi budaya yang bersifat dinamis.
Semangat nasionalisme melalui musik yang digarap dan didukung dengan unsur budaya, menjadikan setiap karya Kaganga berbeda dari musik-musik instrumental lainnya.
"Konsistensi berkarya dengan mengangkat nilai dan karakteristik kebudayaan Bengkulu merupakan jalurnya Kaganga. Kami ingin orang-orang yang menikmati musik tidak hanya merasakan cita rasa seni, tetapi juga sejarah dan budaya lokal," tutur Ari yang merupakan magister komposer ISI Padang Panjang itu.
Dalam kiprahnya, grup musik yang berdiri sejak 2014 ini sering mendapat kendala dan intimidasi dari masyarakat karena dinilai merusak kesakralan budaya lokal, namun Kaganga terus menciptakan lagu-lagu baru yang justru menambah kekayaan khasanah budaya Bengkulu.
"Sudah ada empat karya yang kami angkat tentang budaya Bengkulu, di antara yang paling populer adalah 'bejogi'. Lagu ini bercerita tentang euforia pergeseran nilai dalam budaya tabot," jelasnya.
Selain menciptakan lagu sendiri, grup musik Kaganga juga menulis berbagai artikel dan jurnal yang membahas kebudayaan dari berbagai kabupaten di Bengkulu, seperti tarian kuntau di Kabupaten Kaur.
"Harapan kami dalam industri musik cukup sederhana, yaitu ingin melihat apresiasi orang-orang luar daerah tentang eksistensi budaya Bengkulu," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018
"Kami bermain pada idiom musik instrumental untuk mengangkat berbagai kebudayaan lokal masyarakat Bengkulu," kata pentolan grup musik Kaganga, Ari Kantuak, saat dihubungi di Bengkulu, Selasa.
Grup ini mengusung corak "world music" yang memadukan musik etnik dalam kebudayaan tabot dengan musik modern era postkolonial. Benang merahnya adalah modernisasi budaya yang bersifat dinamis.
Semangat nasionalisme melalui musik yang digarap dan didukung dengan unsur budaya, menjadikan setiap karya Kaganga berbeda dari musik-musik instrumental lainnya.
"Konsistensi berkarya dengan mengangkat nilai dan karakteristik kebudayaan Bengkulu merupakan jalurnya Kaganga. Kami ingin orang-orang yang menikmati musik tidak hanya merasakan cita rasa seni, tetapi juga sejarah dan budaya lokal," tutur Ari yang merupakan magister komposer ISI Padang Panjang itu.
Dalam kiprahnya, grup musik yang berdiri sejak 2014 ini sering mendapat kendala dan intimidasi dari masyarakat karena dinilai merusak kesakralan budaya lokal, namun Kaganga terus menciptakan lagu-lagu baru yang justru menambah kekayaan khasanah budaya Bengkulu.
"Sudah ada empat karya yang kami angkat tentang budaya Bengkulu, di antara yang paling populer adalah 'bejogi'. Lagu ini bercerita tentang euforia pergeseran nilai dalam budaya tabot," jelasnya.
Selain menciptakan lagu sendiri, grup musik Kaganga juga menulis berbagai artikel dan jurnal yang membahas kebudayaan dari berbagai kabupaten di Bengkulu, seperti tarian kuntau di Kabupaten Kaur.
"Harapan kami dalam industri musik cukup sederhana, yaitu ingin melihat apresiasi orang-orang luar daerah tentang eksistensi budaya Bengkulu," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018