Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Nursulistiyo menegaskan bahwa keberadaan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu menyalahi peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu nomor 2 tahun 2012 dan Perda nomor 14 tahun 2012 tentang RTRW Kota Bengkulu.

“Kalau dilihat dalam Perda kota dan provinsi tidak ada pembangunan PLTU batu bara di Teluk Sepang sehingga keberadaan proyek ini sudah menyalahi  peraturan,” kata Nursulistiyo saat lokakarya dan seminar mengulas penyimpangan analisis dampak lingkungan (Andal) PLTU batu bara Teluk Sepang yang digelar Kanopi Bengkulu, Kamis.

Ia mengatakan dalam perencanaan tata ruang provinsi, PLTU batu bara akan dibangun di Napal Putih, Bengkulu Utara sehingga mengecu pada ketentuan yang ada jelas bahwa lokasi pembangunan PLTU batu bara di Kota Bengkulu tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Dalam pasal 4 ayat 1 Peraturan pemerintah no 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan kata dia, menegaskan bahwa dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa.

“Seharusnya Amdal ini tidak layak dinilai apalagi dijadikan dasar untuk menerbitkan izin lingkungan,” ucapnya.

Menurut dia, bila proyek tersebut  harus dibangun maka terlebih dahulu harus dimasukkan dalam RTRW melalui proses revisi dan memiliki kajian lingkungan hidup strategis (KLHS).

Sementara Rabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu, Tasrif mengatakan penyusun Amdal PLTU Teluk Sepang sudah sesuai dengan aturan setelah DLHK mendapatkan surat rekomendasi RTRW dari Bappeda Provinsi Bengkulu.

“Rekomendasi dari Bappeda tentang RTRW menjadi dasar bagi pemrakarsa untuk menyusun Amdal PLTU Teluk Sepang, jadi sudah sesuai prosedur,” kata dia.

Menanggapi hal ini Manajer Kampanye Industri Ekstraktif Walhi Bengkulu, Dede Frastien mengatakan isi surat rekomendasi tersebut justru bertentangan dengan keberadaan proyek PLTU batu bara Teluk Sepang.

Dalam surat rekomendasi yang diterbitkan Bappeda nomor 650/0488/Bappeda yang diterbitkan pada 3 Mei 2016 justru mensyaratkan pengembangan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan Provinsi Bengkulu.

“Justru pemrakarsa Amdal salah kaprah dengan isi surat rekomendasi Bappeda yang mensyaratkan pembangunan pembangkit energi baru terbarukan tapi yang dibangun justru PLTU batu bara yang jelas-jelas energi fosil dan tidak terbarukan,” kata Dede.

Karena itu, menurut dia, keberadaan PLTU batu bara di Teluk Sepang yang berdiri di zona merah rawan bencana tsunami harus dihentikan oleh pemerintah karena cacat hukum.

Proyek PLTU Teluk Sepang berkapasitas 2 x 100 Megawatt merupakan investasi asal Tiongkok yang diproyeksi untuk memenuhi kebutuhan listrik wilayah Bengkulu, Namun, menurut para aktivis, proyek tersebut justru akan mengancam keberlanjutan lingkungan dan menjadi sumber pencemar udara yang dihirup masyarakat Kota Bengkulu.

Pewarta: Hleti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019