Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan terdapat beberapa sumber aliran dana yang diterima oleh anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso, tersangka suap terkait kerja sama pengangkutan pelayaran.
"Hasil pemeriksaan sementara ini tidak semuanya dari PT HTK (Humpuss Transportasi Kimia). Nanti dari mana kepastiannya masih dalam pengembangan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Dalam kasus itu, diduga sebagai penerima adalah Bowo Sidik Pangarso dan Indung. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Asty Winasti.
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal antara PT HTK sudah dihentikan.
"Terdapat upaya agar kapal kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan BSP, anggota DPR Rl," ucap Basaria.
Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dengan PT HTK.
Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Bowo diduga meminta "fee" kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.
Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di sebuah kantor di Jakarta.
Sedangkan dalam kronologi tangkap tangan, tim KPK mendapatkan informasi akan ada penyerahan uang dari Asty kepada Indung di kantor PT HTK di gedung Granadi, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu.
Diduga penyerahan uang tersebut merupakan realisasi penerimaan ketujuh yang telah menjadi komitmen sebelumnya.
Indung diduga merupakan orangnya Bowo yang menerima uang dari Asty sejumlah Rp89,4 juta pada Rabu (27/3) sore di kantor PT HTK. Dari tangan Indung, tim KPK mengamankan uang yang disimpan di amplop coklat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Hasil pemeriksaan sementara ini tidak semuanya dari PT HTK (Humpuss Transportasi Kimia). Nanti dari mana kepastiannya masih dalam pengembangan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Dalam kasus itu, diduga sebagai penerima adalah Bowo Sidik Pangarso dan Indung. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Asty Winasti.
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal antara PT HTK sudah dihentikan.
"Terdapat upaya agar kapal kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan BSP, anggota DPR Rl," ucap Basaria.
Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dengan PT HTK.
Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Bowo diduga meminta "fee" kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.
Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di sebuah kantor di Jakarta.
Sedangkan dalam kronologi tangkap tangan, tim KPK mendapatkan informasi akan ada penyerahan uang dari Asty kepada Indung di kantor PT HTK di gedung Granadi, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu.
Diduga penyerahan uang tersebut merupakan realisasi penerimaan ketujuh yang telah menjadi komitmen sebelumnya.
Indung diduga merupakan orangnya Bowo yang menerima uang dari Asty sejumlah Rp89,4 juta pada Rabu (27/3) sore di kantor PT HTK. Dari tangan Indung, tim KPK mengamankan uang yang disimpan di amplop coklat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019