Pembakaran perahu nelayan tradisional Malabero oleh nelayan pengguna trawl di Pulau Baii pada Jumat, membuat ratusan warga Kelurahan Malabero bereaksi dan masih memadati pinggir pantai dengan menggenggam senjata tajam milik mereka. 

Ketua RT sembilan Malabero, Syafrudin menegaskan, sebelum pemerintah turun tangan dan menyelesaikan polemik ini,  gejolak diperkirakan akan terus berlanjut  tiga hingga empat hari ke depan. 

"Cerita ini belum tuntas, kalau belum tuntas mungkin ada pergerakan-pergerakan yang akan terjadi dalam tempo dua atau tiga hari ini, pasti memanas karena yang dibakar ini nelayan tradisional, kita ini asli korban," tegas Syafrudin. 

Baca juga: Kompleks nelayan Malabero mencekam pasca-bentrok
Baca juga: Nelayan tradisional-pengguna trawl saling serang di Bengkulu

Lebih lanjut kata Syafrudin, konflik yang terjadi berulang-ulang ini, meninggalkan kekecewaan dari warga Malabero, pasalnya kerugian dari berbagai sisi dipastikan menimbulkan efek serius untuk warga Malabero yang notabene bekerja sebagai nelayan tradisional untuk mengisi perutnya. 

"Mulai dari korban ilegal fishing-nya sampai korban dilakukannya pembakaran, berarti sudah banyak sekali masalahnya ini," katanya.

Pantauan di lokasi lebih kurang enam kapal milik nelayan Malabero sudah mendarat di pantai Malabero usai membantu perahu nelayan yang dibakar oleh nelayan trawl Pulau Baii dan sempat terjadi bentrok. 

Tidak hanya itu, konflik pembakaran kapal nelayan ini juga mengundang amarah dari nelayan-nelayan luar kota Bengkulu, terbukti nelayan dari Palik Bengkulu Utara ikut datang ke Malabero. 

"Kita menunggu pemerintah memanggil ketua kelompok kita, dan pemuka masyarakat yang ada di pesisir Bengkulu ini bukan cuma kita, tadi ada nelayan dari Palik, Sungai Hitam, Pondok Kelapa, banyak, ini sudah provinsi cakupannya," demikian Syafriandi.

Baca juga: Flash- Perkara trawl, konflik nelayanpun pecah di Bengkulu

Pewarta: Maya Hardianti

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019