Belasan aktivis lingkungan dan mahasiswa serta seniman yang bergabung dalam Koalisi Langit Biru menyerukan penutupan PLTU batu bara Teluk Sepang dalam momentum Hari Bumi 2019 dengan membentangkan spanduk raksasa di lokasi rencana pembuangan limbah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara Teluk Sepang dengan seruan penyelamatan terumbu karang dari limbah air bahang PLTU berkapasitas 2 x 100 Megawatt itu.

“Air bahang dengan shut 40 derajat Celcius akan dibuang langsung ke perairan lepass akan merusak terumbu karang Pulau Baai,” kata Juru Kampanye Pesisir dan Laut Kanopi Bengkulu, Didi Mulyono di sela-sela aksi, Senin.

Menurut dia, kerusakan terumbu karang di wilayah itu akan dipicu dari kenaikan suhu air laut akibat pembuangan air bahang. Selain itu, limbah beracun yang dipancarkan dari cerobong asap PLTU juga akan mencemari perairan yang memicu pemutihan terumbu karang.

Ekosistem terumbu karang yang rusak menurut dipastikan akan membuat hasil laut menurun yang otomatis mengurangi hasil tangkap nelayan. Kemudian dampak lain akan diterima daratan di mana tak ada lagi terumbu karang yang berperan sebagai penghalang arus gelombang alami.

“Peringatan Hari Bumi 2019 yang mengangkat tema ‘Protect Our Spesies” menjadi momentum untuk mendesak pemerintah menghentikan proyek-proyek energi kotor yang berdampak buruk bagi ekosistem sekitar, termasuk juga bagi kita manusia,” ujarnya.

Pembentangan spanduk berukuran 6 x 10 meter dengan tulisan “Selamatkan Terumbu Karang Bengkulu dari Limbah PLTU Batu Bara, Stop PLTU Teluk Sepang” itu digelar tepat di atas saluran pembuangan air bahang / limbah yang lokasinya tidak jauh dari lentera hijau.

Anggota Koalisi Langit Biru, Mitra Cipto menilai semua pihak bertanggungjawab menjaga lingkungan terutama pemerintah yang hari ini justru melanggengkan perusakan ekosistem laut Bengkulu.

 “Pemerintah seharusnya dapat menyelesaikan permasalahan kurangnya sumber energi listrik dengan jalan yang lebih efektif. Misalnya dengan menggunakan energi terbarukan, bukan malah menyerahkan sumber energi listrik pada pemain tambang dan sumber energi listrik yang kotor seperti PLTU," sambung anggota koalisi lainnya, Hendra Al Asad.

Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Surya Sinabutar mengatakan bumi ini bukan milik pribadi maupun milik kelompok melainkan milik seluruh mahluk hidup. "Jadi mari menjaga dan merawat bumi sebagai tanggung jawab manusia yang bermoral," ucapnya.

Ditambahkan Rachmat Daneka dari koalisi menegaskan bahwa jika PLTU batu bara masih berlanjut, maka nelayan tidak akan bisa melaut.

"Stop PLTU batubara adalah harga mati,” sambung Zuan Zulian dari komunitas Tobo Berendo.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019