Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Kompol Novel Baswedan sontak menjadi "buah bibir" masyarakat di Tanah Air karena penyidik KPK yang tengah mendalami kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri itu dikaitkan dengan kasus dugaan penganiayaan hingga mengakibatkan seseorang meninggal dunia.

Terbukanya kasus "masa lalu" Kompol Novel kepada publik, bermula saat sejumlah perwira Polda Bengkulu mendatangi Kantor KPK di Jalan Rasuna Said Jakarta pada Jumat (5/10) malam.

Awalnya, kabar yang beredar, misi para perwira yang dipimpin Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Pol Dedy Irianto itu adalah menjemput penyidik KPK Kompol Novel Baswedan karena masa tugasnya di KPK sudah berakhir.

Belakangan diketahui bahwa keberadaan polisi di Kantor KPK itu untuk menangkap Kompol Novel Baswedan karena terlibat kasus pidana umum saat bertugas di Polda Bengkulu pada 2004.

Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, berdasarkan surat yang dibawa anggota polisi dari Polda Bengkulu itu, mereka akan menangkap Kompol Novel Baswedan sebab surat yang dibawa adalah surat penangkan dan penggeledahan.

Sementara menurut Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Pol Dedy Irianto, kedatangan tersebut untuk berkoordinasi dengan Pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan salah satu penyidik lembaga itu, Kompol Baswedan.

Aksi anggota Polda Bengkulu itu membuat perhatian media massa berpusat ke Jalan Rasuna Said dan media menayangkan "kejadian" tersebut secara langsung dan membuat sejumlah aktivis antikorupsi berbondong-bondong mendatangi Kantor KPK untuk memberikan dukungan kepada lembaga itu.

Para aktivis menolak tindakan polisi yang akan menjemput paksa Kompol Novel.    

                Dugaan penganiayaan
Sehari setelah peristiwa menghebohkan yang dipicu kedatangan Anggota Polda Bengkulu ke Kantor KPK itu, Kabid Humas Polda Bengkulu AKBP Hery Wiyanto didampingi Wakil Direskrimum Polda Bengkulu AKBP Thein Tabero memberikan keterangan pers tentang kasus dugaan penganiayaan yang diduga dilakukan Kompol Novel.

Wakil Direskrimum Polda Bengkulu AKBP Thein Tabero mengatakan kasus yang terjadi pada 2004 saat Kompol Novel menjabat Kasat Reskrim Polres Kota Bengkulu itu dilaporkan oleh dua dari enam korban penganiayaan yakni atas nama Erwansyah Siregar dan Dedi Mulyadi melalui kuasa hukum mereka, Yuliswan pada 1 Oktober 2012.

Atas laporan tersebut, penyidik Polda Bengkulu sudah memeriksa 17 orang saksi, antara lain tiga orang korban penganiayaan serta 14 orang anggota polisi.

Setelah memeriksa para saksi, penyidik Polda langsung menggelar pra-rekonstruksi pada 3 Oktober dan berencana menangkap Kompol Novel pada 5 Oktober.

Dari keterangan para saksi kata dia, pada 18 Februari 2004 pada pukul 18.30 WIB, saksi Aipda Joni Walker yang sedang piket di Satlantas Simpang Lima Kota Bengkulu mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa telah terjadi tindak pidana pencurian sarang burung walet di toko bangunan milik Aliang di Jalan S Parman Kota Bengkulu.

Selanjutnya piket Pamapta dan piket Reskrim tiba di tempat kejadian perkara untuk menangkap enam tersangka atas nama Rizal Sinurat, Dedi Mulyadi, Erwansyah Siregar, Ali, Doni dan Mulyan Johan alias Aan.

Kemudian enam tersangka dibawa ke Polres Bengkulu dengan menggunakan mobil identifikasi yang dikemudikan oleh Bripka Ramos.

Selanjutnya pada pukul 22.30 WIB keenam tersangka dibawa ke Pantai Panjang Bengkulu dengan menggunakan tiga mobil yaitu sedan putih milik Kasat Reskrim Iptu Novel, mobil operasional jenis pick up hitam, dan mobil kijang milik Iptu Arif Sembiring.

Keenam tersangka dalam keadaan diborgol dibawa dalam satu kendaraan yakni pick up hitam yang dikemudikan Ipda Budimansyah.

Sesampainya di Pantai Panjang Bengkulu, keenam tersangka diturunkan dari mobil dalam keadaan terborgol.

Selanjutnya Iptu Novel membawa tersangka atas nama Erwansyah Siregar dan Dedi Mulyadi ke arah pantai, kemudian menembak Erwansyah di bagian kaki sebelah kiri dimana peluru melekat pada tulang betis tersangka.

"Dan dilanjutkan penembakan terhadap tersangka Dedi Mulyadi pada bagian kaki sebelah kanan dan tembus sehingga proyektil tidak ditemukan," kata Thein menjelaskan.

Thein mengatakan terhadap Iptu Novel diduga telah melakukan tindak pidana penganiayaan luka berat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat 2 dan 3 KUHP.

Untuk mengusut kasus ini kata dia, penyidik Polda Bengkulu mendatangai Kantor KPK dimana Kompol Novel saat ini menjadi penyidik KPK untuk berkoordinasi dengan Pimpinan KPK tentang kasus yang melibatkan Novel.

"Jadi penyidik yang mendatangai KPK bukan untuk melemahkan kinerja KPK tapi mengusut tindak pidana umum yang dilakukan oleh Kompol N," katanya.

Surat penangkapan terhadap Kompol Novel kata dia ditandatangani Direktur Reskrimum dan Wakil Direskrimum setelah melaporkan kepada Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Benny Mokalu.

Menurut Kabid Propam Polda Bengkulu AKBP Hendrik Marpaung, pernyataan Novel Baswedan di berbagai media bahwa ia tidak berada di tempat kejadian perkara adalah bohong.

"Karena jelas dalam keterangan sidang disiplin para anggota polisi yang terlibat kasus itu termasuk Kompol Novel yang saat itu masih berpangkat Iptu mengaku ada di lokasi kejadian," katanya.

Bahkan kata Hendrik, akibat perbuatan tersebut, Novel dan empat anggota polisi lainnya sudah menjalani hukuman disiplin dan mendapat teguran keras.

Selain mendapat teguran keras, Kompol Novel yang saat itu menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu mendapat hukuman kurungan selama tujuh hari.

"Bersama Kompol Novel ada empat anggota polisi lainnya yang mendapat teguran dan hukuman disiplin yang sama saat itu," tambahnya.

Empat anggota polisi itu yakni Lazuardi Tanjung dan Iptu Arif Sembiring, Iptu Leonardo Siahaan, dan seorang bintara Budimansyah .

Para anggota polisi itu terbukti melanggar disiplin yakni melakukan hal-hal yang mencemari instutusi kepolisian yang tercantum dalam pasal 40 F pasal 5 huruf A Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2003 dan pasal 6 keputusan kapolri nopol 32/ XII/2003.

Ia menjelaskan, dalam sidang kode etik yang dilakukan, ketika ditanya, Novel mengakui telah membawa dua orang tersangka pencuri sarang burung walet yakni Irwansyah Siregar dan Dedi Mulyadi ke arah pantai, untuk melakukan investigasi lanjutan dan memberi terapi.

"Dari pengakuan itu bisa disimpulkan bahwa saat itu yang bersangkutan memang telah melakukan penganiayaan," katanya.

Hendrik mengatakan tidak dapat menceritakan lebih lanjut tentang isi BAP sidang etik tersebut karena bersifat rahasia.

Namun, menurutnya sudah bisa disimpulkan bahwa penganiayaan itu dilakukan oleh Novel.

Kabid Humas Polda Bengkulu AKBP Hery Wiyanto mengatakan masih menyelidiki keterlibatan anggota polisi yang ikut melakukan penganiayaan pada 2004 itu.

Namun, saat ini fokus penyidik kepada Novel Baswedan karena berstatus Kasat Reskrim saat kejadian itu.

"Keterlibatan anggota polisi lain juga akan diselidiki, kami fokus kepada Novel dulu, karena dua pelapor menyebut Novel yang menembak," katanya.

Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Bengkulu Brigjen Pol Benny Mokalu mengatakan persidangan yang akan membuktikan keterlibatan Kompol Novel Baswedan dalam kasus dugaan penganiayaan hingga menyebabkan seseorang meninggal.

"Saya mau katakan bahwa persidangan yang akan membuktikan bagaimana keterlibatan Novel dalam kasus ini, penyidik bekerja sesuai KUHAP," katanya.

Menurutnya pengusutan kasus pembunuhan merupakan prioritas, sama halnya dengan pemberantasan kasus korupsi.

Kapolda mengharapkan semua pihak melihat kasus ini sebagai pidana murni dan menghentikan penggunaan istilah "kriminalisasi" oleh polisi terhadap Kompol Novel.

"Karena istilah itu bisa merongrong bangsa dan berdampak tidak baik," katanya.

Kasus Kompol Novel kata dia tidak akan mengganggu pengusutan kasus korupsi, termasuk sejumlah kasus yang tengah ditangani Polda Bengkulu.

Selama 2012, Polda Bengkulu telah menyidik hingga proses pemberkasan sebanyak 37 kasus korupsi.                    

Dua korban yang disebutkan sebagai pelapor kasus penganiayaan yang diduga dilakukan Kompol Novel Baswedan saat bertugas sebagai Kasat Reserse Polres Bengkulu pada 2004 mengatakan tidak pernah membuat laporan resmi atas kasus itu.

Penasehat hukum kedua korban, Yuliswan mengatakan hanya menyampaikan surat ke Mabes Polri untuk meminta keadilan atas penembakan dua korban tersebut.

"Kami membuat surat yang isinya secara global untuk meminta keadilan bagi korban penembakan, bukan laporan resmi," kata Yuliswan.

Selain itu ia mengatakan bahwa kliennya tidak pernah menyebut nama penembak, hanya mengatakan bahwa mereka ditembak di bagian kaki.

Selain itu tambah Yuliswan, saat kejadian penembakan, kliennya mengaku tidak mengetahui dimana lokasi.

"Karena saat itu kondisinya gelap dan keduanya diketahui sudah babak belur lantaran dipukul oleh polisi. Namun sayang, siapa saja pelaku yang memukul dan menembak keduanya mengaku tidak mengetahui," katanya menerangkan.

Menurutnya, kedua korban hanya menebak berada di pinggir pantai karena menginjak pasir dan mendengar suara ombak.

Selain informasi tersebut, kedua kliennya tidak tahu siapa yang menembak dan memukuli mereka.

Keterangan kedua korban ini bertolak belakang dengan keterangan pers Polda Bengkulu pada Sabtu (6/10).

Kabid Humas Polda Bengkulu AKBP Hery Wiyanto didampingi Wakil Direskrimum Polda Bengkulu AKBP Thein Tabero mengatakan kedua korban yang menjadi pelapor menyebutkan bahwa Kompol Novel yang saat itu berpangkat Iptu yang melakukan penembakan.

Sementara keluarga Mulyan Johan, salah seorang korban tewas yang diduga akibat penganiayaan oleh Kompol Novel pada 2004 juga membantah telah melaporkan pengusutan kasus itu ke Polda Bengkulu.

"Kami tidak pernah melaporkan kasus itu ke Polda Bengkulu, karena sejak 2004 kami sudah menunggu janji polisi untuk mengusut kasus kematian adik kami tapi sampai hari ini tidak jelas," kata Antoni Besmar, kakak kandung Mulyan Johani, saat dikonfirmasi tentang kasus yang menimpa adiknya delapan tahun silam yang dikaitkan dengan peyidik KPK, Novel Baswedan.

Menurut Antoni, pihak keluarga sangat setuju jika kasus itu diusut tuntas sehingga jelas kronologis pembunuhan adik keduanya itu.

Namun, setelah delapan tahun menunggu, baru kini kasus tersebut muncul kembali dan ia mengaku sama sekali tidak pernah mendesak Polda Bengkulu untuk mengusut kasus tersebut.

"Kalau mau diusut kami sangat mendukung, tapi jangan sampai keluarga kami dijadikan kambing hitam karena saat ini Novel sudah menjadi penyidik di KPK, yang juga mengusut korupsi di Polri," tambahnya.

Antoni mengatakan terdapat sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian adiknya pada 2004 itu dimana Kompol Novel menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dengan pangkat Iptu.

Jasad adiknya yang merupakan atlet binaraga itu tidak diizinkan dibuka oleh keluarga, hingga ke penguburan mendapat penjagaan ketat dari kepolisian.

"Jadi keluarga sangat kabur dengan penyebab kematiannya. Sebenarnya kami sudah ikhlas, tapi kalau diusut demi keadilan kami dukung, jangan ditunggangi dengan maksud lain karena saudara Novel sudah menjadi penyidik KPK," katanya. (ant)

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012