Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menilai internet di Indonesia belum layak anak karena masih ada iklan rokok yang mudah diakses dan dilihat anak-anak.
"Sebagai contoh, salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak adalah tidak ada iklan, promosi, dan sponsor rokok. Bila masih ada iklan rokok, berarti internet di Indonesia belum layak anak," kata Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N. Rosalin saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sedang dalam proses mewujudkan internet yang layak anak, salah satunya dengan memberikan edukasi kepada pihak-pihak yang terlibat di internet tentang pelindungan anak.
Dewan Pers, kata dia, atas dorongan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga telah menerbitkan peraturan tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.
"Media yang masih mengiklankan produk rokok, belum bisa dikatakan sebagai media yang ramah anak. Di sisi lain, juga penting penguatan anak sebagai pengguna media diedukasi tentang akses informasi yang layak dikonsumsi," kata dia.
Lenny mengatakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak secara prinsip mendukung pemblokiran iklan rokok karena iklan rokok di internet paling mudah dilihat dan diakses anak-anak.
Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyatakan keseriusan pemerintah untuk memblokir iklan rokok di kanal-kanal media sosial guna mencegah peningkatan jumlah perokok pemula yang menyasar anak-anak.
"Sudah ditutup, tapi harus kerja sama dengan Kemenkes, 114 yang ditutup, nanti kita akan lanjutkan," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (18/6).
Menurut dia, saat ini belum ada regulasi mengenai pembatasan iklan rokok di media sosial.
Tim dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang membahas terkait dengan regulasi tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Sebagai contoh, salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak adalah tidak ada iklan, promosi, dan sponsor rokok. Bila masih ada iklan rokok, berarti internet di Indonesia belum layak anak," kata Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N. Rosalin saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sedang dalam proses mewujudkan internet yang layak anak, salah satunya dengan memberikan edukasi kepada pihak-pihak yang terlibat di internet tentang pelindungan anak.
Dewan Pers, kata dia, atas dorongan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga telah menerbitkan peraturan tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.
"Media yang masih mengiklankan produk rokok, belum bisa dikatakan sebagai media yang ramah anak. Di sisi lain, juga penting penguatan anak sebagai pengguna media diedukasi tentang akses informasi yang layak dikonsumsi," kata dia.
Lenny mengatakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak secara prinsip mendukung pemblokiran iklan rokok karena iklan rokok di internet paling mudah dilihat dan diakses anak-anak.
Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyatakan keseriusan pemerintah untuk memblokir iklan rokok di kanal-kanal media sosial guna mencegah peningkatan jumlah perokok pemula yang menyasar anak-anak.
"Sudah ditutup, tapi harus kerja sama dengan Kemenkes, 114 yang ditutup, nanti kita akan lanjutkan," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (18/6).
Menurut dia, saat ini belum ada regulasi mengenai pembatasan iklan rokok di media sosial.
Tim dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang membahas terkait dengan regulasi tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019