Bandarlampung (ANTARA Bengkulu) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung mengatakan kasus Mesuji dapat menghambat iklim investasi di daerah itu.
"Pemberitaan kasus Mesuji sangat merugikan Lampung khususnya dalam bidang investasi, sehingga dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan akghirnya semakin besar terjadinya angka pengangguran," kata Ketua Apindo Lampung Yusuf Kohar, saat menyerahkan pernyataan sikap Apindo terkait kasus Mesuji kepada Gubernur Lampung Sjachroedin ZP, di Bandarlampung, Kamis.
Ia mengatakan, pengusaha Lampung menuntut kepastian hukum kepada pemerintah karena sejak mencuatnya kasus Mesuji kepermukaan, justru berdampak penurunan investasi.
Pengusaha-pengusaha dari luar negeri sampai saat ini terus mempertanyakan perkembangan Mesuji dan stabilitas keamanan di sana.
Ia menyayangkan pihak perusahaan selalu jadi bagian yang dipersalahkan dalam setiap konflik. Padahal perusahaan juga mengalami kerugian besar akibat konflik tersebut.
Karena itu, ia meminta pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dapat memberikan kepastian hukum dan berinvestasi di Lampung maupun daerah lainnya di Tanah Air.
Aparat keamanan lanjutnya, juga diharapkan memberikan perlindungan dari ancaman dan kenyamanan kerja karena pengusaha juga merupakan bagian dari masyarakat dan sudah banyak berbuat dalam pembangunan, terutama dalam penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan perkonomian Lampung.
Menurutnya, dalam berinvestasi pengolahan lahan, pengusaha telah menyelesaikan masalah perizinan, hak guna usaha maupun pengusahaan pengolahan areal hutan.
"Izin itu diperoleh melalui prosedur yang benar dan waktu yang cukup panjang, jadi tidak mungkin kami menguasai tanah tanpa ganti rugi," kata dia.
Disisi lain menurut dia, pengukuran ulang HGU dapat dilakukan sesuai dengan aturan yang ada yakni adanya keputusan pengukuran ulang HGU dari pengadilan dan atas permintaan pemegang hak HGU itu sendiri.
"Apabila HGU tersebut habis masa berlakunya bukan berarti areal tersebut dapat dibagi-bagikan kepada masyarakat. Penyelesaian HGU yang habis masa berlakuknya itu melalui prosedur yang benar," kata dia menambahkan.
Sebelumnya Humas PT Silva Inhutani Fitri mengatakan, dua pekan terakhir aktivitas operasional perusahaan tersebut terganggu dengan adanya aksi warga yang menduduki lahan register 45 Mesuji, Lampung.
"Kami dilarang membawa pekerja harian untuk mengelola lahan yang sudah diserahkan pemerintah kepada perusahaan," kata dia.
Menurutnya, aksi menduduki kawasan register tersebut membuat 4.025 masyarakat yang menggarap perkebunan di areal itu tidak bisa bekerja dan secara otomatis berdampak kerugian baik bagi perusahaan maupun pekerja itu sendiri.
"Sudah tidak terhitung berapa banyak kerugian yang kami alami, tapi yang jelas lahan yang sudah kami tanami sebanyak 32 ribu Ha, sekarang sudah banyak yang mati. Namun kami belum menginventarisasi jumlah kerusakan tersebut, yang jelas setiap hari kerusakan bertambah," katanya.
Selain itu, pihak perusahaan juga mengaku mendapat teguran dari pekerjanya, karena aktivitas pekerja cenderung berkurang.
Atas dasar tersebut, pihaknya meminta pemerintah segera melakukan penyelesaian terhadap konflik yang berlangsung demi kelancaran pertumbuhan perusahaan yang ada di Lampung. (T.A054//T013)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
"Pemberitaan kasus Mesuji sangat merugikan Lampung khususnya dalam bidang investasi, sehingga dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan akghirnya semakin besar terjadinya angka pengangguran," kata Ketua Apindo Lampung Yusuf Kohar, saat menyerahkan pernyataan sikap Apindo terkait kasus Mesuji kepada Gubernur Lampung Sjachroedin ZP, di Bandarlampung, Kamis.
Ia mengatakan, pengusaha Lampung menuntut kepastian hukum kepada pemerintah karena sejak mencuatnya kasus Mesuji kepermukaan, justru berdampak penurunan investasi.
Pengusaha-pengusaha dari luar negeri sampai saat ini terus mempertanyakan perkembangan Mesuji dan stabilitas keamanan di sana.
Ia menyayangkan pihak perusahaan selalu jadi bagian yang dipersalahkan dalam setiap konflik. Padahal perusahaan juga mengalami kerugian besar akibat konflik tersebut.
Karena itu, ia meminta pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dapat memberikan kepastian hukum dan berinvestasi di Lampung maupun daerah lainnya di Tanah Air.
Aparat keamanan lanjutnya, juga diharapkan memberikan perlindungan dari ancaman dan kenyamanan kerja karena pengusaha juga merupakan bagian dari masyarakat dan sudah banyak berbuat dalam pembangunan, terutama dalam penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan perkonomian Lampung.
Menurutnya, dalam berinvestasi pengolahan lahan, pengusaha telah menyelesaikan masalah perizinan, hak guna usaha maupun pengusahaan pengolahan areal hutan.
"Izin itu diperoleh melalui prosedur yang benar dan waktu yang cukup panjang, jadi tidak mungkin kami menguasai tanah tanpa ganti rugi," kata dia.
Disisi lain menurut dia, pengukuran ulang HGU dapat dilakukan sesuai dengan aturan yang ada yakni adanya keputusan pengukuran ulang HGU dari pengadilan dan atas permintaan pemegang hak HGU itu sendiri.
"Apabila HGU tersebut habis masa berlakunya bukan berarti areal tersebut dapat dibagi-bagikan kepada masyarakat. Penyelesaian HGU yang habis masa berlakuknya itu melalui prosedur yang benar," kata dia menambahkan.
Sebelumnya Humas PT Silva Inhutani Fitri mengatakan, dua pekan terakhir aktivitas operasional perusahaan tersebut terganggu dengan adanya aksi warga yang menduduki lahan register 45 Mesuji, Lampung.
"Kami dilarang membawa pekerja harian untuk mengelola lahan yang sudah diserahkan pemerintah kepada perusahaan," kata dia.
Menurutnya, aksi menduduki kawasan register tersebut membuat 4.025 masyarakat yang menggarap perkebunan di areal itu tidak bisa bekerja dan secara otomatis berdampak kerugian baik bagi perusahaan maupun pekerja itu sendiri.
"Sudah tidak terhitung berapa banyak kerugian yang kami alami, tapi yang jelas lahan yang sudah kami tanami sebanyak 32 ribu Ha, sekarang sudah banyak yang mati. Namun kami belum menginventarisasi jumlah kerusakan tersebut, yang jelas setiap hari kerusakan bertambah," katanya.
Selain itu, pihak perusahaan juga mengaku mendapat teguran dari pekerjanya, karena aktivitas pekerja cenderung berkurang.
Atas dasar tersebut, pihaknya meminta pemerintah segera melakukan penyelesaian terhadap konflik yang berlangsung demi kelancaran pertumbuhan perusahaan yang ada di Lampung. (T.A054//T013)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012