Washington (ANTARA Bengkulu) - Direktur badan intelijen Amerika Serikat (CIA), David Petraeus, pada Jumat mengundurkan diri karena masalah perselingkuhan hingga memaksanya secara mendadak mengakhiri karir cemerlang sebagai komandan militer pada perang Irak dan Afghanistan.
Pengakuan itu sontak mengejutkan Washington hanya tiga hari setelah Presiden AS Barack Obama terpilih kembali dan tak lama sebelum Petraeus dijadwalkan untuk bersaksi atas tuduhan kegagalan melindungi konsulat AS di Libya.
"Setelah menikah selama lebih dari 37 tahun, saya bersikap tidak baik dengan melakukan perselingkuhan," kata Petraeus dalam pesannya kepada staf CIA seperti yang disebarkan ke media.
"Tindakan itu tidak bisa diterima, baik sebagai seorang suami maupun pemimpin organisasi kita ini."
Petraeus ataupun CIA tidak menerangkan secara pasti mengapa ia merasa harus mundur karena masalah perselingkuhan.
Juga tidak ada keterangan apakah penghubungnya menyampaikan masalah pribadi murni atau menyebut masalah keamanan menyangkut tugas sensitif yang diembannya sebagai kepala badan intelijen.
NBC News dan media lainnya melaporkan bahwa Biro Investigasi Federal (FBI) sedang menyelidiki Paula Broadwell, yang menerbitkan biografi Petraeus berjudul "All In: The Education of David Petraeus," menyangkut kemungkinan akses yang tidak wajar terhadap informasi rahasia.
Para pejabat yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada New York Times bahwa Broadwell tak lain adalah selingkuhan Petraeus.
Broadwell merupakan mantan mayor Angkatan Darat yang menghabiskan waktu berjam-jam mewawancarai Petraeus untuk bukunya.
Tidak ada pernyataan dari Broadwell kepada publik tentang pengakuan Petraeus tersebut.
Pengunduran diri Petraeus terjadi di tengah kritik berbagai pihak soal reaksi Petraeus terhadap serangan September lalu ke konsulat AS di Benghazi, yang menewaskan duta besar AS untuk Libya dan tiga warga Amerika lainnya.
Petraeus sebelumnya dijadwalkan menghadapi pertanyaan-pertanyaan berat dalam rangkaian pertemuan tertutup di Kongres pekan depan yang akan disampaikan oleh para anggota parlemen soal bagaimana Petraeus menangani kejadian itu.
Para pejabat intelijen telah membela Petraeus dengan mengatakan bahwa CIA saat itu bergerak cepat untuk menyelamatkan warga Amerika dari serangan ke konsulat di Benghazi.
Michael Morell, wakil Petraeus di CIA, untuk sementara ini akan menjabat sebagai direktur badan intelijen terkemuka AS itu dan akan menjadi pihak yang hadir pada pertemuan tertutup di Kongres.
Presiden Obama menyatakan "percaya sepenuhnya" terhadap kepemimpinan Morell.
Obama, yang baru saja mencapai kemenangan dalam pemilihan presiden AS, dilaporkan tidak menyangka bahwa Petraeus akan mengundurkan diri pada Kamis pagi.
Ketika dirinya bertemu Petraeus Kamis, Obama langsung menolak pengunduran diri direktur CIA tersebut dan mengatakan ia akan memikirkannya terlebih dahulu, kata laporan New York Times.
Namun, pada akhirnya Obama memutuskan ia tidak bisa memaksa Petraus untuk tetap menjalani jabatannya, demikian menurut surat kabar tersebut.
Di saat Gedung Putih menghadapi kekosongan jabatan direktur CIA secara tiba-tiba, spekulasi yang muncul soal pengganti Petraus terpusat pada John Brennan, penasihat Gedung Putih urusan anti-terorisme dan veteran CIA yang telah memainkan peranan penting dalam perang melawan militan Al Qaeda.
Petraeus (60 tahun), memulai jabatannya sebagai direktur CIA hanya satu tahun setelah ia pensiun sebagai jenderal berbintang empat.
Ia mendapatkan pujian dari berbagai pihak karena menyelamatkan kegagalan perang AS di Irak tahun 2007, setelah presiden AS saat itu, George W. Bush, memerintahkan pengiriman pasukan ke negara tersebut.
Obama kemudian menugaskan Petraeus untuk memimpin pengiriman pasukan serupa ke Afghanistan pada tahun 2010.
Namun, Obama memilih untuk tidak mempromosikan Petraeus untuk menjabat sebagai ketua para Kepala Staf militer AS.
Setelah menerima pengunduran dirinya, Obama memuji Petraeus yang disebutnya telah menjalankan tugas secara luar biasa.
Di CIA, Petraeus telah membawa lembaga tersebut dengan pendekatan yang lebih "berimbang" dalam mengumpulkan informasi intelijen setelah memusatkan perhatian secara ketat terhadap ancaman-ancaman teror pasca peristiwa serangan 11 September 2001, kata Bruce Riedel, mantan pejabat CIA serta anggota lembaga kajian Brookings Institution. (ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
Pengakuan itu sontak mengejutkan Washington hanya tiga hari setelah Presiden AS Barack Obama terpilih kembali dan tak lama sebelum Petraeus dijadwalkan untuk bersaksi atas tuduhan kegagalan melindungi konsulat AS di Libya.
"Setelah menikah selama lebih dari 37 tahun, saya bersikap tidak baik dengan melakukan perselingkuhan," kata Petraeus dalam pesannya kepada staf CIA seperti yang disebarkan ke media.
"Tindakan itu tidak bisa diterima, baik sebagai seorang suami maupun pemimpin organisasi kita ini."
Petraeus ataupun CIA tidak menerangkan secara pasti mengapa ia merasa harus mundur karena masalah perselingkuhan.
Juga tidak ada keterangan apakah penghubungnya menyampaikan masalah pribadi murni atau menyebut masalah keamanan menyangkut tugas sensitif yang diembannya sebagai kepala badan intelijen.
NBC News dan media lainnya melaporkan bahwa Biro Investigasi Federal (FBI) sedang menyelidiki Paula Broadwell, yang menerbitkan biografi Petraeus berjudul "All In: The Education of David Petraeus," menyangkut kemungkinan akses yang tidak wajar terhadap informasi rahasia.
Para pejabat yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada New York Times bahwa Broadwell tak lain adalah selingkuhan Petraeus.
Broadwell merupakan mantan mayor Angkatan Darat yang menghabiskan waktu berjam-jam mewawancarai Petraeus untuk bukunya.
Tidak ada pernyataan dari Broadwell kepada publik tentang pengakuan Petraeus tersebut.
Pengunduran diri Petraeus terjadi di tengah kritik berbagai pihak soal reaksi Petraeus terhadap serangan September lalu ke konsulat AS di Benghazi, yang menewaskan duta besar AS untuk Libya dan tiga warga Amerika lainnya.
Petraeus sebelumnya dijadwalkan menghadapi pertanyaan-pertanyaan berat dalam rangkaian pertemuan tertutup di Kongres pekan depan yang akan disampaikan oleh para anggota parlemen soal bagaimana Petraeus menangani kejadian itu.
Para pejabat intelijen telah membela Petraeus dengan mengatakan bahwa CIA saat itu bergerak cepat untuk menyelamatkan warga Amerika dari serangan ke konsulat di Benghazi.
Michael Morell, wakil Petraeus di CIA, untuk sementara ini akan menjabat sebagai direktur badan intelijen terkemuka AS itu dan akan menjadi pihak yang hadir pada pertemuan tertutup di Kongres.
Presiden Obama menyatakan "percaya sepenuhnya" terhadap kepemimpinan Morell.
Obama, yang baru saja mencapai kemenangan dalam pemilihan presiden AS, dilaporkan tidak menyangka bahwa Petraeus akan mengundurkan diri pada Kamis pagi.
Ketika dirinya bertemu Petraeus Kamis, Obama langsung menolak pengunduran diri direktur CIA tersebut dan mengatakan ia akan memikirkannya terlebih dahulu, kata laporan New York Times.
Namun, pada akhirnya Obama memutuskan ia tidak bisa memaksa Petraus untuk tetap menjalani jabatannya, demikian menurut surat kabar tersebut.
Di saat Gedung Putih menghadapi kekosongan jabatan direktur CIA secara tiba-tiba, spekulasi yang muncul soal pengganti Petraus terpusat pada John Brennan, penasihat Gedung Putih urusan anti-terorisme dan veteran CIA yang telah memainkan peranan penting dalam perang melawan militan Al Qaeda.
Petraeus (60 tahun), memulai jabatannya sebagai direktur CIA hanya satu tahun setelah ia pensiun sebagai jenderal berbintang empat.
Ia mendapatkan pujian dari berbagai pihak karena menyelamatkan kegagalan perang AS di Irak tahun 2007, setelah presiden AS saat itu, George W. Bush, memerintahkan pengiriman pasukan ke negara tersebut.
Obama kemudian menugaskan Petraeus untuk memimpin pengiriman pasukan serupa ke Afghanistan pada tahun 2010.
Namun, Obama memilih untuk tidak mempromosikan Petraeus untuk menjabat sebagai ketua para Kepala Staf militer AS.
Setelah menerima pengunduran dirinya, Obama memuji Petraeus yang disebutnya telah menjalankan tugas secara luar biasa.
Di CIA, Petraeus telah membawa lembaga tersebut dengan pendekatan yang lebih "berimbang" dalam mengumpulkan informasi intelijen setelah memusatkan perhatian secara ketat terhadap ancaman-ancaman teror pasca peristiwa serangan 11 September 2001, kata Bruce Riedel, mantan pejabat CIA serta anggota lembaga kajian Brookings Institution. (ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012