Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) menyatakan wafatnya Presiden ke tiga Indonesia BJ Habibie membuat komunitas ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kehilangan tokoh panutan.
“Kami, komunitas iptek baik dari ITB, BPPT, semuanya, kehilangan tokoh besar yang kalau bisa dibilang sebelumnya tidak ada lagi,” kata Ketua IA ITB Ridwan Djamaluddin yang dihubungi di Jakarta, Rabu malam.
Ridwan menyebut jasa Habibie amat banyak. Pasalnya, selain menciptakan produk teknologi, mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi itu juga telah melahirkan ribuan insan intelektual yang akan melanjutkan perjuangannya.
“Saya kira itu yang paling penting dari semua karyanya, yaitu menciptakan anak-anak iptek yang luar biasa banyak,” imbuh Ridwan yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Kemaritiman itu.
Ridwan berharap kiprah Habibie yang dikenal atas jasanya dalam teknologi kedirgantaraan itu bisa menjadi contoh yang diteruskan ke generasi mendatang.
Ia juga menyoroti peran Habibie yang tidak hanya peduli pada teknologi, tetapi juga dalam demokratisasi. Ridwan berharap perjuangan Habibie bisa terus dilanjutkan di masa mendatang.
B.J. Habibie meninggal dunia dalam usia 83 tahun pukul 18.05 di RSPAD Gatot Subroto di Jakarta pada Rabu. Menurut putranya, Thareq Kemal Habibie, dia berpulang karena faktor usia.
Habibie yang lahir di Parepare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936 itu wafat akibat masalah pada jantungnya.
Habibie belajar keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang ITB) pada 1954. Pada 1955–1965, Habibie melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aache, Jerman Barat, menerima diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019