Pengacara warga yang menggugat izin lingkungan proyek PLTU batu bara Teluk Sepang, Saman Lating menyerahkan ratusan dukungan penolakan warga atas proyek PLTU batu bara Teluk Sepang kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bengkulu dalam sidang lanjutan, Senin.

"Ada hampir 1000 dukungan penolakan yang disertai identitas warga penolak proyek PLTU batu bara Teluk Sepang yang kami serahkan ke hakim," kata Lating usai sidang di PTUN.

Ia menyebutkan bahwa agenda persidangan pada hari ini adalah penyereraha  tambahan alat bukti dari berbagai pihak seperti penggugat, tergugat I yaitu Gubernur Bengkulu dan tergugat II yaitu Lembaga Online Single Submision (OSS) kepada hakim. 

Namun tergugat II yakni OSS tidak hadir dalam persidangan tersebut. 

Dalam persidangan itu,  penggugat juga diminta membayar biaya Pemeriksaan Setempat (PS). 

"Ini merupakan prosedur pengadilan untuk mengetahui objek sengketa yang diperkarakan dalam hal ini kita memperkarakan izin lingkungan PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB)," katanya. 

Ia menambahkan, mengenai jumlah pembayaran PS tergantung dari radius Teluk Sepang masuk ke dalam radius 1 karena masih dalam Kota Bengkulu yaitu Rp1,5 juta. 

Disisi lain, pengacara tergugat I Abdusi Syakir mengatakan bahwa penggugat salah menggugat. 

"Kami optimis bahwa kami tidak punya kewenangan, bahwa penggugat salah menggugat. Gubernur tidak punya kewenangan menerbitkan izin. Kenapa kami digugat, dalam eksepsi sudah kami sampaikan ini salah gugat," ujar Abdusi. 

Ia menambahkan, proses telah berjalan tapi pihaknya tetap yakin bahwa penggugat salah gugat.

Namun hal tersebut dibantah langsung oleh pengacara penggugat, Saman Lating sebab menurut penggugat, tergugat I yaitu Gubernur Bengkulu memiliki peran penting sehingga terbit izin lingkungan serta yang menjadi objek sengketa.

"Data-data pendukung untuk penerbitan izin lingkungan itu adalah melalui provinsi baik itu DLHK, DPMPTSP itu memiliki korelasi dengan gubernur," kata Lating. 

Lating menjelaskan bahwa izin lingkungan yang dikeluarkan melalui sistem OSS merupakan kewenangan dari Gubernur sebab beliau telah  mengeluarkan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) yang menjadi dasar penerbitan objek sengketa. 

"Yang membuat mereka salah karena mereka tidak tegas dengan aturan yang mereka buat di dalam perda RTRW yang sudah mengatakan jelas bahwa pembangkit listrik tenaga uap ada di Napal putih," ujarnya. 

Namun faktanya pemerintah membiarkan PLTU dibangun di Teluk Sepang padahal hal tersebut tidak sesuai dengan RTRW yang berlaku, lalu terkait surat rekomendasi Bappeda nomor 503 mengatakan bahwa pembangunan pembangkit listrik harus menggunakan energi baru dan terbarukan dan tidak boleh berada di zona merah rawan bencana namun PLTU berdiri di zona merah rawan bencana. 

Sidang ke-10 ini dipimpin oleh Majelis Hakim, Baherman, Anggota I Indah Tri Haryanti, Anggota II Erick Siswandi Sihombing  dan Panitera Bambang Hermanto Caya.

Untuk diketahui sidang lanjutan akan diadakan pada tanggal 1 Oktober dengan agenda tambahkan barang bukti serta tergugat II harus hadir dalam persidangan.

Pewarta: Anggi Mayasari

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019