Warga DKI Jakarta kehilangan salah satu sumber nutrisi terbaik untuk dikonsumsi yakni kerang hijau (green mussels) karena tercemar limbah di Teluk Jakarta.
"Kerang hijau itu bergizi tinggi dan menyehatkan, tapi kerang hijau yang hidup di Teluk Jakarta sudah tidak layak dikonsumsi lagi," kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Keluatan (FKIP) IPB University, Prof Etty Riani saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Minggu.
Sejak 2004 Etty menyarankan kepada Pemerintah Daerah DKI Jakarta agar kerang hijau (perna veridis) di kawasan Teluk Jakarta tidak lagi layak konsumsi karena sudah tercemar oleh logam berat dengan kandungan B3.
Saran itu bersumber dari hasil penelitian yang dilakukannya mulai dari tahun 2000 yakni tentang kerang hijau di Teluk Jakarta dilihat dari kandungan logam beratnya yang meningkat dari tahun ke tahun.
Penelitian tersebut kembali dilanjutkan pada tahun 2004 melalui pendanaan dari Bappeda DKI Jakarta, Etty memasukkan usulan penelitian tentang kerang hijau sebagai biofilter yang akhirnya terpilih sebagai penelitian yang didanai.
"Karena kerang hijau di Teluk Jakarta waktu itu sudah sangat banyak isunya sampai mengganggu alur pelayaran dan sebagainya," kata Etty.
Dari hasil penelitian di Teluk Jakarta tersebut ditemukan kerang hijau yang mengandung cukup banyak logam berat di dalamnya seperti mekuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), krom (Cr) dan timah (Sn).
Data tentang kandungan logam berat dalam tubuh Kerang hijau di Teluk Jakarta juga dipublikasikan ke sejumlah jurnal nasional seperti Jurnal Alami Tahun 2009 dan jurnal internasional "Elsevier' marine Pollution bulletin tahun 2018.
Penelitian dilakukan dengan mengukur kadar kandungan logam berat Kerang hijau dengan melakukan pengamatan di tiga stasiun yakni stasiun 1 di peraian berjalan 1.000 meter dari pantai dengan suhu terendah, stasiun dua jarak 2.000 meter, dan stasiun tiga jarak 3.000 meter. Bahkan penelitian diperluas sampai ke Pulau Onrust.
Hasil penelitian tersebut untuk kandungan merkuri (Hg) dalam kerang hijau di stasiun I sebesar 74,6 ppm, stasiun II sebesar 48,4 ppm, dan stasiun III sebesar 66,4 ppm.
Selanjutnya timbal di stasiun I sebesar 24,0 ppm, stasiun II sebesar 22,8 ppm, dan stasiun III sebesar 21 ppm. Sedangkan Kadmium (Cd) pada stasiun I sebesar 4,6 ppm, stasiun I sebesar 4 ppm, dan stasiun III sebesar 3,00 ppm.
"Kadar konsentrasi logam berat di dalam kerang itu cukup tinggi sehingga tidak layak dikonsumsi lagi," katanya.
Ia mengatakan, kerang hijau tanpa ada logam berat di dalamnya, adalah makanan paling sehat. Karena di dalam kerang bukan hanya terdapat asam amino, proteinya juga tinggi.
Asam amino yang ada di kerang hijau sangnat lengkap, asam lemak tidak jenuh juga cukup tinggi, kandungan omega-3 dan omega-6 juga tinggi.
"Omega3 dan Omega6 yang tinggi bagus sekali untuk kecerdasan, obat untuk orang-rang yangn punya penyakit kolesterol dan jantung. Kerang hijau itu makanan yang sangat baik, mineralnya juga tinggi," kata Etty.
Ia mengatakan penyebab pencemaran salah satunya adalah Teluk Jakarta merupakan tempat bermuaranya 13 sungai yang ada di wilayah Jabodetabek.
Sungai-sungai tersebut mengalir dari hulu sampai hilir membawa sedimentasi bahan pencemar sehingga berakhir di Teluk Jakarta.
Etty menambahkan, tidak semua kerang hijau mengandung logam berat. Kondisi itu hanya berlaku di Teluk Jakarta, di wilayah lain belum tentu, salah satu wilayah yang diamati seperti Cirebon, kerang hijaunya masih aman untuk dikonsumsi.
"Kalau mau kerang hijau ya ambilah dari tempat lain jangan dari Teluk Jakarta, kerang hijau yang dibudidayakan di tempat lain, jangan di Teluk Jakarta," kata Etty yang juga peneliti dari Laboratorium Ekobilogi dan Konservasi.
Etty juga menegaskan rekomendasi yang diberikannya hanya berlaku untuk kerang hijau saja, sedangkan biota laut lainya seperti ikan dan hewan lainnya belum tentu menangkap logam berat seperti kerang karean makhluk yang bergerak setiap hari.
Berbeda dengan kerang hijau yang pasif diam di dasar perairan memiliki kemampuan menangkap logam berat karena tidak memiliki organ hati untuk menghancurkan benda asing, termasuk racun yang masuk ke dalam tubuhnya. Akibatnya semua beda asing ditampung di dalam dagingnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Kerang hijau itu bergizi tinggi dan menyehatkan, tapi kerang hijau yang hidup di Teluk Jakarta sudah tidak layak dikonsumsi lagi," kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Keluatan (FKIP) IPB University, Prof Etty Riani saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Minggu.
Sejak 2004 Etty menyarankan kepada Pemerintah Daerah DKI Jakarta agar kerang hijau (perna veridis) di kawasan Teluk Jakarta tidak lagi layak konsumsi karena sudah tercemar oleh logam berat dengan kandungan B3.
Saran itu bersumber dari hasil penelitian yang dilakukannya mulai dari tahun 2000 yakni tentang kerang hijau di Teluk Jakarta dilihat dari kandungan logam beratnya yang meningkat dari tahun ke tahun.
Penelitian tersebut kembali dilanjutkan pada tahun 2004 melalui pendanaan dari Bappeda DKI Jakarta, Etty memasukkan usulan penelitian tentang kerang hijau sebagai biofilter yang akhirnya terpilih sebagai penelitian yang didanai.
"Karena kerang hijau di Teluk Jakarta waktu itu sudah sangat banyak isunya sampai mengganggu alur pelayaran dan sebagainya," kata Etty.
Dari hasil penelitian di Teluk Jakarta tersebut ditemukan kerang hijau yang mengandung cukup banyak logam berat di dalamnya seperti mekuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), krom (Cr) dan timah (Sn).
Data tentang kandungan logam berat dalam tubuh Kerang hijau di Teluk Jakarta juga dipublikasikan ke sejumlah jurnal nasional seperti Jurnal Alami Tahun 2009 dan jurnal internasional "Elsevier' marine Pollution bulletin tahun 2018.
Penelitian dilakukan dengan mengukur kadar kandungan logam berat Kerang hijau dengan melakukan pengamatan di tiga stasiun yakni stasiun 1 di peraian berjalan 1.000 meter dari pantai dengan suhu terendah, stasiun dua jarak 2.000 meter, dan stasiun tiga jarak 3.000 meter. Bahkan penelitian diperluas sampai ke Pulau Onrust.
Hasil penelitian tersebut untuk kandungan merkuri (Hg) dalam kerang hijau di stasiun I sebesar 74,6 ppm, stasiun II sebesar 48,4 ppm, dan stasiun III sebesar 66,4 ppm.
Selanjutnya timbal di stasiun I sebesar 24,0 ppm, stasiun II sebesar 22,8 ppm, dan stasiun III sebesar 21 ppm. Sedangkan Kadmium (Cd) pada stasiun I sebesar 4,6 ppm, stasiun I sebesar 4 ppm, dan stasiun III sebesar 3,00 ppm.
"Kadar konsentrasi logam berat di dalam kerang itu cukup tinggi sehingga tidak layak dikonsumsi lagi," katanya.
Ia mengatakan, kerang hijau tanpa ada logam berat di dalamnya, adalah makanan paling sehat. Karena di dalam kerang bukan hanya terdapat asam amino, proteinya juga tinggi.
Asam amino yang ada di kerang hijau sangnat lengkap, asam lemak tidak jenuh juga cukup tinggi, kandungan omega-3 dan omega-6 juga tinggi.
"Omega3 dan Omega6 yang tinggi bagus sekali untuk kecerdasan, obat untuk orang-rang yangn punya penyakit kolesterol dan jantung. Kerang hijau itu makanan yang sangat baik, mineralnya juga tinggi," kata Etty.
Ia mengatakan penyebab pencemaran salah satunya adalah Teluk Jakarta merupakan tempat bermuaranya 13 sungai yang ada di wilayah Jabodetabek.
Sungai-sungai tersebut mengalir dari hulu sampai hilir membawa sedimentasi bahan pencemar sehingga berakhir di Teluk Jakarta.
Etty menambahkan, tidak semua kerang hijau mengandung logam berat. Kondisi itu hanya berlaku di Teluk Jakarta, di wilayah lain belum tentu, salah satu wilayah yang diamati seperti Cirebon, kerang hijaunya masih aman untuk dikonsumsi.
"Kalau mau kerang hijau ya ambilah dari tempat lain jangan dari Teluk Jakarta, kerang hijau yang dibudidayakan di tempat lain, jangan di Teluk Jakarta," kata Etty yang juga peneliti dari Laboratorium Ekobilogi dan Konservasi.
Etty juga menegaskan rekomendasi yang diberikannya hanya berlaku untuk kerang hijau saja, sedangkan biota laut lainya seperti ikan dan hewan lainnya belum tentu menangkap logam berat seperti kerang karean makhluk yang bergerak setiap hari.
Berbeda dengan kerang hijau yang pasif diam di dasar perairan memiliki kemampuan menangkap logam berat karena tidak memiliki organ hati untuk menghancurkan benda asing, termasuk racun yang masuk ke dalam tubuhnya. Akibatnya semua beda asing ditampung di dalam dagingnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019