Kepala Sub Direktorat Peringatan Dini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menanggapi opini warga Suli dari Kabupaten Maluku Tengah yang menyebut pengeboran panas bumi telah memicu gempa Ambon dan sekitarnya pada 26 September 2019.
Muhari dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan gempa merupakan aktivitas dari bidang patahan. Analoginya jika beberapa meja disusun saling bersinggungan, ketika satu sisi meja didorong maka seluruh meja akan bergerak.
Bidang gempa adalah sisi meja, sedangkan episenter adalah titik awal mendorong meja. Pergerakan dari bidang gempa ini dipengaruhi oleh tekanan atau regangan bidang-bidang yang saling bersinggungan, bukan faktor eksternal yang bersifat lokal seperti aktivitas pengeboran.
Muhari menambahkan bahwa sejauh ini, belum ada kajian yang memperlihatkan ada efek dari kegiatan pengeboran dalam memicu kejadian gempa bumi.
Dirinya menekankan bahwa kejadian gempa Ambon adalah murni fenomena sesar aktif, bukan faktor lain.
Untuk itu BNPB bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memasang 11 seismograf untuk melakukan pemantauan dan penelitian di wilayah Ambon dan sekitarnya. Muhari menyampaikan bahwa pemantauan dan penelitian tersebut bertujuan untuk dapat memetakan dengan lebih detail karakteristik sesar aktif di Ambon agar mitigasi ke depan lebih terarah dan terukur.
Sebelumnya salah satu media daring pada Selasa pagi, memberitakan mengenai pendapat warga Suli yang menyebutkan pengeboran panas bumi memicu gempa Ambon dan sekitarnya beberapa waktu lalu. Warga Suli, Tulehu dan Liang di Kabupaten Maluku Tengah menduga aktivitas pengeboran energi panas bumi yang dilakukan sejak 2010 di wilayah mereka merupakan salah satu faktor pemicu gempa bumi yang dialami warga Kota Ambon hingga Pulau Seram.
Warga menyebut telah memiliki firasat akan terjadi bencana setelah aktivitas pengeboran berjalan. Mereka bahkan meminta wartawan menelusuri lebih jauh lokasi-lokasi pengeboran, karena khawatir pengeboran yang dilakukan merobek kerak-kerak bumi dan Pulau Ambon.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
Muhari dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan gempa merupakan aktivitas dari bidang patahan. Analoginya jika beberapa meja disusun saling bersinggungan, ketika satu sisi meja didorong maka seluruh meja akan bergerak.
Bidang gempa adalah sisi meja, sedangkan episenter adalah titik awal mendorong meja. Pergerakan dari bidang gempa ini dipengaruhi oleh tekanan atau regangan bidang-bidang yang saling bersinggungan, bukan faktor eksternal yang bersifat lokal seperti aktivitas pengeboran.
Muhari menambahkan bahwa sejauh ini, belum ada kajian yang memperlihatkan ada efek dari kegiatan pengeboran dalam memicu kejadian gempa bumi.
Dirinya menekankan bahwa kejadian gempa Ambon adalah murni fenomena sesar aktif, bukan faktor lain.
Untuk itu BNPB bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memasang 11 seismograf untuk melakukan pemantauan dan penelitian di wilayah Ambon dan sekitarnya. Muhari menyampaikan bahwa pemantauan dan penelitian tersebut bertujuan untuk dapat memetakan dengan lebih detail karakteristik sesar aktif di Ambon agar mitigasi ke depan lebih terarah dan terukur.
Sebelumnya salah satu media daring pada Selasa pagi, memberitakan mengenai pendapat warga Suli yang menyebutkan pengeboran panas bumi memicu gempa Ambon dan sekitarnya beberapa waktu lalu. Warga Suli, Tulehu dan Liang di Kabupaten Maluku Tengah menduga aktivitas pengeboran energi panas bumi yang dilakukan sejak 2010 di wilayah mereka merupakan salah satu faktor pemicu gempa bumi yang dialami warga Kota Ambon hingga Pulau Seram.
Warga menyebut telah memiliki firasat akan terjadi bencana setelah aktivitas pengeboran berjalan. Mereka bahkan meminta wartawan menelusuri lebih jauh lokasi-lokasi pengeboran, karena khawatir pengeboran yang dilakukan merobek kerak-kerak bumi dan Pulau Ambon.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019