Jurnalis asal Indonesia, Veby Mega Indah, yang mata kanannya tertembak oleh peluru kepolisian Hong Kong saat meliput aksi protes anti-pemerintah dua bulan lalu, menuntut agar penegak hukum setempat bertanggung jawab.
Pasalnya, akibat insiden penembakan tersebut, Veby mengalami kebutaan pada salah satu matanya. Luka itu pun jadi trauma berkepanjangan yang membekas di benak Veby, redaktur senior Harian Suara, koran berbahasa Indonesia yang cukup populer di kalangan buruh migran asal Indonesia (BMI) di Hong Kong.
Saat kejadian berlangsung, Veby meliput unjuk rasa bersama wartawan lain di suatu sudut pada sebuah jembatan di Hong Kong. Veby yakin matanya tertembak peluru karet. Bagi dia, apapun jenis peluru yang ditembakkan aparat menyebabkan salah satu matanya mengalami kebutaan.
"(Saat penembakan terjadi) saya tidak sanggup lagi (menahan sakit, red). Saya pikir, momen itu akan menjadi hari terakhir saya," kata Veby.
Ia ingat rekan-rekan sesama jurnalis yang berdiri di belakang dia berteriak: "Kami jurnalis, berhenti menembaki kami!"
Unjuk rasa berlangsung selama lebih dari enam bulan di Hong Kong, kota otonom yang berada di bawah kendali China. Seringkali, aksi massa, yang di antaranya menuntut pelaksanaan demokrasi lebih luas dan penyelidikan independen terhadap aparat, berujung pada tindak kekerasan.
Kepolisian Hong Kong, yang menembakkan peluru karet dan gas air mata guna membubarkan demonstran, mengatakan mereka telah menahan diri untuk mencegah kerusuhan bertambah luas.
Walaupun demikian, Veby beserta kuasa hukumnya mengatakan mereka telah mengajukan tuntutan hukum terhadap kepolisian untuk mengumumkan nama petugas yang terlibat pada insiden penembakan itu sehingga penggugat dapat melanjutkan kasus hukum untuk menghukum pelaku.
Akan tetapi, tuntutan hukum mereka belum dijawab oleh kepolisian Hong Kong.
Sejauh ini, kepolisian Hong Kong belum memberi komentar terkait tuntutan hukum yang diajukan Veby beserta kuasa hukumnya.
Di tengah usahanya mendapatkan keadilan, Veby terus melanjutkan hidup dengan mencoba membiasakan diri dengan satu mata dan menahan rasa sakit serta trauma akibat insiden penembakan itu.
"Ketika saya dirawat di rumah sakit, saya kerap terbangun karena tiba-tiba membayangkan... peluru itu datang dan mengarah ke arah mata kanan saya," kata Veby sambil menahan tangis.
Hingga saat ini, dia belum dapat kembali bekerja.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
Pasalnya, akibat insiden penembakan tersebut, Veby mengalami kebutaan pada salah satu matanya. Luka itu pun jadi trauma berkepanjangan yang membekas di benak Veby, redaktur senior Harian Suara, koran berbahasa Indonesia yang cukup populer di kalangan buruh migran asal Indonesia (BMI) di Hong Kong.
Saat kejadian berlangsung, Veby meliput unjuk rasa bersama wartawan lain di suatu sudut pada sebuah jembatan di Hong Kong. Veby yakin matanya tertembak peluru karet. Bagi dia, apapun jenis peluru yang ditembakkan aparat menyebabkan salah satu matanya mengalami kebutaan.
"(Saat penembakan terjadi) saya tidak sanggup lagi (menahan sakit, red). Saya pikir, momen itu akan menjadi hari terakhir saya," kata Veby.
Ia ingat rekan-rekan sesama jurnalis yang berdiri di belakang dia berteriak: "Kami jurnalis, berhenti menembaki kami!"
Unjuk rasa berlangsung selama lebih dari enam bulan di Hong Kong, kota otonom yang berada di bawah kendali China. Seringkali, aksi massa, yang di antaranya menuntut pelaksanaan demokrasi lebih luas dan penyelidikan independen terhadap aparat, berujung pada tindak kekerasan.
Kepolisian Hong Kong, yang menembakkan peluru karet dan gas air mata guna membubarkan demonstran, mengatakan mereka telah menahan diri untuk mencegah kerusuhan bertambah luas.
Walaupun demikian, Veby beserta kuasa hukumnya mengatakan mereka telah mengajukan tuntutan hukum terhadap kepolisian untuk mengumumkan nama petugas yang terlibat pada insiden penembakan itu sehingga penggugat dapat melanjutkan kasus hukum untuk menghukum pelaku.
Akan tetapi, tuntutan hukum mereka belum dijawab oleh kepolisian Hong Kong.
Sejauh ini, kepolisian Hong Kong belum memberi komentar terkait tuntutan hukum yang diajukan Veby beserta kuasa hukumnya.
Di tengah usahanya mendapatkan keadilan, Veby terus melanjutkan hidup dengan mencoba membiasakan diri dengan satu mata dan menahan rasa sakit serta trauma akibat insiden penembakan itu.
"Ketika saya dirawat di rumah sakit, saya kerap terbangun karena tiba-tiba membayangkan... peluru itu datang dan mengarah ke arah mata kanan saya," kata Veby sambil menahan tangis.
Hingga saat ini, dia belum dapat kembali bekerja.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019