Mendirikan sekolah-sekolah menengah kejuruan pada setiap wilayah kecamatan sebenarnya hanya menang nama, tetapi tidak bisa menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas.

"SMK sudah tidak lagi memiliki guru yang produktif, jumlah siswanya terbatas. Lalu ada sejumlah faktor yang menyulitkan para siswa di kampung-kampung itu," kata anggota komisi IV DPRD Maluku, Hengki Pelata di Ambon, Selasa.

Misalnya kalau para siswa mau praktik kerja lapangan, maka lokasinya ada di luar sekolah mereka dan tidak ada peralatan yang menunjang, sehingga harus membangun komunikasi di Kupang (Provinsi NTT) atau datang ke DKP Provinsi Maluku.

Biayanya juga tidak ada sehingga harus dipotong dari dana BOS. Lalu setiap siswa dibebankan antara Rp3 juta hingga Rp5 juta, sementara di sisi lainnya rakyat kita lagi miskin, sementara belum ada kepala SMK yang bergelar sarjana tekhnik.

"Solusinya, SMK harus ditempatkan di pusat kota kabupaten dan bukannya di kota kecamatan seperti yang ada saat ini seperti SMK Perikanan di Pulau Luang, SMK Pertanian di Tepa, Kecamatan Babar Barat, Kabupaten Maluku Barat Daya," ujar Hengki.

Ada juga SMK Pertanian di Desa Anari, Kecamatan Babar Timur atau SMK Perikanan di Pulau Marsela (MBD) yang keseluruhannya dinilai tidak efektif dan efisien.

Kondisi ini membuat daerah dirugikan dengan kebutuhan anggaran besar untuk membangun sarana/prasarana, sementara untuk sekolah menengah umum saja masih terjadi kekurangan jumlah guru.

Menurut dia, kalau SMK dibangun benar-benar mau menjadi pusat sekolah untuk persiapan sumberdaya manusia yang berkualitas dan setelah lulus bisa mencari lapangan pekerjaan, maka perlu ada guru yang produktif terlebih dahulu.

Makanya kemarin di komisi, ditegaskan kalau bisa lewat hak inisiatif DPRD atau lewat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan provinsi agar dibuatkan peraturan daerah yang memuat persyaratan mendirikan sebuah SMK.

"Jangan kita membuka terlalu banyak ruang untuk SMK padahal siswanya sedikit dan tenaga gurunya relatif minim," katanya.

Kalau mau membuka SMK di wilayah kecamatan maka jurusannya harus bisa membuat para siswa mendapatkan peluang kerja yang sesuai di pedesaan seperti tata boga atau akuntansi, agar ketika lulus sekolah maka tenaganya bisa dipakai pihak desa sebagai staf mengelola keuangan desa.

Dari sisi kewenangan, mendirikan SMK adalah kewenangan Pemprov tetapi manusianya ada di kabupaten sehingga pastinya ada perhatian Pemda setempat dalam memberikan dana untuk membantu mereka.

Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Seram Bagian Timur dimana ada SMK Pertanian di Pulau Wakate dan Pulau Kesui yang dikeluhkan warga.

"Awalnya SMK di Kesui ini dibangun di Pulau Watubela yang kecil dan hanya terdapat tiga desa saja sehingga beberapa tahun kemudian dipindahkan ke Kesui," kata anggota DPRD Maluku, Aminudin Kolatlena.

Namun, warga setempat juga mengeluh karena tidak ada guru yang mengabdi di sekolah tersebut dan yang mengajar justeru guru-guru SMA.

"Kami berharap Disdikbud Maluku bisa melakukan evaluasi terhadap seluruh SMK yang ada di daerah-daerah kecamatan," ujarnya.*

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020