Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Penangkar bunga bangkai yang merupakan bunga tertinggi di dunia, Holidin, warga Desa Tebat Monok Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang, Bengkulu membutuhkan dukungan fasilitas untuk mengembangkan program konservasi bunga langka yang dikelola keluarganya.
"Lokasi penangkaran kami ini membutuhkan tambahan fasilitas, terutama pagar pengaman dari hama babi hutan yang memakan umbi bunga bangkai," kata Holidin di lokasi penangkaran milik keluarganya, Senin.
Satu bunga bangkai (Amorphopallus titanum) atau dalam bahasa lokal disebut bunga kibut tengah mekar sempurna di lokasi penangkaran seluas tiga hektare milik keluarganya.
Sejak diusahakan pada 1998, ratusan bibit bunga bangkai dengan berbagai jenis sudah ditanam di lahan tersebut.
"Kami mulai menanam tahun 1998, hingga saat ini sudah 27 bunga yang berhasil mekar," katanya.
Namun, sejak diusahakan secara swadaya itu juga, Holidin dan enam saudaranya yang melakukan perawatan dan pemeliharaan terhadap bunga langka itu belum mendapat perhatian, apalagi bantuan dari pemerintah.
Babi hutan kata dia menjadi hama utama dalam pengembangan areal penangkaran itu.
"Awalnya kami tanam ratusan bibit tapi yang bertahan hanya sedikit karena umbi yang ditanam dimakan babi," katanya.
Anggota keluarga kata dia sudah berkali-kali membangun pagar dari bahan bambu dan kayu tapi selalu berhasil dirusak babi hutan untuk mendapatkan umbi tanaman.
Kolaborasi dengan berbagai pihak juga sudah dijalin, namun tidak ada bentuk program dan bantuan yang jelas.
"Kami melakukan ini bukan karena kelebihan harta atau kurang kerjaan, tapi demi melestarikan bunga bangkai yang menjadi bunga khas Bengkulu," katanya.
Setiap kesempatan bunga mekar, Holidin dan keluarganya tidak pernah memungut biaya kepada para pengunjung.
Holidin yang sehari-hari berprofesi sebagai penjaga sekolah hanya mengandalkan sumbangan sukarela dari pengunjung untuk menata lahan penangkaran itu. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Lokasi penangkaran kami ini membutuhkan tambahan fasilitas, terutama pagar pengaman dari hama babi hutan yang memakan umbi bunga bangkai," kata Holidin di lokasi penangkaran milik keluarganya, Senin.
Satu bunga bangkai (Amorphopallus titanum) atau dalam bahasa lokal disebut bunga kibut tengah mekar sempurna di lokasi penangkaran seluas tiga hektare milik keluarganya.
Sejak diusahakan pada 1998, ratusan bibit bunga bangkai dengan berbagai jenis sudah ditanam di lahan tersebut.
"Kami mulai menanam tahun 1998, hingga saat ini sudah 27 bunga yang berhasil mekar," katanya.
Namun, sejak diusahakan secara swadaya itu juga, Holidin dan enam saudaranya yang melakukan perawatan dan pemeliharaan terhadap bunga langka itu belum mendapat perhatian, apalagi bantuan dari pemerintah.
Babi hutan kata dia menjadi hama utama dalam pengembangan areal penangkaran itu.
"Awalnya kami tanam ratusan bibit tapi yang bertahan hanya sedikit karena umbi yang ditanam dimakan babi," katanya.
Anggota keluarga kata dia sudah berkali-kali membangun pagar dari bahan bambu dan kayu tapi selalu berhasil dirusak babi hutan untuk mendapatkan umbi tanaman.
Kolaborasi dengan berbagai pihak juga sudah dijalin, namun tidak ada bentuk program dan bantuan yang jelas.
"Kami melakukan ini bukan karena kelebihan harta atau kurang kerjaan, tapi demi melestarikan bunga bangkai yang menjadi bunga khas Bengkulu," katanya.
Setiap kesempatan bunga mekar, Holidin dan keluarganya tidak pernah memungut biaya kepada para pengunjung.
Holidin yang sehari-hari berprofesi sebagai penjaga sekolah hanya mengandalkan sumbangan sukarela dari pengunjung untuk menata lahan penangkaran itu. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013