Quetta, Pakistan (ANTARA Bengkulu) - Sedikitnya 81 orang tewas dan lebih dari 120 cedera dalam dua serangan bom bunuh diri di sebuah klab permainan bilyar yang ramai di kota Quetta, Pakistan baratdaya, Kamis larut malam, kata polisi.
"Jumlah kematian naik menjadi 81," kata pejabat senior kepolisian Mir Zubair Mehmood pada jumpa pers, dengan menambahkan bahwa 121 orang cedera dalam serangan tersebut.
"Sembilan personel kepolisian, termasuk dua perwira, tewas. Kedua serangan itu dilakukan oleh pembom bunuh diri dan jumlah kematian bisa meningkat," tambahnya.
Mehmood mengatakan kepada AFP sebelumnya, penyerang pertama meledakkan bomnya di dalam klab itu dan sekitar 10 menit kemudian penyerang lain di dalam sebuah mobil di luar banguan tersebut meledakkan diri ketika polisi, pekerja media dan petugas penyelamat datang ke lokasi kejadian.
Kedua pemboman itu, yang terjadi beberapa jam setelah ledakan lain di sebuah daerah ramai di kota itu menewaskan 11 orang, merupakan serangan terburuk di Quetta, ibu kota provinsi Baluchistan, sejak pemboman bunuh diri menewaskan sekitar 50 orang pada pawai Syiah pada 2010.
Mehmood mengatakan, korban yang tewas dalam kedua pemboman itu juga mencakup seorang kamerawan televisi setempat dan beberapa petugas penyelamat.
Polisi mengatakan, serangan bom itu mengganggu pasokan listrik dan membuat daerah tersebut gelap karena listrik mati.
Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, namun sejumlah kelompok militan beroperasi aktif di Baluchistan, provinsi terbesar namun termiskin di Pakistan. Kekerasan sektarian antara Sunni dan Syiah terjadi di wilayah yang berbatasan dengan Iran dan Afghanistan itu.
Separatis Baluchistan mengobarkan kekerasan sejak 2004 untuk menuntut otonomi politik dan pembagian lebih besar dari kekayaan minyak, gas dan mineral di wilayah yang penduduknya dilanda kemiskinan itu.
Kelompok militan Lashkar-e-Jhangvi (LJ) yang terkait dengan Al Qaida juga mengobarkan serangan-serangan terhadap minoritas Syiah, dan beberapa aparat kepolisian di kota itu menyatakan mereka diancam oleh kelompok tersebut.
Pakistan dilanda serangan-serangan bom bunuh diri dan penembakan yang menewaskan lebih dari 5.200 orang sejak pasukan pemerintah menyerbu sebuah masjid yang menjadi tempat persembunyian militan di Islamabad pada Juli 2007.
Kekerasan sektarian meningkat sejak gerilyawan Sunni memperdalam hubungan dengan militan Al Qaida dan Taliban setelah Pakistan bergabung dalam operasi pimpinan AS untuk menumpas militansi setelah serangan-serangan 11 September 2001 di AS.
Pakistan juga mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas gerilyawan terhadap pasukan internasional di Afghanistan.
Para pejabat AS mengobarkan perang dengan pesawat tak berawak terhadap para komandan Taliban dan Al Qaida di kawasan suku baratlaut, dimana militan bersembunyi di daerah pegunungan yang berada di luar kendali langsung pemerintah Pakistan.
Pasukan Amerika menyatakan, daerah perbatasan itu digunakan kelompok militan sebagai tempat untuk melakukan pelatihan, penyusunan kembali kekuatan dan peluncuran serangan terhadap pasukan koalisi di Afghanistan.
Islamabad mendesak AS mengakhiri serangan-serangan pesawat tak berawak, sementara Washington menuntut Pakistan mengambil tindakan menentukan untuk menumpas jaringan teror.
Sentimen anti-AS tinggi di Pakistan, dan perang terhadap militansi yang dilakukan AS tidak populer di Pakistan karena persepsi bahwa banyak warga sipil tewas akibat serangan pesawat tak berawak yang ditujukan pada militan di sepanjang perbatasan dengan Afghanistan dan penduduk merasa bahwa itu merupakan pelanggaran atas kedaulatan Pakistan.
Pesawat-pesawat tak berawak AS melancarkan puluhan serangan di kawasan suku Pakistan sejak pasukan komando AS membunuh pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dalam operasi rahasia di kota Abbottabad, Pakistan, pada 2 Mei 2011. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Jumlah kematian naik menjadi 81," kata pejabat senior kepolisian Mir Zubair Mehmood pada jumpa pers, dengan menambahkan bahwa 121 orang cedera dalam serangan tersebut.
"Sembilan personel kepolisian, termasuk dua perwira, tewas. Kedua serangan itu dilakukan oleh pembom bunuh diri dan jumlah kematian bisa meningkat," tambahnya.
Mehmood mengatakan kepada AFP sebelumnya, penyerang pertama meledakkan bomnya di dalam klab itu dan sekitar 10 menit kemudian penyerang lain di dalam sebuah mobil di luar banguan tersebut meledakkan diri ketika polisi, pekerja media dan petugas penyelamat datang ke lokasi kejadian.
Kedua pemboman itu, yang terjadi beberapa jam setelah ledakan lain di sebuah daerah ramai di kota itu menewaskan 11 orang, merupakan serangan terburuk di Quetta, ibu kota provinsi Baluchistan, sejak pemboman bunuh diri menewaskan sekitar 50 orang pada pawai Syiah pada 2010.
Mehmood mengatakan, korban yang tewas dalam kedua pemboman itu juga mencakup seorang kamerawan televisi setempat dan beberapa petugas penyelamat.
Polisi mengatakan, serangan bom itu mengganggu pasokan listrik dan membuat daerah tersebut gelap karena listrik mati.
Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, namun sejumlah kelompok militan beroperasi aktif di Baluchistan, provinsi terbesar namun termiskin di Pakistan. Kekerasan sektarian antara Sunni dan Syiah terjadi di wilayah yang berbatasan dengan Iran dan Afghanistan itu.
Separatis Baluchistan mengobarkan kekerasan sejak 2004 untuk menuntut otonomi politik dan pembagian lebih besar dari kekayaan minyak, gas dan mineral di wilayah yang penduduknya dilanda kemiskinan itu.
Kelompok militan Lashkar-e-Jhangvi (LJ) yang terkait dengan Al Qaida juga mengobarkan serangan-serangan terhadap minoritas Syiah, dan beberapa aparat kepolisian di kota itu menyatakan mereka diancam oleh kelompok tersebut.
Pakistan dilanda serangan-serangan bom bunuh diri dan penembakan yang menewaskan lebih dari 5.200 orang sejak pasukan pemerintah menyerbu sebuah masjid yang menjadi tempat persembunyian militan di Islamabad pada Juli 2007.
Kekerasan sektarian meningkat sejak gerilyawan Sunni memperdalam hubungan dengan militan Al Qaida dan Taliban setelah Pakistan bergabung dalam operasi pimpinan AS untuk menumpas militansi setelah serangan-serangan 11 September 2001 di AS.
Pakistan juga mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas gerilyawan terhadap pasukan internasional di Afghanistan.
Para pejabat AS mengobarkan perang dengan pesawat tak berawak terhadap para komandan Taliban dan Al Qaida di kawasan suku baratlaut, dimana militan bersembunyi di daerah pegunungan yang berada di luar kendali langsung pemerintah Pakistan.
Pasukan Amerika menyatakan, daerah perbatasan itu digunakan kelompok militan sebagai tempat untuk melakukan pelatihan, penyusunan kembali kekuatan dan peluncuran serangan terhadap pasukan koalisi di Afghanistan.
Islamabad mendesak AS mengakhiri serangan-serangan pesawat tak berawak, sementara Washington menuntut Pakistan mengambil tindakan menentukan untuk menumpas jaringan teror.
Sentimen anti-AS tinggi di Pakistan, dan perang terhadap militansi yang dilakukan AS tidak populer di Pakistan karena persepsi bahwa banyak warga sipil tewas akibat serangan pesawat tak berawak yang ditujukan pada militan di sepanjang perbatasan dengan Afghanistan dan penduduk merasa bahwa itu merupakan pelanggaran atas kedaulatan Pakistan.
Pesawat-pesawat tak berawak AS melancarkan puluhan serangan di kawasan suku Pakistan sejak pasukan komando AS membunuh pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dalam operasi rahasia di kota Abbottabad, Pakistan, pada 2 Mei 2011. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013