Jakarta (ANTARA Bengkulu) - Direktur Pemberitaan Lembaga Kantor Berita Negara Antara Akhmad Kusaeni menyatakan bahwa pers di Indonesia adalah pers yang relatif paling bebas dibandingkan negara lain di kawasan Asia Tenggara.
"Pada masa Orde Baru memang pers di Indonesia dikekang untuk memberitakan kebenaran, namun saat ini dibandingkan negara Asia Tenggara, pers kami paling bebas," katanya di Jakarta, Kamis.
Akhmad menyatakan hal tersebut pada saat menerima kunjungan dari 35 peserta pelatihan Institute of Secretariat Training and Management dari India di Jalan Medan Merdeka Selatan.
Kepada tamu yang berkunjung, ia memaparkan bahwa setelah rezim Orde Baru runtuh, pekerja media saat ini menikmati tidak hanya kebebasan melainkan juga kekuasaan besar untuk mengontrol pemerintahan.
Namun meskipun menikmati kebebasan dan bahkan kekuasaan yang besar, Akhmad menilai bahwa kelebihan tersebut justru dimanfaatkan oleh beberapa politisi untuk mengarahkan opini publik.
"Persoalan kebebasan pers di Indonesia terletak pada kepemilikan beberapa media nasional yang sebagian besar atau keseluruhan sahamnya dikuasai oleh politisi," kata dia.
Akibatnya, media yang seharusnya digunakan untuk menyuarakan kepentingan publik kini, dengan segala kebebasan yang dinikmatinya, justru lebih banyak mencerminkan kepentingan sempit politik.
Menurut dia kebebasan pers tidak cukup karena yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini adalah media yang tidak tersubordinasi oleh kepentingan modal dan akumulasi kekuasaan.
Di sisi lain, beberapa tamu dari Institute of Secretariat Training and Management juga tertarik untuk mengetahui bagaimana mekanisme penanaman modal asing untuk sektor media di Indonesia.
Tamu tersebut menceritakan bahwa modal asing untuk perusahaan media di India dibatasi sampai maksimal 26 persen, sedangkan untuk sektor lain justru dibebaskan.
Kebijakan tersebut menunjukkan betapa pemerintah India sangat memandang penting peran strategis media sehingga menjaganya dari kepemilikan dan kepentingan asing.
Akhmad menanggapi pertanyaan tersebut dengan mengatakan bahwa investor dari luar negeri yang ingin bergerak di sektor media di Indonesia harus mencari partner lokal untuk bekerja sama. (ANT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Pada masa Orde Baru memang pers di Indonesia dikekang untuk memberitakan kebenaran, namun saat ini dibandingkan negara Asia Tenggara, pers kami paling bebas," katanya di Jakarta, Kamis.
Akhmad menyatakan hal tersebut pada saat menerima kunjungan dari 35 peserta pelatihan Institute of Secretariat Training and Management dari India di Jalan Medan Merdeka Selatan.
Kepada tamu yang berkunjung, ia memaparkan bahwa setelah rezim Orde Baru runtuh, pekerja media saat ini menikmati tidak hanya kebebasan melainkan juga kekuasaan besar untuk mengontrol pemerintahan.
Namun meskipun menikmati kebebasan dan bahkan kekuasaan yang besar, Akhmad menilai bahwa kelebihan tersebut justru dimanfaatkan oleh beberapa politisi untuk mengarahkan opini publik.
"Persoalan kebebasan pers di Indonesia terletak pada kepemilikan beberapa media nasional yang sebagian besar atau keseluruhan sahamnya dikuasai oleh politisi," kata dia.
Akibatnya, media yang seharusnya digunakan untuk menyuarakan kepentingan publik kini, dengan segala kebebasan yang dinikmatinya, justru lebih banyak mencerminkan kepentingan sempit politik.
Menurut dia kebebasan pers tidak cukup karena yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini adalah media yang tidak tersubordinasi oleh kepentingan modal dan akumulasi kekuasaan.
Di sisi lain, beberapa tamu dari Institute of Secretariat Training and Management juga tertarik untuk mengetahui bagaimana mekanisme penanaman modal asing untuk sektor media di Indonesia.
Tamu tersebut menceritakan bahwa modal asing untuk perusahaan media di India dibatasi sampai maksimal 26 persen, sedangkan untuk sektor lain justru dibebaskan.
Kebijakan tersebut menunjukkan betapa pemerintah India sangat memandang penting peran strategis media sehingga menjaganya dari kepemilikan dan kepentingan asing.
Akhmad menanggapi pertanyaan tersebut dengan mengatakan bahwa investor dari luar negeri yang ingin bergerak di sektor media di Indonesia harus mencari partner lokal untuk bekerja sama. (ANT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013