Kalangan petani di Desa Lubuk Kembang, Kecamatan Curup Utara, Kabupaten Rejang Lebong khawatir areal persawahan milik mereka akan rusak akibat adanya usaha pertambangan galian C di Desa Batu Panco yang posisinya berbatasan.
Salah seorang petani di Desa Lubuk Kembang, Sunarta saat ditemui di Desa Lubuk Kembang, Selasa, mengatakan adanya aktivitas tambang galian C yang di Sungai Musi sejak beberapa bulan belakangan ini ditakutkan akan menggerus sawah mereka serta mengancam sumber air irigasi di desa mereka itu.
"Kami khawatir nantinya sawah kami ini akan terkena dampaknya, kalau sekarang mungkin belum tetapi jika ini dilakukan terus menerus dan besar-besaran dengan menggunakan alat berat jelas ini akan berdampak dengan sawah kami yang berada dibagian atas lokasi tambang," ujar dia.
Usaha penambangan batu sungai oleh PT Batubara Sriwijaya Nusantara (BSN) ini kata dia, mengancam sawah mereka karena sudah ada beberapa bagian yang tergerus air sungai dan longsor sepanjang aliran Sungai Musi, karena struktur tanah di aliran sungai berubah.
Luasan lahan sawah milik warga Desa Lubuk Kembang yang berada persis di dekat lokasi penambangan batu sungai itu sendiri kata dia, mencapai 10 hektare dari total luasan sawah yang ada di Desa Lubuk Kembang yang mencapai 114 hektare.
"Selain khawatir sawah kami akan tergerus longsor, kami juga takut air irigasi ke sawah kami juga akan mengering karena dampak dari usaha tambang ini," terangnya.
Sedangkan, M Arbi perwakilan dari PT BSN saat ditemui menyebutkan aktivitas tambang mereka itu telah memiliki izin resmi dan dilakukan dalam wilayah tambang resmi yang ada di Kabupaten Rejang Lebong.
"Seluruh izin kami sudah lengkap dan telah terbit sejak bulan Desember 2019 lalu, selain itu penerbitan izinnya juga sudah melalui proses yang panjang dan rekomendasi dari dinas-dinas terkait," kata Arbi.
Dijelaskan dia, aktivitas yang mereka lakukan ini dalam pengawasan inspektorat tambang yang akan melakukan pemeriksaan setiap tiga bulan sekali guna memastikan bahwa kegiatan pertambangan yang mereka lakukan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebelumnya pihaknya kata dia, sudah menawarkan sejumlah solusi kepada para petani di Desa Lubuk Kembang diantaranya menyediakan bronjong untuk dipasang dilokasi yang dikhawtirkan akan longsor, namun tidak disetujui oleh warga.
Pihaknya juga berjanji akan bertanggungjawab, jika nantinya air disaluran irigasi warga Desa Lubuk Kembang mengering atau adanya kerusakan sarana publik seperti jembatan dan sekolah akibat adanya usaha pertambangan yang mereka lakukan, mengingat lokasi usahanya berjarak sekitar 1 KM.
Areal pertambangan yang mereka kelola itu kata Arbi, adalah lahan pribadi bukan lahan adat dengan luasan mencapai 26 hektare yang terdiri dari enam hektare berada dikawasan sungai dan selebihnya di daratan yang posisinya berada di Desa Batu Panco.
Sejauh ini usaha penambangan batu yang mereka laksanakan masih dalam proses pengumpulan material dan penataan lingkungan. Material tambang yang mereka hasilkan ini belum di jual lantaran masih ada sengketa dengan masyarakat seberang sungai yakni Desa Lubuk Kembang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
Salah seorang petani di Desa Lubuk Kembang, Sunarta saat ditemui di Desa Lubuk Kembang, Selasa, mengatakan adanya aktivitas tambang galian C yang di Sungai Musi sejak beberapa bulan belakangan ini ditakutkan akan menggerus sawah mereka serta mengancam sumber air irigasi di desa mereka itu.
"Kami khawatir nantinya sawah kami ini akan terkena dampaknya, kalau sekarang mungkin belum tetapi jika ini dilakukan terus menerus dan besar-besaran dengan menggunakan alat berat jelas ini akan berdampak dengan sawah kami yang berada dibagian atas lokasi tambang," ujar dia.
Usaha penambangan batu sungai oleh PT Batubara Sriwijaya Nusantara (BSN) ini kata dia, mengancam sawah mereka karena sudah ada beberapa bagian yang tergerus air sungai dan longsor sepanjang aliran Sungai Musi, karena struktur tanah di aliran sungai berubah.
Luasan lahan sawah milik warga Desa Lubuk Kembang yang berada persis di dekat lokasi penambangan batu sungai itu sendiri kata dia, mencapai 10 hektare dari total luasan sawah yang ada di Desa Lubuk Kembang yang mencapai 114 hektare.
"Selain khawatir sawah kami akan tergerus longsor, kami juga takut air irigasi ke sawah kami juga akan mengering karena dampak dari usaha tambang ini," terangnya.
Sedangkan, M Arbi perwakilan dari PT BSN saat ditemui menyebutkan aktivitas tambang mereka itu telah memiliki izin resmi dan dilakukan dalam wilayah tambang resmi yang ada di Kabupaten Rejang Lebong.
"Seluruh izin kami sudah lengkap dan telah terbit sejak bulan Desember 2019 lalu, selain itu penerbitan izinnya juga sudah melalui proses yang panjang dan rekomendasi dari dinas-dinas terkait," kata Arbi.
Dijelaskan dia, aktivitas yang mereka lakukan ini dalam pengawasan inspektorat tambang yang akan melakukan pemeriksaan setiap tiga bulan sekali guna memastikan bahwa kegiatan pertambangan yang mereka lakukan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebelumnya pihaknya kata dia, sudah menawarkan sejumlah solusi kepada para petani di Desa Lubuk Kembang diantaranya menyediakan bronjong untuk dipasang dilokasi yang dikhawtirkan akan longsor, namun tidak disetujui oleh warga.
Pihaknya juga berjanji akan bertanggungjawab, jika nantinya air disaluran irigasi warga Desa Lubuk Kembang mengering atau adanya kerusakan sarana publik seperti jembatan dan sekolah akibat adanya usaha pertambangan yang mereka lakukan, mengingat lokasi usahanya berjarak sekitar 1 KM.
Areal pertambangan yang mereka kelola itu kata Arbi, adalah lahan pribadi bukan lahan adat dengan luasan mencapai 26 hektare yang terdiri dari enam hektare berada dikawasan sungai dan selebihnya di daratan yang posisinya berada di Desa Batu Panco.
Sejauh ini usaha penambangan batu yang mereka laksanakan masih dalam proses pengumpulan material dan penataan lingkungan. Material tambang yang mereka hasilkan ini belum di jual lantaran masih ada sengketa dengan masyarakat seberang sungai yakni Desa Lubuk Kembang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020