Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Rahmad Handoyo, mengajak masyarakat untuk gotong-royong menyelamatkan BPJS, terkait keputusan pemerintah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan.
"Semangat gotong-royong untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan harus digelorakan lagi. Masyarakat yang mampu bisa mensubsidi masyarakat yang kurang mampu," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ia yakin keputusan pemerintah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan yang saat ini sedang menjadi polemik di masyarakat, bukan tindakan gegabah yang dilakukan tanpa perhitungan. Ia menilai langkah pemerintah ini adalah langkah taktis menyelamatkan BPJS Kesehatan itu sendiri.
Akan tetapi, kata dia, seiring dengan kenaikan iuran itu, pelayanan juga harus ditingkatkan dan fasilitas tidak boleh berkurang namun justru harus ditingkatkan.
Pada sisi lain dia mengaku belum mengetahui secara rinci apa latar belakang sehingga pemerintah memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan, walau menurut dia yang penting adalah BPJS Kesehatan harus diselamatkan dan langkah penyelamatan dalam hal ini adalah likuiditas.
Ia mengatakan keputusan menaikkan iuran BPJS merupakan ranah pemerintah namun yang menjadi parameter sebenarnya bukan soal naik tidaknya iuran BPJS Kesehatan, melainkan bagaimana sistem jaminan sosial dalam hal ini BPJS Kesehatan ini diselamatkan.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR itu menilai, jika BPJS Kesehatan tidak diselamatkan maka efeknya panjang. "BPJS Kesehatan adalah badan yang menaungi masalah kesehatan rakyat, sesuai dengan undang-undang. Karena itu, BPJS Kesehatan harus diselamatkan," katanya.
Ia menilai sebenarnya yang harus ditolak adalah kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III sehingga peserta kelas I dan kelas II yang sudah cukup mampu hendaknya bergotong-royong, membantu, mendukung dan menyubsidi peserta kelas III.
"Nach yang kelas III ini memang serba dilematis, meskipun kami pada prinsipnya tidak setuju tapi karena pemerintah sudah mengambil keputusan seperti ini, ya kita hormati. Kan masih ada jeda sekian bulan," katanya.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64/2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5) dan diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada Rabu (6/5).
Perpres 64/2020 mengatur perubahan besaran iuran dan bantuan iuran bagi peserta mandiri oleh pemerintah. Peserta mandiri tersebut mencakup peserta di segmen pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja.
Iuran kelas I perorang tertanggung naik dari Rp80.000 menjadi Rp150.000 berlaku 1 Juli 2020, iuran kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp100.000 berlaku 1 Juli 2020. Dan Iuran kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp35.000 berlaku pada 2021.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
"Semangat gotong-royong untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan harus digelorakan lagi. Masyarakat yang mampu bisa mensubsidi masyarakat yang kurang mampu," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ia yakin keputusan pemerintah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan yang saat ini sedang menjadi polemik di masyarakat, bukan tindakan gegabah yang dilakukan tanpa perhitungan. Ia menilai langkah pemerintah ini adalah langkah taktis menyelamatkan BPJS Kesehatan itu sendiri.
Akan tetapi, kata dia, seiring dengan kenaikan iuran itu, pelayanan juga harus ditingkatkan dan fasilitas tidak boleh berkurang namun justru harus ditingkatkan.
Pada sisi lain dia mengaku belum mengetahui secara rinci apa latar belakang sehingga pemerintah memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan, walau menurut dia yang penting adalah BPJS Kesehatan harus diselamatkan dan langkah penyelamatan dalam hal ini adalah likuiditas.
Ia mengatakan keputusan menaikkan iuran BPJS merupakan ranah pemerintah namun yang menjadi parameter sebenarnya bukan soal naik tidaknya iuran BPJS Kesehatan, melainkan bagaimana sistem jaminan sosial dalam hal ini BPJS Kesehatan ini diselamatkan.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR itu menilai, jika BPJS Kesehatan tidak diselamatkan maka efeknya panjang. "BPJS Kesehatan adalah badan yang menaungi masalah kesehatan rakyat, sesuai dengan undang-undang. Karena itu, BPJS Kesehatan harus diselamatkan," katanya.
Ia menilai sebenarnya yang harus ditolak adalah kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III sehingga peserta kelas I dan kelas II yang sudah cukup mampu hendaknya bergotong-royong, membantu, mendukung dan menyubsidi peserta kelas III.
"Nach yang kelas III ini memang serba dilematis, meskipun kami pada prinsipnya tidak setuju tapi karena pemerintah sudah mengambil keputusan seperti ini, ya kita hormati. Kan masih ada jeda sekian bulan," katanya.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64/2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5) dan diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada Rabu (6/5).
Perpres 64/2020 mengatur perubahan besaran iuran dan bantuan iuran bagi peserta mandiri oleh pemerintah. Peserta mandiri tersebut mencakup peserta di segmen pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja.
Iuran kelas I perorang tertanggung naik dari Rp80.000 menjadi Rp150.000 berlaku 1 Juli 2020, iuran kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp100.000 berlaku 1 Juli 2020. Dan Iuran kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp35.000 berlaku pada 2021.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020