Anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu Edwar Samsi menyebut jika tak mengantongi izin pembuangan limbah, lebih baik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara Bengkulu ditutup.

Pernyataan ini disampaikannya menanggapi data yang dipaparkan Juru Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu dalam diskusi daring dengan tema potret pengelolaan lingkungan di PLTU batubara Teluk Sepang Bengkulu.

Edward mengaku baru mengetahui informasi soal pembuangan limbah tanpa izin yang dilakukan PT. Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) selaku pengelola PLTU batubara Bengkulu.

"Saya tegas saja kalau memang tidak ada izin pembuangan limbah tersebut saya sudah mewanti-wanti dan berulang kali menyampaikan di media lebih baik ditutup, gitu aja kenapa susah," kata dia.

Politisi PDIP ini mengatakan sudah mendatangai lokasi proyek PLTU itu saat kejadian kematian sejumlah penyu di perairan Teluk Sepang beberapa bulan lalu.

Diakuinya, kejadian itu mendapat perhatian serius para anggota dewan, khususnya di Komisi III, sebab selama Provinsi Bengkulu berdiri belum pernah terjadi penyu mati dalam jumlah banyak.

Edwar menegaskan pihakny akan memanganggil pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) untuk mengkonfirmasi soal data yang menyebutkan pihak TLB membuang limbah, sementara izin pembuangan limbah belum keluar.

"Kami akan memanggil DLHK Provinsi Bengkulu untuk meminta keterangan, kenapa limbah sudah bisa dibuang tetapi izinnya belum ada," tegasnya.

Sementara itu, Juru Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu mengatakan, pihaknya mendata sejak November 2019 hingga 26 Maret 2020 PT. TLB telah membuang limbah cair ke laut tanpa izin, karena izin pembuangan limbah baru terbit pada 16 April 2020.

Kata Olan, berdasarkan dokumen addendum Amdal dan RKL-RPL sebelum pengoperasian seluruh sistem, PT. TLB akan melakukan uji coba (commissioning) dan pengumuman yang disampaikan ke warga Teluk Sepang uji coba dilakukan 19-26 September 2019 dan 8-15 Oktober 2019. 

"Selama uji coba berlangsung, limbah cair yang keluar dari saluran pembuangan berbuih berwarna kecoklatan dan berbau menyengat dan pasca uji coba tersebut, mulai ditemukan penyu mati di perairan sekitar proyek dan bangkai penyu pertama ditemukan pada 20 November 2019, penemuan terakhir pada Januari 2020, total ada 28 penyu yang mati yang diduga akibat limbah cair yang dibuang ke laut tersebut," papar Olan.

Ia menambahkan, dari pantauan Kanopi pembuangan limbah cair ke laut kembali dilakukan oleh PT. TLB pada 23 Januari 2020 dan 26 Maret 2020, sementara izin pembuangan air limbah cair ke laut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan baru diterbitkan 16 April 2020.

Lalu kasus tumpahan oli yang menggenangi kebun petani penggarap sekitar 1 hektare diketahui pada 12 April 2020, oli diduga berasal dari tangki penyimpanan milik PT. TLB dan setelah kembali dicek di lapangan pada 14 April 2020, tangki tersebut sudah tidak di lokasi atau hilang.

"Kasus tumpahan oli ini sudah dilaporkan ke Polda Bengkulu namun hingga saat ini tidak ada perkembangan penyelidikan," kata Olan.

Sementara itu, Dosen hukum lingkungan Universitas Bengkulu, Deli Waryenti mengatakan pembuangan limbah ke laut sangat salah karena mengancam biota laut mulai dari ikan, penyu, terumbu karang dan tanaman mangrove.

"Walapun ada izin, laut bukan tempat pembuangan limbah, laut bukan tempat pembuangan sampah," jelasnya.

Ia mengatakan, perlu ada revisi UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan terutama mengenai pasal-pasal yang berkaitan dengan bolehnya limbah dibuang ke media lingkungan asal dengan izin, terutama ke laut karena laut adalah sumber kehidupan.

"Apakah betul-betul murni nanti izin itu diberikan atau  karena kepentingan, bisa saja nanti itu ada kerja sama antara yang berkepentingan untuk membolehkan membuang limbah," paparnya.

Menanggapi data yang disampaikan Kanopi Bengkulu, menurut Deli ada dua UU yang dilanggar oleh PT. TLB yaitu UU 3 tahun 2009, di mana salah satu asas penting adalah negara menjamin Menanggapi data yang disampaikan Kanopi Bengkulu, menurut Deli ada dua UU yang dilanggar oleh PT. TLB yaitu UU 3 tahun 2009, di mana salah satu asas penting adalah negara menjamin kehidupan rakyatnya agar sehat dan menjamin lingkungan dan tanggung jawab negara bukan hanya untuk masyarakat tetapi juga untuk kelestarian lingkungan. 

Undang-undang kedua yakni UU No 32 tahun 2014 tentang Kelautan yang mengamanatkan pentingnya mewujudkan ekonomi biru untuk keberlanjutan pembangunan.

Ia menambahkan, bila merujuk pada UU nomor 32 tahun 2009 pemerintah bisa menjatuhkan sanki administrasi kalau memang sudah ditemukan bukti-bukti nyata bahwa terjadi pencemaran, selain teguran yang paling penting atau mungkin yang dilakukan pemerintah adalah sanki paksaan berupa pemberhentian sementara atau perbaiki terlebih dahulu lingkungan yang sudah tercemar, atau membongkar instalasi yang sudah terpasang demi perbaikan sesuai standar.

"Bahkan pemerintah harus mau berbesar hati untuk meninjau kembali izin lingkungan PLTU, sudah sesuai dengan kooridornya atau tidak, sudah sesuai aturan atau tidak, jangan sampai ada penyimpangan-penyimpangan yang kemudian menyebabkan apa yang kita saksikan sekarang," kata Deli.

Disisi lain, advokat dan pemerhati lingkungan Saman Lating meminta pemerintah secepatnya menyelesaikan permasalahan yang terjadi. 

"Takutnya nanti ada kudeta kewenangan pemerintah, kudeta kewenangan penindakan oleh rakyat, rakyat sendiri akan menindak, rakyat sendiri akan bertindak terhadap perusak lingkungan, jangan sampai itu terjadi," tegasnya.

Sementara itu, Humas PT. TLB Soraya saat dihubungi, Jumat (19/06) mengatakan, pihaknya sudah mengantongi semua izin, termasuk izin limbah.

"Terkait izin, kami sudah mengantongi semua izin, silakan konfirmasi ke dinas terkait dan perihal kematian penyu, masalah ini sudah clear sesuai dgn press release yg sudah dikeluarkan Pemprov Bengkulu dan BKSDA, kemudian untuk tumpahan oli, kami sudah serahkan masalah ini ke kepolisian, silahkan follow up ke Polres," demikian Soraya.

Pewarta: Carminanda

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020