Bengkulu (Antara) - Pengamat politik Universitas Bengkulu Dr Panji Suminar MA menilai pemilihan umum di Provinsi Bengkulu yang menampilkan bakal calon anggota legislatif masih berbentuk demokrasi primordial belum berupa substansi dari sebuah demokrasi.
"Jadi di Bengkulu yang maju menjadi calon legislatif itu adalah orang yang mempunyai banyak karib kerabat untuk mendapatkan suara terbanyak dan duduk sebagai anggota legislatif," kata dia saat diskusi tentang kualitas bakal calon legislatif yang diselenggarakan oleh forum diskusi dosen Fisip Universitas Bengkulu, di Kota Bengkulu.
Menurut Panji, yang juga Dekan Fisip Universitas Bengkulu (Univb), demokrasi primodial tercipta oleh karena pandangan partai dalam menentukan berhasil atau tidaknya pengurus membina dan membesarkan partai yang menurutnya masih berorientasi pada banyaknya kader yang duduk di kursi legislatif.
"Pengurus dikatakan berhasil jika mendudukkan banyak perwakilannya, oleh sebab itu pengurus akan mencari calon legislatif yang yakin akan memenangkan pemilihan, salah satunya yang mempunyai basis kerabat yang banyak," kata dia.
Panji mengatakan cara untuk memenangkan perebutan kursi legislatif dengan bentuk demokrasi primodial itu merupkan salah satu tindakan yang dapat menurunkan kualitas calon legislatif yang akan duduk sebagai wakil rakyat nantinya.
"Cukup satu `poyang` yang punya keturunan 600 orang saja akan dapat memenangkan satu kursi, walaupun punya suara yang besar tetapi belum tentu orangnya berkualitas," kata dia.
Ideologi partai yang menjaring calon legislatif yang bukan melihat dari sisi kualitas dan hanya melihat sisi finansial serta basis massa yang besar, lanjutnya, hal tersebut akan menciptakan politikus yang hanya berorientasi pada kekuasaan dan kesejahteraan.
"Bohong itu politikus yang mencalon karena memperjuangkan aspirasi rakyat, karena yang mereka tahu kalau duduk nantinya mereka akan mendapatkan kesejahteraan ataupun kekuasaan, dan partai politik yang berperan menjadi `chanel of power` maupun `chanel of prosperity`," kata dia.
Dia mengharapkan agar partai untuk mengubah paradigma yang menilai keberhasilan partai dilihat dari berapa banyaknya kursi yang didapat tetapi partai sudah seharusnya berpandangan pada berapa banyaknya calon yang telah dihasilkan.
Pengamat Politik Bengkulu, Lamhir Syam Sinaga, mengatakan partai harus lebih memprioritaskan calon-calon yang memang pantas untuk dicalonkan sebagai anggota legislatif.
"Partai politik itu janganlah jadi calo broker politik," kata dia, yang juga pengajar di Fisip Unib. *
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Jadi di Bengkulu yang maju menjadi calon legislatif itu adalah orang yang mempunyai banyak karib kerabat untuk mendapatkan suara terbanyak dan duduk sebagai anggota legislatif," kata dia saat diskusi tentang kualitas bakal calon legislatif yang diselenggarakan oleh forum diskusi dosen Fisip Universitas Bengkulu, di Kota Bengkulu.
Menurut Panji, yang juga Dekan Fisip Universitas Bengkulu (Univb), demokrasi primodial tercipta oleh karena pandangan partai dalam menentukan berhasil atau tidaknya pengurus membina dan membesarkan partai yang menurutnya masih berorientasi pada banyaknya kader yang duduk di kursi legislatif.
"Pengurus dikatakan berhasil jika mendudukkan banyak perwakilannya, oleh sebab itu pengurus akan mencari calon legislatif yang yakin akan memenangkan pemilihan, salah satunya yang mempunyai basis kerabat yang banyak," kata dia.
Panji mengatakan cara untuk memenangkan perebutan kursi legislatif dengan bentuk demokrasi primodial itu merupkan salah satu tindakan yang dapat menurunkan kualitas calon legislatif yang akan duduk sebagai wakil rakyat nantinya.
"Cukup satu `poyang` yang punya keturunan 600 orang saja akan dapat memenangkan satu kursi, walaupun punya suara yang besar tetapi belum tentu orangnya berkualitas," kata dia.
Ideologi partai yang menjaring calon legislatif yang bukan melihat dari sisi kualitas dan hanya melihat sisi finansial serta basis massa yang besar, lanjutnya, hal tersebut akan menciptakan politikus yang hanya berorientasi pada kekuasaan dan kesejahteraan.
"Bohong itu politikus yang mencalon karena memperjuangkan aspirasi rakyat, karena yang mereka tahu kalau duduk nantinya mereka akan mendapatkan kesejahteraan ataupun kekuasaan, dan partai politik yang berperan menjadi `chanel of power` maupun `chanel of prosperity`," kata dia.
Dia mengharapkan agar partai untuk mengubah paradigma yang menilai keberhasilan partai dilihat dari berapa banyaknya kursi yang didapat tetapi partai sudah seharusnya berpandangan pada berapa banyaknya calon yang telah dihasilkan.
Pengamat Politik Bengkulu, Lamhir Syam Sinaga, mengatakan partai harus lebih memprioritaskan calon-calon yang memang pantas untuk dicalonkan sebagai anggota legislatif.
"Partai politik itu janganlah jadi calo broker politik," kata dia, yang juga pengajar di Fisip Unib. *
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013