Aktivis anti-korupsi Bengkulu, Melyansori mengingatkan warga masyarakat untuk mewaspadai dan tidak memilih calon kepala daerah yang dibiayai para cukong untuk memenangkan pemilihan kepala daerah (pilkada) kabupaten dan provinsi.

"Pada kontestasi pilkada seperti yang dikatakan Mahfud MD bahwa 92 persen calon kepala daerahnya dibiayai oleh cukong maka kita perlu waspadai dalam pilkada Bengkulu tahun ini, kenali siapa yang dibiayai cukong," kata Melyansori yang juga Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Puskaki) Bengkulu saat dialog yang digelar Koalisi Langit Biru, Selasa, malam.

Menurut Melyan jika calon kepala daerah yang dibiayai atau didukung para cukong terpilih maka sangat jelas gambaran ke depan adalah belakunya politik kepentingan.

Dampaknya juga jelas, arah kebijakan pemerintah akan melayani kepentingan para cukong yang kerap kontra dengan kepentingan masyarakat.

Dialog bertema "Indonesia darurat, masyarakat melarat, dimana kawanku?" tersebut, Melyan menilai salah satu penyebab kondisi Indonesia sulit menjadi negara kuat adalah praktik politik transaksional di mana para calon mendapat sokongan dana dari cukong, lalu saat terpilih akan membalas jasa cukong tersebut dalam bentuk regulasi, perizinan usaha industri ekstraktif dan berbagai fasilitas lain yang juga dikenal dengan ijon politik.

Karenanya, ia mengajak masyarakat untuk membuka wawasan, mengetahui seluk beluk setiap kandidat para calon kepala daerah, dan memilih kepala daerah yang tidak memiliki kedekatan emosional dengan para elit oligarki.

Pembicara lain, Direktur Lokataru Haris Azhar, yang hadir secara virtual memberikan pandangan atas tema yang diangkat dalam diskusi tersebut. Menurutnya, masyarakat harus bergerak melakukan pemulihan melalui konsep solidaritas yang mengedepankan prinsip dan nilai karena rakyat tidak bisa menunggu dan mengandalkan, negara, pemerintah daerah dan otoritas-otoritas tertentu.

"Karena mereka yang berada di dalam pemerintahan dan otoritas tertentu itu terjebak dalam sistem oligarki, kapitalisme, otoritarianisme dan sistim balik modal," katanya.

Dialog yang diikuti seratusan undangan yang didominasi para mahasiswa dan pemuda itu juga menghadirkan tiga pembicara lain yakni Akademisi Universitas Bengkulu, Titiek Kartika, Direktur Azam Community MA Prihatno dan Presiden Mahasiswa BEM Universitas Bengkulu, Fauzan Hanif.

Akademisi Universitas Bengkulu, Titiek Kartika mengatakan membangun solidaritas di lingkaran masyarakat menjadi kunci untuk membangun perubahan sosial.

Dalam hal ini, Kartika memberi contoh bahwa rencana pemerintah dalam mengebut Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law justru dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan sepihak tanpa mengedepankan kebutuhan masyarakat.

Presiden BEM Universitas Bengkulu, Fauzan Hanif menilai saat ini pemerintah terus mengeksploitasi sumber daya alam negeri ini tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan.

Pandemi COVID-19 turut memperparah keadaan. Di mana sistem mulai dikuasai kapitalis sehingga kemiskinan dan kesenjangan sosial semakin terlihat parah. 

"Kapitalisme global berhasil membungkam perekonomian setiap negara. Kondisi saat ini jadi bukti nyata, pendidikan dikapitalisasi, kesehatan dikapitalis bahkan semuanya yang menyangkut kepentingan rakyat juga dijadikan ladang bisnis pemerintah," kata Presiden Mahasiswa Universitas Bengkulu, Fauzan Hanif. 

Menurutnya, Indonesia darurat kebijakan dalam hal ini timpangnya kesejahteraan masyarakat sebagai dampak kebijakan pemerintah yang pro-oligarki, salah satunya lewat RUU Omnibus Law.

Pewarta: Bisri Mustofa

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020