Pengurus Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Bengkulu memprotes penangkapan 8 orang aktivis lingkungan dan mahasiswa saat aksi Hari Tani pada 24 September 2020.

Pengurus IMM Bengkulu, Kelvin Aldo menilai Kapolres Bengkulu, AKBP Pahala Simanjuntak, sebagai pemegang kendali atas pengamanan di lapangan harus bertanggungjawab penuh.

"Unjuk rasa berjalan sesuai dengan aturan dan sudah menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19," kata Kelvin di Bengkulu, Sabtu.

Menurut dia, kepolisian telah gagal mengamankan massa aksi damai yang sesuai dengan protokol kesehatan.

"Tindak tegas aparat kepolisian yang dengan semena-mena mengamankan massa aksi dengan kekerasan dan menimbulkan massa aksi terluka dan cidera," kata Kelvin.

Lanjut Kelvin, jajaran Polda Bengkulu harus menangkap dalang kriminalisasi massa aksi yang dicurigai menggunakan narkoba.

Sementara itu, kericuhan terjadi ketika massa yang berjumlah seratusan orang itu menolak dibubarkan dengan dalih aksi unjuk rasa tersebut berjalan sesuai dengan aturan dan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19.

Saat aksi di depan gedung DPRD Provinsi Bengkulu, Kapolres Bengkulu AKBP Pahala Simanjuntak mengatakan unjuk rasa tersebut dibubarkan karena melanggar maklumat Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) tentang penegakan hukum protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19.

Lain sisi, Karo Ops Polda Bengkulu Kombes Pol Dede Alamsyah, mengatakan bahwa masyarakat diperbolehkan menyampaikan aspirasi dengan catatan tidak membawa massa.

“Demo yang terjadi kemarin jelas melanggar maklumat Kapolri maka dari itu kami melakukan pembubaran secara paksa,” kata Dede.

Aksi Hari Tani 2020 yang digelar para petani, aktivis lingkungan dan mahasiswa pada 24 September 2020 menyerukan penolakan Omnibus Law RUU Ciptaker yang saat ini dibahas anggota DPR RI.

Salah satu alasan menolak RUU tersebut adalah rencana pemberian izin penguasaan lahan untuk usaha selama 90 tahun.

Pewarta: Bisri Mustofa

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020