Banyumas (Antara) - Petani kedelai di Desa Kalisari, Banyumas, Jawa Tengah, mendukung rencana penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap komoditas tersebut.

"Rencana tersebut sangat positif untuk petani agar mau menanam kedelai," kata seorang petani kedelai, Wibowo, di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Kamis.

Menurut dia, di Desa Kalisari yang merupakan sentra industri tahu terdapat sembilan petani kedelai dengan luas lahan sekitar enam hektare.

Kendati demikian, dia mengatakan bahwa hingga saat ini, petani belum berani menanam kedelai karena curah hujan masih tinggi.

Bahkan, kata dia, petani pada musim tanam yang lalu sempat panik karena benih bantuan dari Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Banyumas tidak bisa menghasilkan kedelai secara maksimal dan banyak yang gagal panen.

Ia menduga benih bantuan tersebut tidak cocok ditanam di wilayah Banyumas atau benihnya sudah kedaluwarsa.

"Kalau saya tanam beberapa varietas seperti Slamet, Mutiara, dan Rajabasa pada lahan seluas 2,5 hektare, hasilnya baik. Hanya saja, pascapanennya terkendala cuaca yang sering turun hujan sehingga mengganggu proses penjemuran," kata dia yang juga Kepala Desa Kalisari.

Lebih lanjut, dia mengaku sangat mendukung dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2013 tentang Penugasan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik untuk mengamankan harga dan penyaluran kedelai.

Dengan adanya tata niaga kedelai yang melibatkan Bulog, kata dia, petani kedelai dan perajin tahu-tempe akan terlindungi.

"Kalau pemerintah ikut campur tangan mengurusi masalah harga kedelai, petani dan perajin tahu-tempe akan terlindungi. Mudah-mudahan setelah pemerintah mengurusi itu, nantinya ada subsidi harga kedelai, sehingga jualnya ke masyarakat bisa lebih murah," katanya.

Dengan demikian, kata dia, petani kedelai akan diuntungkan dan perajin bisa menikmati harga yang lebih stabil karena ditetapkan oleh pemerintah.

"Tidak seperti sekarang, harganya masih tinggi dan sampai hari ini mencapai Rp7.500 per kilogram. Bahkan, sempat mencapai Rp8.400 per kilogram sehingga banyak perajin tahu-tempe yang gulung tikar," katanya.

Ia mengatakan bahwa kedelai yang beredar di pasaran merupakan kedelai impor karena kedelai lokal sudah tidak ada.

Menurut dia, persediaan kedelai lokal tergantung pada hasil panen petani yang rata-rata hanya tersedia selama satu hingga dua bulan.

"Padahal, kebutuhan kedelai untuk perajin tahu dan tempe di Kalisari sekitar 7--7,5 ton per hari," katanya.

Disinggung mengenai besaran HPP yang ideal, Wibowo mengatakan bahwa hal itu tergantung kebijakan pemerintah asalkan menguntungkan petani maupun perajin tahu-tempe.

"Kalau petani tentunya ingin harganya tinggi, sedangkan perajin ingin harga yang terjangkau atau di bawah Rp7.000 per kilogram. Misalnya, kalau pemerintah membeli dari petani dengan harga Rp7.000 per kilogram, kemudian dijual ke perajin sebesar Rp6.500 per kilogram karena telah disubsidi, kan sama-sama untung," katanya.

Berdasarkan data yang dihimpun, di Desa Kalisari terdapat 312 perajin tahu dan sekitar lima perajin tempe.

Pewarta: Oleh Sumarwoto

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013