Bengkulu (Antara Bengkulu) - Masyarakat adat Pulau Enggano Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu memprotes rencana eksploitasi kerang Kima (Tridacna gigas) atau kerang raksasa oleh CV Citra Batu Gading Bogor karena dikhawatirkan merusak ekosistem pulau itu.

"Mereka berdalih akan mengambil kerang yang mati, tapi kenyataannya eksploitasi atau pengambilan kerang dilakukan dengan mencongkel terumbu karang, pulau kami bisa rusak," kata Kepala Suku Kaitora Rafli Zen Kaitora saat dihubungi dari Kota Bengkulu, Sabtu.

Ia mengatakan, hasil pertemuan antara para kepala suku di Pulau Enggano dengan petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu dan pihak perusahaan, masyarakat adat setempat menolak investasi perusahaan tersebut.

Pengambilan kerang dengan mencongkel terumbu karang yang masih hidup di dalam laut, menurut Kaitora akan berdampak buruk bagi ekosistem Pulau Enggano yang dikelilingi terumbu karang.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Enggano ini mengatakan sekitar 2.000 jiwa warga yang bermukim di pulau terluar itu mengandalkan kelestarian terumbu karang yang menopang pulau seluas 39 ribu hektare persegi itu.

Menurutnya jika aktivitas tersebut tetap dilakukan perusahaan atau pihak ketiga tersebut, seluruh kepala suku di Enggano atas nama seluruh masyarakat kepulauan itu akan melaporkan aktivitas itu ke Polda Bengkulu.

"Pemerintah jangan seenaknya memberikan izin pengambilan kerang Kima kepada investor karena yang merasakan dampak secara langsung kerusakan dan perubahan ekosistem kepulauan itu adalah masyarakat Enggano," katanya menerangkan.

Masyarakat adat yang terdiri atas enam suku di pulau itu mendesak pemerintah mencabut izin pengambilan kerang kima karena jelas merusak perairan PUlau Enggano.

"Setahu kami, kima raksasa itu adalah jenis biota laut yang dilindungi, tapi kenapa pemerintah memberi izin," katanya.

Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Bengkulu Darwis Saragih membenarkan adanya penolakan masyarakat adat Enggano atas ekspoitasi kerang kima.

"Masyarakat adat setempat cukup sadar terhadap nilai-nilai konservasi di Enggano dan mengetahui bila Kima merupakan satwa liar yang dilindungi," katanya.

Ia mengatakan masyarakat juga sadar bahwa pengambilan kima di Perairan Enggano dengan mencongkel terumbu karang juga akan mengancam kelestarian alam bawah laut pulau yang berada di tengah perairan Samudra Hindia itu.

Hasil pertemuan dengan kepala-kepala suku Enggano dengan pihak perusahaan dan BKSDA Bengkulu, perusahaan tidak diperbolehkan mengambil kerang Kima.

"Tapi masyarakat adat mendukung perusahaan asal Bogor itu merintis usaha kerajinan kecil dari bahan baku rotan dan akar-akar kayu yang boleh diperjualbelikan ke luar pulau sebagai hasil kerajinan di Pulau Enggano," katanya.

Terkait hasil eksploitasi puluhan ton kerang kima yang tertumpuk di Pelabuhan Desa Kahyapu, oleh masyarakat diminta dikembalikan ke tempat asalnya serta memberlakukan denda adat bagi masyarakat yang membantu perusahaan mengambil kerang itu.

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013