"Kami meminta agar masyarakat tidak menanam kelapa sawit di Pulau Enggano, sebab dapat menimbulkan dampak kekeringan di masa yang akan datang. Meskipun warga tidak menanam kelapa sawit tersebut di hutan lindung," kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Bengkulu Said Jauhari di Kota Bengkulu, Jumat.
Ia mengatakan saat ini terdapat tiga desa yang telah menanam sawit di Pulau Enggano yaitu Desa Ka'ana, Desa Banjar Sari, dan Desa Kahyapu di Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara.
Menurutnya, jika masyarakat di Pulau Enggano masif menanam kelapa sawit maka perusahaan besar akan mendirikan pabrik minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di wilayah tersebut yang memiliki total luas lahan 40 ribu hektare.
Meskipun, kata dia, saat ini lahan yang digunakan masyarakat setempat sebagai tempat tinggal dan berkebun sekitar 12 hektare atau sekitar 20 hingga 30 persen dari total luas lahan Pulau Enggano.
"Saat ini masyarakat telah membuka lahan untuk menanam kelapa sawit, meskipun belum masif dan jika masyarakat mulai masif maka akan menimbulkan kekeringan di wilayah tersebut," ujarnya.
Sebelumnya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Bengkulu menolak keras rencana perkebunan sawit skala besar di Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, karena rencana tersebut berpotensi merusak ekosistem kawasan dan membuat wilayah masyarakat adat semakin tergerus.
Selain itu, penolakan tersebut dilakukan setelah adanya usulan pembukaan perkebunan sawit yang akan menggunakan lahan di Pulau Enggano seluas 15 ribu hektare atau hampir setengah kawasan Pulau Enggano yang memiliki luas sekitar 40 ribu hektare.