Jakarta (Antara Bengkulu) - H. Djoko Santoso, Panglima TNI 2007-2010, menyatakan, ketidakadilan lebih jahat daripada komunisme karena akan bisa mendorong bangsa ke konflik tak berkesudahan sehingga akhirnya akan menghancurkan bangsa.
Djoko Santoso menyampaikan pernyataan itu pada syukuran 23 tahun Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), di mana ia duduk selaku Ketua Dewan Pembinanya. Acara yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu malam itu dihadiri Menteri Penertiban Aparatur Negara Azwar Abubakar, Ketua Umum IPHI H. Kurdi Mustofa dan sekitar 5.000 pengurus dan anggota IPHI seluruh Indonesia.
"Umaro (pemimpin pemerintahan) harus adil. Kalau tidak, maka orang akan saling menyalahkan, sehingga timbul konflik tak berkesudahan, dan ini akan menghancurkan bangsa," kata Djoko Santoso yang kini namanya mencuat sebagai calon presiden.
Dalam pengalaman 35 tahun di TNI, Djoko Santoso mengatakan, ia menerapkan asas keadilan, sehingga musuh yang sudah menyerahpun (waktu penugasan di Timor Timur) tidak disakiti, atau anak-anak dan perempuan tidak diganggu. Juga tempat ibadah tidak dirusak. Tidak dapat dipungkiri, faktor keadilan sangat penting bagi kemajuan bangsa.
Ia juga menyatakan bahwa apa yang dikatakan para teroris sebagai "jihad" bukanlah jihad sesungguhnya karena sangat merusak, dan ini bertentangan dengan ajaran Islam. "Bukan jihad, apa yang dilakukan teroris-teroris itu adalah jahat," tegasnya.
Mengenai potensi IPHI sebagai organisasi alumni bagi sekitar 4,7 juta haji (yang tercatat sebagai anggota) dari sekitar delapan juta alumni haji di seluruh Indonesia, Djoko mendorong mereka untuk berkiprah nyata demi kepentingan umat. Kini saatnya para haji melaksanakan "dakwah bilhal" (dakwah dengan perbuatan nyata), dan bukan lagi sekedar "dakwah billisan" (dakwah dengan lisan).
Djoko menyamakan para haji sebagai pasukan elit dalam Islam, karena umumnya mereka yang sudah berhaji berasal dari kelas menengah ke atas dan cukup berpengaruh di tengah lingkungannya. Diharapkan para haji lewat pengaruhnya di tengah masyarakat itu akan bisa membantu negara dalam pembangunan dan kemajuan bangsa.
"Para haji tak kalah perannya dari para Danramil. Makanya haji merupakan kekuatan strategis, bisa menentukan merah dan birunya bangsa," kata Djoko dengan menambahkan para anggota IPHI harus memiliki semangat baru (new spriti) dan terus bekerja keras untuk bangsa.
Sebelum menyelenggarakan acara Ultah IPHI ke-23 di JCC, para pengurus IPHI mengadakan Rapimnas di Asrama Haji, Pondok Gede Jakarta pada 15 dan 16 Juni 2013.
Ketua Umum IPHI Kurdi Mustofa mengatakan, tujuan Rapimnas IPHI adalah sebagai refleksi dan evaluasi visi dan program yang telah dijalankan selama 2012-2013. Visi IPHI dalam rapimnya kali ini di sekitar upaya memelihara kemabruran haji dan kebajikannya dari dakwah lisan ke dakwah perbuatan.
Acara syukuran ke-23 IPHI tersebut juga ditandai dengan pemberian 45 penghargaan (award) kepada pengurus-pengurus IPHI wilayah dan daerah yang dinilai berprestasi dalam tiga bidang pengabdian IPHI yang dijadikan prioritas, yakni ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
Djoko Santoso menyampaikan pernyataan itu pada syukuran 23 tahun Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), di mana ia duduk selaku Ketua Dewan Pembinanya. Acara yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu malam itu dihadiri Menteri Penertiban Aparatur Negara Azwar Abubakar, Ketua Umum IPHI H. Kurdi Mustofa dan sekitar 5.000 pengurus dan anggota IPHI seluruh Indonesia.
"Umaro (pemimpin pemerintahan) harus adil. Kalau tidak, maka orang akan saling menyalahkan, sehingga timbul konflik tak berkesudahan, dan ini akan menghancurkan bangsa," kata Djoko Santoso yang kini namanya mencuat sebagai calon presiden.
Dalam pengalaman 35 tahun di TNI, Djoko Santoso mengatakan, ia menerapkan asas keadilan, sehingga musuh yang sudah menyerahpun (waktu penugasan di Timor Timur) tidak disakiti, atau anak-anak dan perempuan tidak diganggu. Juga tempat ibadah tidak dirusak. Tidak dapat dipungkiri, faktor keadilan sangat penting bagi kemajuan bangsa.
Ia juga menyatakan bahwa apa yang dikatakan para teroris sebagai "jihad" bukanlah jihad sesungguhnya karena sangat merusak, dan ini bertentangan dengan ajaran Islam. "Bukan jihad, apa yang dilakukan teroris-teroris itu adalah jahat," tegasnya.
Mengenai potensi IPHI sebagai organisasi alumni bagi sekitar 4,7 juta haji (yang tercatat sebagai anggota) dari sekitar delapan juta alumni haji di seluruh Indonesia, Djoko mendorong mereka untuk berkiprah nyata demi kepentingan umat. Kini saatnya para haji melaksanakan "dakwah bilhal" (dakwah dengan perbuatan nyata), dan bukan lagi sekedar "dakwah billisan" (dakwah dengan lisan).
Djoko menyamakan para haji sebagai pasukan elit dalam Islam, karena umumnya mereka yang sudah berhaji berasal dari kelas menengah ke atas dan cukup berpengaruh di tengah lingkungannya. Diharapkan para haji lewat pengaruhnya di tengah masyarakat itu akan bisa membantu negara dalam pembangunan dan kemajuan bangsa.
"Para haji tak kalah perannya dari para Danramil. Makanya haji merupakan kekuatan strategis, bisa menentukan merah dan birunya bangsa," kata Djoko dengan menambahkan para anggota IPHI harus memiliki semangat baru (new spriti) dan terus bekerja keras untuk bangsa.
Sebelum menyelenggarakan acara Ultah IPHI ke-23 di JCC, para pengurus IPHI mengadakan Rapimnas di Asrama Haji, Pondok Gede Jakarta pada 15 dan 16 Juni 2013.
Ketua Umum IPHI Kurdi Mustofa mengatakan, tujuan Rapimnas IPHI adalah sebagai refleksi dan evaluasi visi dan program yang telah dijalankan selama 2012-2013. Visi IPHI dalam rapimnya kali ini di sekitar upaya memelihara kemabruran haji dan kebajikannya dari dakwah lisan ke dakwah perbuatan.
Acara syukuran ke-23 IPHI tersebut juga ditandai dengan pemberian 45 penghargaan (award) kepada pengurus-pengurus IPHI wilayah dan daerah yang dinilai berprestasi dalam tiga bidang pengabdian IPHI yang dijadikan prioritas, yakni ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013