Bengkulu (Antara Bengkulu) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)
Bengkulu meminta pemerintah daerah segera mengevaluasi sejumlah
perusahaan yang berkontribusi merusak daerah aliran sungai atau DAS dan
mencemari air yang merugikan masyarakat dan nelayan daerah itu.
"Ada tujuh perusahaan yang kami data dan kaji telah berperan merusak daerah aliran sungai dan mencemari air di Bengkulu dan kami mendesak pemerintah agar mengevaluasi tujuh perusahaan ini," kata Ketua Divisi Penguatan Organisasi dan Jaringan Walhi Bengkulu Feri Vandalis di Bengkulu, Sabtu.
Ia mengatakan tujuh perusahaan yang menyebabkan kerusakan daerah aliran sungai (DAS) atau Sungai Bengkulu itu adalah lima perusahaan pertambangan batubara, yakni PT Danau Mas Hitam, PT Inti Bara Perdana, PT Bukit Sunur, PT Emerat Treden Agency (ETA) dan PT Bio Energi.
Sedangkan dua perusahaan pabrik pengolah karet yang mencemari air Sungai Bengkulu itu adalah kontribusi dari PT Bukit Angkasa Makmur dan PT Batang Hari.
Data Walhi menyebut DAS Sungai Bengkulu mencakup daerah seluas 51.500 hektare yang terdapat di dua kabupaten dan kota yakni Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu.
Tutupan lahan di DAS Sungai Bengkulu sebagian besar merupakan campuran dari pertanian lahan kering mencakup area seluas 43.775 hektare, atau 85 persen dari luas DAS.
"Tapi aktifitas yang kritis dalam hubungannya dengan sumberdaya air di DAS Air Bengkulu adalah pertambangan di daerah hulu, pengumpulan tailing batubara di sungai dan pabrik karet," katanya.
Ia mengatakan terdapat empat perusahaan pertambangan batubara di daerah hulu DAS Air Bengkulu yaitu PT Danau Mas Hitam, PT Inti Bara Perdana, PT Bukit Sunur dan PT Emerat Treden Agency.
Dua perusahaan pertama yang disebutkan beroperasi di Air Kandis di sebelah Selatan Bukit Sunur, Desa Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah di lahan seluas 800 hektare.
Data Dinas Energi Sumber Daya Mineral pada 2009 menyebut produksi sekitar 1,8 juta ton batubara berasal dari enam konsesi pertambangan empat perusahaan diantaranya berlokasi di bagian hulu DAS Air Bengkulu.
Kemudian, pemerintah daerah telah memberikan izin lain untuk perusahaan tambang batubara yakni PT Bio Energi, untuk beroperasi di konsesi baru di daerah hulu DAS Air Bengkulu.
Kegiatan pertambangan menyebabkan deforestasi, erosi lahan dan pencemaran sungai. Seperti halnya aktifitas pertambangan lain, pertambangan batu bara berkontribusi dalam degradasi lingkungan, air dan tanah.
"Penambangan batubara ini secara langsung berkontribusi menyebabkan pencemaran air, terutama selama proses ekstraksi pemisahan batubara dan sulfur," katanya.
Sisa tambang mencemari sungai, menyebabkan air keruh dan asam, serta menyebabkan pengendapan dan pendangkalan di sungai.
Selain itu, air juga tercemar oleh pencucian batubara. Pencucian dilakukan dengan menggerinda batubara menjadi ukuran-ukuran kecil dan kemudian mencucinya.
Kerusakan ekosistem yang terjadi di hulu DAS ini berakibat secara nyata pada wilayah hillir, hingga di muara dan mempengaruhi ekosistem pesisir.
"Pemerintah harus segera mengambil tindakan karena saat ini ratusan nelayan Bengkulu juga sudah beralih profesi menjadi pemungut limbah batubara karena hasil laut tidak menjanjikan," katanya. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Ada tujuh perusahaan yang kami data dan kaji telah berperan merusak daerah aliran sungai dan mencemari air di Bengkulu dan kami mendesak pemerintah agar mengevaluasi tujuh perusahaan ini," kata Ketua Divisi Penguatan Organisasi dan Jaringan Walhi Bengkulu Feri Vandalis di Bengkulu, Sabtu.
Ia mengatakan tujuh perusahaan yang menyebabkan kerusakan daerah aliran sungai (DAS) atau Sungai Bengkulu itu adalah lima perusahaan pertambangan batubara, yakni PT Danau Mas Hitam, PT Inti Bara Perdana, PT Bukit Sunur, PT Emerat Treden Agency (ETA) dan PT Bio Energi.
Sedangkan dua perusahaan pabrik pengolah karet yang mencemari air Sungai Bengkulu itu adalah kontribusi dari PT Bukit Angkasa Makmur dan PT Batang Hari.
Data Walhi menyebut DAS Sungai Bengkulu mencakup daerah seluas 51.500 hektare yang terdapat di dua kabupaten dan kota yakni Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu.
Tutupan lahan di DAS Sungai Bengkulu sebagian besar merupakan campuran dari pertanian lahan kering mencakup area seluas 43.775 hektare, atau 85 persen dari luas DAS.
"Tapi aktifitas yang kritis dalam hubungannya dengan sumberdaya air di DAS Air Bengkulu adalah pertambangan di daerah hulu, pengumpulan tailing batubara di sungai dan pabrik karet," katanya.
Ia mengatakan terdapat empat perusahaan pertambangan batubara di daerah hulu DAS Air Bengkulu yaitu PT Danau Mas Hitam, PT Inti Bara Perdana, PT Bukit Sunur dan PT Emerat Treden Agency.
Dua perusahaan pertama yang disebutkan beroperasi di Air Kandis di sebelah Selatan Bukit Sunur, Desa Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah di lahan seluas 800 hektare.
Data Dinas Energi Sumber Daya Mineral pada 2009 menyebut produksi sekitar 1,8 juta ton batubara berasal dari enam konsesi pertambangan empat perusahaan diantaranya berlokasi di bagian hulu DAS Air Bengkulu.
Kemudian, pemerintah daerah telah memberikan izin lain untuk perusahaan tambang batubara yakni PT Bio Energi, untuk beroperasi di konsesi baru di daerah hulu DAS Air Bengkulu.
Kegiatan pertambangan menyebabkan deforestasi, erosi lahan dan pencemaran sungai. Seperti halnya aktifitas pertambangan lain, pertambangan batu bara berkontribusi dalam degradasi lingkungan, air dan tanah.
"Penambangan batubara ini secara langsung berkontribusi menyebabkan pencemaran air, terutama selama proses ekstraksi pemisahan batubara dan sulfur," katanya.
Sisa tambang mencemari sungai, menyebabkan air keruh dan asam, serta menyebabkan pengendapan dan pendangkalan di sungai.
Selain itu, air juga tercemar oleh pencucian batubara. Pencucian dilakukan dengan menggerinda batubara menjadi ukuran-ukuran kecil dan kemudian mencucinya.
Kerusakan ekosistem yang terjadi di hulu DAS ini berakibat secara nyata pada wilayah hillir, hingga di muara dan mempengaruhi ekosistem pesisir.
"Pemerintah harus segera mengambil tindakan karena saat ini ratusan nelayan Bengkulu juga sudah beralih profesi menjadi pemungut limbah batubara karena hasil laut tidak menjanjikan," katanya. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013