Jakarta (Antara Bengkulu) - Dalam sebulan Pusat Perlindungan Orang Utan (Centre Orang Utan Protection) mengevakuasi dua ekor orang utan yang terancam akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.
"Sekarang ini hampir 1.800 ekor orang utan Kalimantan yang dievakuasi," kata Dirktur Eksekutif Pusat Perlindungan Orang Utan, Hardi Baktiantoro yang dihubungi dari Jakarta, Senin.
Di Indonesia hidup dua jenis orang utan yang endemik yaitu orang utan Sumatera dan orang utan Kalimantan yang jumlahnya saat ini terus terancam disebabkan semakin berkurangnya kawasan hutan karena pembukaan lahan perkebunan sawit.
Saat ini diperkirakan jumlah orang utan Sumatera (Pongo Abelii) hanya sekitar 6.500 ekor sementara orang utan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) jumlahnya masih lebih banyak.
"Pada 2004 terdata sebanyak 52.000 ekor orang utan Kalimantan, sekarang perkiraan kami jumlahnya jauh berkurang," tambah dia.
Ancaman bagi kehidupan Orangutan adalah hilangnya hutan sebagai tempat tinggal dan sumber makanan mereka karena pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.
Karena ancaman tersebut orang utan dievakuasi dari tempat tinggalnya semula ke lokasi rehabilitasi, dan dilakukan pelepasliaran setelah mereka dianggap bisa beradaptasi.
Namun kesulitan yang dihadapi areal konsesi untuk pelepasliaran harus dibeli dari pemerintah dengan harga yang tidak murah.
Menurutnya, perlindungan orang utan saat ini sepenuhnya dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mulai dari penyelematan, rehabilitasi sampai pelepasliaran.
Sedangkan domain pemerintah hanya di bidang administrasi dan hukum yang dinilai masih belum maksimal.
Hardi mengharapkan pada peringatan Hari Orang Utan Sedunia 19 Agustus, saatnya bagi pemerintah berperan untuk menegakkan hukum bagi perlindungan orang utan dan menyiapkan areal pelepasliaran. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013
"Sekarang ini hampir 1.800 ekor orang utan Kalimantan yang dievakuasi," kata Dirktur Eksekutif Pusat Perlindungan Orang Utan, Hardi Baktiantoro yang dihubungi dari Jakarta, Senin.
Di Indonesia hidup dua jenis orang utan yang endemik yaitu orang utan Sumatera dan orang utan Kalimantan yang jumlahnya saat ini terus terancam disebabkan semakin berkurangnya kawasan hutan karena pembukaan lahan perkebunan sawit.
Saat ini diperkirakan jumlah orang utan Sumatera (Pongo Abelii) hanya sekitar 6.500 ekor sementara orang utan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) jumlahnya masih lebih banyak.
"Pada 2004 terdata sebanyak 52.000 ekor orang utan Kalimantan, sekarang perkiraan kami jumlahnya jauh berkurang," tambah dia.
Ancaman bagi kehidupan Orangutan adalah hilangnya hutan sebagai tempat tinggal dan sumber makanan mereka karena pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.
Karena ancaman tersebut orang utan dievakuasi dari tempat tinggalnya semula ke lokasi rehabilitasi, dan dilakukan pelepasliaran setelah mereka dianggap bisa beradaptasi.
Namun kesulitan yang dihadapi areal konsesi untuk pelepasliaran harus dibeli dari pemerintah dengan harga yang tidak murah.
Menurutnya, perlindungan orang utan saat ini sepenuhnya dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mulai dari penyelematan, rehabilitasi sampai pelepasliaran.
Sedangkan domain pemerintah hanya di bidang administrasi dan hukum yang dinilai masih belum maksimal.
Hardi mengharapkan pada peringatan Hari Orang Utan Sedunia 19 Agustus, saatnya bagi pemerintah berperan untuk menegakkan hukum bagi perlindungan orang utan dan menyiapkan areal pelepasliaran. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013